Senin, 14 Februari 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 14 TAHUN 1997 (14/1997) Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 14 TAHUN 1997 (14/1997)

Tanggal: 7 MEI 1997(JAKARTA)

Sumber: LN NO. 1997/31; TLN NO. 3681

Tentang: PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di bidang perekonomian baik ditingkat nasional maupun internasional, pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, khususnya di bidang Merek, perlu lebih ditingkatkan dalam rangka mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan perdagangan dan penanaman modal yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, maju, dan mandiri berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa dengan penerimaan dan keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods/TRIPs) yang merupakan bagian dari persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang, berlanjut dengan melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk Merek dengan persetujuan internasional tersebut;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b, serta memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman, khususnya kekurangan selama pelaksanaan Undang-undang tentang Merek, dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek dengan Undang-undang;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="92uu019">19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3490);

3. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="94uu007">7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK.

Pasal 1

Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) diubah dan ditambahkan ayat (3) dan ayat (4) baru, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 6

(1) Permintaan pendaftaran merek harus ditolak oleh Kantor Merek apabila mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

(2) Permintaan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Kantor Merek apabila :

a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem, dari negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;

c. merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau

d. merupakan atau menyerupai ciptaan orang lain yang dilindungi Hak Cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari Pemegang Hak Cipta tersebut.

(3) Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik orang lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat pula diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

2. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 8

(1) Pengajuan permintaan pendaftaran merek untuk dua atau lebih kelas barang dan atau jasa dapat dilakukan dengan satu permintaan pendaftaran.

(2) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimintakan pendaftarannya.

(3) Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

3. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 10

(1) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus dilengkapi :

a. surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah miliknya;

b. 20 (dua puluh) helai etiket merek yang bersangkutan;

c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau salinan yang sah akta pendirian badan hukum, apabila pemilik merek adalah badan hukum;

d. surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa; dan

e. Pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek, yang jenis dan besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2) Etiket merek yang menggunakan bahasa asing dan atau di dalamnya terhadap huruf selain huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruf latin, atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan latin.

(3) Ketentuan mengenai permintaan pendaftaran merek diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

4. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 12

Permintaan pendaftaran merek yang diajukan dengan menggunakan hak prioritas sebagaimana diatur dalam konvensi internasional mengenai perlindungan merek yang diikuti oleh Negara Republik Indonesia, harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang pertama kali di negara lain yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau di negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia."

5. Ketentuan Pasal 21 huruf b dan huruf e diubah, sehingga keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 21

Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:

a. nama dan alamat lengkap pemilik merek, serta nama dan alamat lengkap kuasanya apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa;

b. kelas dan jenis barang dan atau jasa bagi merek yang dimintakan pendaftarannya;

c. tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek;

d. nama negara dan tanggal penerimaan pendaftaran merek yang pertama kali, dalam hal permintaan pendaftaran merek diajukan dengan menggunakan hak prioritas; dan

e. contoh etiket merek, termasuk keterangan mengenai warna apabila merek menggunakan unsur warna, dan apabila etiket merek menggunakan bahasa asing dan atau huruf selain huruf lain atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf latin atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan latin."

6. Ketentuan Pasal 29 ayat (3) huruf e dan huruf g diubah, sehingga keseluruhan Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 29

(1) Sertifikat Merek diberikan kepada orang atau badan hukum yang mengajukan permintaan pendaftaran merek dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal merek tersebut di daftar dalam Daftar Umum Merek.

(2) Dalam hal permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa, Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada kuasanya dengan tembusan kepada pemilik merek.

(3) Sertifikat Merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :

a. nama dan alamat lengkap pemilik merek yang didaftarkan;

b. nama dan alamat lengkap kuasa, dalam hal permintaan pendaftaran merek diajukan berdasarkan Pasal 11;

c. tanggal pengajuan dan tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek;

d. nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek yang pertama kali, apabila permintaan pendaftaran diajukan dengan menggunakan hak prioritas;

e. etiket merek yang didaftarkan termasuk keterangan macam warna apabila merek tersebut menggunakan unsur warna, dan apabila merek menggunakan bahasa asing dan atau huruf selain huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara pengucapannya dalam ejaan latin;

f. nomor dan tanggal pendaftaran;

g. kelas dan jenis barang dan atau jasa yang dimintakan pendaftaran mereknya; dan

h. jangka waktu berlakunya pendaftaran merek.

(4) Setiap orang dapat mengajukan permintaan petikan resmi pendaftaran merek yang tercatat dalam Daftar Umum Merek.

(5) Permintaan petikan resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri."

(7) Ketentuan Pasal 31 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 31 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 31

(1) Permintaan banding dapat diajukan terhadap penolakan permintaan pendaftaran merek dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau Pasal 6.

(2) Permintaan banding diajukan secara tertulis kepada Komisi Banding Merek oleh orang atau badan hukum atau kuasanya yang mengajukan permintaan pendaftaran merek dengan tembusan kepada Kantor Merek.

(3) Komisi Banding Merek adalah badan khusus yang diketuai secara tetap oleh seorang ketua merangkap anggota dan berada di lingkungan departemen yang dipimpin Menteri.

(4) Anggota Komisi Banding Merek berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang terdiri dari ahli yang diperlukan dan atau Pemeriksa Merek Senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap permintaan pendaftaran merek yang bersangkutan.

(5) Ketua dan anggota Komisi Banding Merek diangkat dan diberhentikan oleh Menteri."

8. Ketentuan Pasal 34 ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 34 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 34

(1) Keputusan Komisi Banding Merek diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan permintaan banding.

(2) Keputusan Komisi Banding Merek bersifat final, baik secara administratif maupun substantif.

(3) Dalam hal Komisi Banding Merek mengabulkan permintaan banding, Kantor Merek melaksanakan pendaftaran dan memberikan Sertifikat Merek dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29.

(4) Dalam hal Komisi Banding Merek menolak permintaan banding, Kantor Merek dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya keputusan Komisi Banding Merek memberitahukan penolakan tersebut kepada orang atau badan hukum atau kuasanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2).:

9. Ketentuan Pasal 43 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 43

Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat erat berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan, dapat dialihkan atau dilisensikan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa dan hasilnya."

10. Ketentuan Pasal 51 dipecah menjadi 2 pasal, yaitu Pasal 51 baru dan Pasal 51A, sehingga keseluruhan Pasal 51 dan Pasal 51A berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 51

(1) Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dilakukan Kantor Merek baik atas prakarsa sendiri maupun berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan.

(2) Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Kantor Merek dapat dilakukan jika :

a. merek tidak digunakan berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Kantor Merek; atau

b. Merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.

(3) Alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a adalah :

a. larangan impor;

b. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; atau

c. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(5) Keberatan terhadap keputusan penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan Negeri lain yang akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 51A

(1) Permintaan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan atau jasa yang termasuk dalam satu kelas, diajukan kepada Kantor Merek.

(2) Dalam hal merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih terikat perjanjian lisensi, maka penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima lisensi.

(3) Pengecualian atas persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dimungkinkan apabila penerima lisensi dengan tegas setuju untuk menyampingkan adanya persetujuan tersebut dalam perjanjian lisensi.

(4) Penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

(5) Pencatatan penghapusan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri."

11. Ketentuan pasal 53 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 53 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 53

(1) Terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 tidak dapat diajukan permohonan banding, tetapi dapat langsung diajukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Salinan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Panitera pengadilan negeri yang bersangkutan kepada Kantor Merek dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan tersebut.

(3) Kantor Merek melaksanakan penghapusan merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila gugatan penghapusan pendaftaran merek tersebut diterima dan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah mempunyai kekuatan hukum tetap."

12. Ketentuan Pasal 56 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 56 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 56

(1) Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5, atau Pasal 6.

(2) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat diajukan oleh pemilik merek yang tidak terdaftar,

(3) Pemilik merek terkenal yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mengajukan permintaan pendaftaran merek kepada Kantor Merek.

(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pemilik merek dan Kantor Merek melalui Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

(5) Dalam hal pemilik merek yang digugat pembatalannya bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia gugatan diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."

13. Ketentuan Pasal 58 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 58 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 58

(1) Terhadap putusan pengadilan negeri yang memutuskan gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) tidak dapat diajukan permohonan banding tetapi dapat langsung diajukan permohonan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Salinan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Panitera pengadilan negeri yang bersangkutan kepada Kantor Merek dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan tersebut.

(3) Kantor Merek melaksanakan pembatalan pendaftaran merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila gugatan pembatalan tersebut diterima dan putusan badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah mempunyai kekuatan hukum tetap."

14. Judul Bab VIII, Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 73 diubah, sehingga Judul Bab VIII dan keseluruhan Pasal 72 dan Pasal 73 berbunyi sebagai berikut :

BAB VIII

GUGATAN ATAS PELANGGARAN MEREK

"Pasal 72

(1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak menggunakan merek untuk barang dan atau jasa yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan mereknya.

(2) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan melalui Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

Pasal 73

Gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dapat pula dilakukan oleh penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan."

15. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan BAB IXA, sebagai berikut :

BAB IXA

INDIKASI GEOGRAFIS DAN INDIKASI ASAL

Bagian Pertama

Indikasi Geografis

"Pasal 79A

(1) Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

(2) Indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permintaan yang diajukan oleh :

a. lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri dari :

1) pihak yang mengusahakan barang-barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam;

2) produsen barang-barang hasil pertanian;

3) pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri;

4) pedagang yang menjual barang-barang tersebut;

b. lembaga yang diberi kewenangan untuk itu;

c. kelompok konsumen barang-barang tersebut.

(3) Ketentuan mengenai pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 berlaku pula bagi pengumuman permintaan pendaftaran indikasi geografis.

(4) Permintaan pendaftaran indikasi geografis ditolak oleh Kantor Merek apabila tanda tersebut :

a. bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dapat memperdayakan atau menyesatkan masyarakat mengenai sifat seperti ciri, kualitas, asal sumber, proses pembuatan, atau kegunaannya;

b. tidak memenuhi syarat untuk didaftar sebagai indikasi geografis.

(5) Ketentuan mengenai banding berlaku pula bagi penolakan pendaftaran indikasi geografis sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).

(6) Indikasi geografis terdaftar mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada.

(7) Apabila sebelum atau pada saat dimintakan pendaftaran sebagai indikasi geografis, suatu tanda telah dipakai dengan itikad baik oleh pihak lain yang tidak berhak mendaftar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka pihak yang beritikad baik tersebut tetap dapat menggunakan tanda tersebut untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanda tersebut terdaftar sebagai indikasi geografis.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran indikasi geografis diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 79B

(1) Pemegang hak atas indikasi geografis, dapat mengajukan gugatan terhadap pemakai indikasi geografis secara tanpa hak, berupa permintaan ganti rugi dan penghentian penggunaan serta pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tidak sah tersebut.

(2) Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, Hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, serta memerintahkan pemusnahan etiket indikasi geografis yang digunakan secara tidak sah tersebut.

Pasal 79C

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 berlaku pula dalam rangka pelaksanaan hak atas indikasi geografis.

Bagian Kedua

Indikasi Asal

Pasal 79D

Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang:

a. memenuhi ketentuan Pasal 79A ayat (1), tetapi tidak didaftarkan; atau

b. semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa."

Pasal 79E

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79B dan Pasal 79C berlaku pula terhadap pemegang hak atas indikasi asal."

16. Ketentuan Pasal 80 ayat (2) dan ayat (3) diubah dan ditambahkan ayat (4) baru, sehingga keseluruhan Pasal 80 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 80

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negeri Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan merek, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang merek.

(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang merek;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang merek; dan

f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang merek.

(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana."

17. Ketentuan Pasal 81 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 81

Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)."

18. Ketentuan Pasal 82 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 82

Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denga paling banyak Rp. 50.000.000,0 (lima puluh juta rupiah)."

19. Diantara Pasal 82 dan Pasal 83 disisipkan Pasal 82A dan Pasal 82B sebagai berikut :

"Pasal 82A

(1) Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

(2) Barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi pihak yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79A ayat (7).

(4) Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun kata-kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis, tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 82B

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

20. Ketentuan Pasal 83 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 83

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82, Pasal 82A dan Pasal 82B adalah kejahatan."

21. Ketentuan Pasal 84 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 84 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 84

(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82, Pasal 82A, dan Pasal 82B dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran."

22. Diantara Pasal 85 dan Pasal 86 disisipkan Pasal 85A, sebagai berikut :

"Pasal 85A

(1) Permintaan perpanjangan pendaftaran merek dan pengalihan hak atas merek yang telah terdaftar ditolak oleh Kantor Merek apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik orang lain, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4).

(2) Keberatan terhadap keputusan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52."

Pasal II

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 7 Mei 1997

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Mei 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

Tidak ada komentar: