Selasa, 24 Februari 2009
Peran dan kiprah Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wacana yang paling mutakhir yang kembali diproduksi negara setelah tumbangnya rezim Orde Baru adalah wacana masyarakat madani. Semua pejabat, dari pusat hingga daerah, menjadi latah untuk mengucapkan terma ini. Sehingga seolah-olah tidak lengkap jika dalam setiap pidato atau pesan moralnya, mereka tidak mengutip atau merujuk pada istilah masyaralat madani. Bahkan pada pemerintahan Habibie, pernah dibentuk tim Khusus yang mengkaji masyarakat madani untuk dikonteks-tualisasikan di Indonesia, persisi seperti Orde Baru yang menciptakan mesin BP 7 untuk mendogmakan Pancasila.
Kalau kita merujuk pada apa yang dituturkan MAS. Hikam dalam bukunya, Demokrasi dan Civil Society (1999), diskursus masyarakat madani dan civil society pada awalnya mulai ramai dibicarakan hanya terbatas pada kalangan aktivis gerakan prodemokrasi, LSM, danbeberapa intelektual kritis yang mempunyai keprihatinan terjadap nasib bangsa ini. Dan hingga sementara ini, belum ada studi intensif yang secara masif menggali tantang contoh konkret dari upaya perwujudan cita-cita masyarakat madani dan civil society yang mengakar dalam dalam tradisi masyarakat Indonesia. Sebab kebanyakan intelektual terjebak pada wacana yang mengandung desire dan imagination ketika melakukan kontekstualisasi masyarakat madani dan civil society.
Menurut Muhadjir Darwin bahwa bangsa Indonesia merupakan pemerintahan nirmanajemen. Indonesia, diibaratkan dengan sebuah kapal tanpa nahkoda yang terombang-ambing ditengah samudra karena banyak badai dan gelombang. Para penumpang didalamnya sedang ketakutan karena kapal yang ditumpangi akan karam. Agar selamat harus ada kesatuan langkah dari nahkoda dan para awak kapalnya untuk menyelamatkan kapal dan para penumpang nya. Tentu hal itu tidak akan terjadi karena nahkoda kapal sibuk dengan urusannya sendiri, demikian juga dengan para awak kapal lainnya juga tidak mau tahu dengan kondisi para penumpang yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya untuk melindungi mereka. Indonesia memiliki pemerintahan tetapi tidak memiliki manajemen pemerintah. Manajer nerjalan sendiri mengikuti kemauannya, bukan mengerahkan seluruh elemen bangsa untuk menyelamatkan republik ini dari kebangkrutan moral. Rakyat yang setengah sekarat digiring kesuatu titik persoalan dan diseret kepada tindakan serta perilaku elite politik yang berlangsung tanpa mengedepankan etika.
Bangsa Indonesia agaknya belum beranjak dari krisis. Masalah-masalah nasional seperti konflik dan keterpurukan ekonomi masih tetap melilit ditengah tingginya jumlah utang luar negeri Indonesia. Pemerintah dalam menyelesaikan krisis dan masalah nasional seakan-akan berjalan ditempat, dan tidak ada terobosan yang berarti. Para petinggi negara semakin sibuk menjamu tamu dan banyak melakukan kunjungan ”wisata” keluar negeri yang terkesan simbolik. Kegiatan semacam ini sangat menguras anggaran negara, apalagi ditengah kondisi Indonesia yang sedang ”masa penyembuhan” setelah beberapa kali dirundung bencana.
Apakah bangsa indonesia mampu keluar dari jurang keterpurukan yang begitu dalam? Kenyataan ini sulit meyakinkan diri, setidaknya harapan itu masih bercampur dengan rasa pesimisme yang tinggi. Disisi lain agenda reformasi belum mampu direalisasikan sepenuhnya, justru muncul kembali kaum konservatif dan aliran status quo yang cenderung membelokkan agenda mula reformasi. Krisis yang memprihatinkan adalah seputar erosi moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berbagai kriminalitas, kemaksiatan, narkoba dan kekerasan disetiap lini kehidupan makin mengemuka secara gamblang. Praktik korupsi kolusi dan nepotisme semakin merajalela disetiap posisi pemerintahan (pusat hingga daerah) yang memperkuat persepsi masyarakat bahwa budaya malu dan kehormatan para elite pemerintah telah hilang . Jika seperti ini kondisinya, mungkinkah akan terwujud masyarakat madani yang dicita-citakan selama ini?
Berbagai fenomena krisisi multidimensional sebagaimana dikemukakan diatas memberikan isyarat secara terang benderang tentang karakter kepemimpinan di Indonesia yang tidak relevan. Bangsa Indonesia saat ini dan masa depan membutuh kan kepemimpinan yang visioner dan mempu melakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat partisipatoris. Kepemimpinan yang mampu membedah akar-akar permasalahan bangsa ini secara cerdas dan arif. Kepemimpinan yang dinamis dan progresif dengan perencanaan dan perhitungan yang matang.
Lebih jauh lagi bangsa Indonesia memerlukan kepemimpinan yang mampu menggerakkan seluruh lini masyarakat dan segenap potensi bangsa menuju Indonesia baru yang lepas dari krisis. Paradigma baru kebijakan publik bahwa dalam rangka mewujudkan tatapemerintahan yang baik (good governance) diperlukan pelibatan dan partisipasi datin semua elemen masyarakat. Pihak-pihak yang terlibat tersebut meliputi State (negara), Private Sectore (sektor swasta) dan Civil Society Organizations (masyarakat madani yang terorganisasi).
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan berumur lebih tua dari bangsa ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan bangsa ini. Dalam arti memberikan kontribusi yang riil terhadap masa depan bangsa Indonesia. Dapat kita lihat disetiap sudut kota maupun desa, lembaga Pendidikan Muhammadiyah -mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi Muhammadiyah- selalu mendominasi, bahkan melebihi lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah. Sungguh suatu karya besar sumbangsih dalam mencerdaskan bangsa yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Apalagi dalam sejarah, beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo merupakan salah satu founding fathers dalam perumusan Piagam Jakarta yang nantinya akan dijadikan sebagai landasan gerak bangsa ini. Bahkan dalam perjalanannya Muhammadiyah tidak pernah ketinggalan dalam merespon perkembangan dinamika politik bangsa Indonesia.
Sejarah membuktikan kiprah Muhammadiyah dalam kancah perpolitikan bangsa ini. Ketika kepimpinan Abdurrahman wahid yang menjadi Mendiknas adalah Dr H.A. Yahya Muhaimin (Ketua Pembina Pendidikan dan Kebudayaan PP Muhammadiyah), dalam pemerintahan Megawati Mendiknas dipegang oleh Prof. H.A. Malik Fajar (Wakil Ketua PP Muhammadiyah) dan saat ini kepemimpinan SBY mendiknas kembali diberikan kepada Muhammadiyah yaitu Prof. Bambang Sudibyo yang juga Jajaran Wakil Ketua PP Muhammadiyah).
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan pada dua bidang yaitu perorangan dan masyarakat. Sebagai konsekuensi, komitmen tauhid tidak saja terbatas pada hubungan veretikal dengan Tuhan, melainkan juga mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk . Hubungan-hubungan ini harus sesuai kehendak Allah yang memberikan visi kepada manusia tauhid untuk membentuk masyarakat madani (civil society) dan mengusahakan tegaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kiprah Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia?
2. Apakah usaha-usaha dan kebijakan-kebijakan Muhammadiyah yang dilakukan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui peran dan kiprah Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
2. Mengetahui konsep dan strategi Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
D. Manfaat
1. Memberikan informasi bagi pembaca tentang peran dan kiprah Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
2. Memberikan informasi bagi pembaca berkaitan dengan konsep dan strategi Muhammadiyah dalam upaya mewujudkan terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Masyarakat Madani
1. Pengertian Masyarakat Madani
Gagasan masyarakat madani mulai populer di Indonesia seiring dengan era reformasi politik di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan konseptual mengenai istilah masyarakat madani, tetapi secara umum, masyarakat madani atau civil society, paling tidak memiliki tiga ciri: kebebasan, persamaan, dan toleransi . Heffner (1998:26) menegaskan: “We call some societies civil because, though precise arrangement vary, they show a familiy resemblance in their commitment to freedom, equality and tolerance”.
Mewujudkan masyarakat madani berarti melakukan proses pembentukan pandangan dunia (world view) yang kokoh guna menyempurnakan watak, sikap jiwa, dan karakter yang baik pada masyarakat. Pada yang demikian itu terdapat modal untuk menciptakan budaya dan menegakkan sistem dan ketentuan-ketentuan negara yang mengikat seluruh warga secara adil.
Perdebatan istilah tentang masyarakat sipil, masyarakat madani atau civil society terkadang memunculkan berbagai interpretasi yang salig berbeda, baik secara historis maupun dalam tataran konsepsi. Beberapa kalangan lebih suka menggunakan terminologi masyarakat sipil karena nuansanya netral. Sementara kalangan lain lebih suka menggunakan istilah masyarakat madani yang cenderung ideologis dan mengacu pada sistem negara Madinah pada masa kenabian Nabi Muhammad SAW.
Dalam karya tulis ini penulis menghindari perdebatan semantik, dan mengambil substansi dari semua istilah tersebut. Artinya, secara substanstif semua istilah tersebut sama dan merupakan sebuah pendekatan untuk melihat citra masyarakat ideal yang diinginkan. Karena itu, ketiga istilah tersebut digunakan tergantung konteksnya.
2. Parameter Masyarakat Madani
Merujuk pada Malik Fajar (1999), masyarakat madani yang ingin diwujudkan di Indonesia memiliki beberapa ciri. Pertama, masyarakat yang religius, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Kedua, demokratis-pluralistik yang menghargai perbedaan pendapat, keanekaragaman suku, ras, agama dan kebudayaan. Ketiga, tertib dan menjunjung tinggi hukum sebagai aturan tertinggi yang mengikat kehidupan bermasyarakat. Keempat, mengakui dan menjunjung tinggi HAM, egalitarianisme, dan tidak diskriminatif. Kelima, profesional dan skillfull; memiliki keunggulan intelektual, ketrampilan dan profesionalisme dalam persaingan global. Keenam, masyarakat yang terbuka dan memiliki tradisi belajar .
Sedangkan Zakiyuddin Baidawy dalam tulisannya, “Strategi Kultural untuk Penguatan Masyarakat Madani” memberikan pendapat berbeda. Dengan memadukan pemahaman klasik model Cicero dan masyarakat Madinah, dengan pemahaman kontemporer model Henningsen tentang masyarakat madani tersirat beberapa ciri masyarakat madani antara lain: 1) kemandirian, 2) kesukarelaan, 3) keswadayaan, 4) keswasembadaan, dan 5) keterikatan dengan norma dan nilai.
Diantara nilai-nilai yang menjadi landasan utama bagi bekerjanya karakteristik itu adalah persamaan (equality), keterbukaan (fairness), partisipasi (partisipation), dan toleransi (tolerance). Secara institusional masyarakat madanio teridentifikasi baik dalam bentuk 1) organisasi sosial non pemerintan (ornop) seperto organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, maupun dalam bentuk 2) korporasi ekonomi seperti koperasi, persekutuan dagang, dan aliansi bisnis dan 3) bentuk-bentuk kelompok kepentingan (vested interest) lainnya.
B. Tinjauan Umum Muhammadiyah
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar mengalami perluasan terkait ruang dan lingkupnya. Muhammadiyah tidak hanya berkiprah dalam dunia dakwah keagamaan saja, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam dimensi sosial kemasyarakatan. Muhammadiyah bukan organisasi politik (Orpol) tetapi Muhammadiyah tidak buta politik, sebaliknya Muhammadiyah selalu berpartisipasi dalam setiap pengambilan kebijakan politis . Muhammadiyah memberikan dukungan ataupun tuntutan yang digunakan sebagai in put untuk memperbaiki tingkat kehidupan dan derajat manusia. Dukungan ataupun tuntutan disalurkan secara terorganisir oleh Muhammadiyah sehingga akan mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pemerintah (konversi). Sesuatu yang dihasilkan dari out put akan mendapatkan evaluasi dalam bentuk timbal balik (feed back) dari Muhammadiyah.
1. Apakah Muhammadiyah itu?
Muhammadiyah adalah persyarikayan yang merupakan gerakan Islam. Maksud gerakan adalah dakwah Islam amar’ma’ruf nahi munkar pada bidang yang pertama terbagi pada dua golongan; kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan ajaran-ajaran Islam yang murni, yang kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam, adapun dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Sedangkan pada bidang yang kedua adalah kepada masyarakat, bersifat perbaikan dan bimbingan serts peringatan. Kesemua itu dilaksanakan bersama dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata.
2. Sifat Muhammadiyah
Memperhatikan uraian tersebut diatas; apakah Muhammadiyah, dasar amal usaha Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalin dibawah ini:
Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah
Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
Menginsdahkan segala hukum, undang-undang, peraturan seta tokoh teladan yang baik.
Amar ma’ruf nahi mungkar dalam segala lapangan seta menjadi teladan yang baik.
Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan maksud: isilah pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
Membantu pemerintah serta kerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridloi Allah.
Bersifat adil serta kolektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penulisan
Penulisan tentang Peran dan Kiprah Muhammadiyah dalam Upaya Menciptakan Masyarakat Madani di Indonesia ini merupakan penulisan deskriptif analitis yang menggambarkan peran dan kiprah Muhammadiyah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Penulis menganalisis wacana baik yang berasal dari majalah ”Suara Muhammadiyah”, dokumen-dokumen resmi maupun wacana yang berhubungan dengan permasalahan diatas.
B. Unit Analisis dan Informan
Unit analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan unit analisis organisasi Muhammadiyah. Sedangkan informan berasal dari orang-orang yang berkecimpung dalam organisasi Muhammadiyah, baik anggota, mantan anggota atau pengurus yang masih aktif di Muhammadiyah ataupun Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah lainnya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Data yang diperoleh melelui dokumen mengenai peran dan kiprah Muhammadiyah dalam membangun masyarakat madani di Indonesia serta beberapa profile organisasi Muhammadiyah.
2. Wawancara
Data yang diperoleh memalui wawancara digunakan untuk melengkapi data-data dokumentasi (sekunder). Nara sumber berasal dari tokoh Muhammadiyah, dan juga Ortomnya seperti Nasyiatul Aisiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM).
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh melalui pengumpulan data tertulis baik berupa arsip, dokumen, serta buku-buku lainnya.
2. Data Primer
Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan tokoh Muhammadiyah baik di Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah, Cabang maupun Ranting yang memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
E. Teknik Analisis data
Penulisan ini menggunakan analisa data interaktif yang terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. Reduksi Data yaitu merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang dilakukan selama proses penulisan berlangsung.
b. Penyajian Data yaitu rangkaian informasi yang telah diolah dari reduksi data yang disusun secara sistematis sehingga memudahkan pemahaman.
c. Pengambilan Keputusan yaitu proses generalisasi dari data yang telah diolah, sehingga ditemukan kesimpulan yang berkaitan dengan kiprah dan peran muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat madani di bumi Indonesia.
BAB II
TINJAUAN HISTORIS MUHAMMADIYAH
A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Pembahasan mengenai sejarah berdidinya Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari situasi dan kondisi bangsa Indonesia. Latar belakang berdirinya Muhammadiyah juga tidak bisa dilepaskan dari aspek sosio-religius, sosio-pendiodikan dan realitas politik Bangsa Indonesia . Oleh karewna itu berdidirinya Muhammadiyah berhubungsan erat dengan tiga masalah pokok, yaitu: Pemikiran Islam Ahmad Dahlan, Realitas sosio-religius di Indonesia, dan realitas sosio-pendidikan.
1. Pemikiran Islam Ahmad Dahlan
Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan dalam arti ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai gagasan dan aksi sosial Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya, melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang menderita, tidak berpendidikan dan miskin .
Aktualisasi Islam tidak hanya secara probadi, manusia diwajibkan menegakkan Islam ditengah-tengah masyarakat. Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu, ataupun masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru. Jalan yang ditempuh Ahmad Dahlan adalah dengan menggembirakan umat Islam Indonesia untuk beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Bidang pendidikan misalnya, Ahmad dahlan mengadopsi sistempendidikan Belanda karena diangap efektif . Bahkan membuka peluang bagi wanita Islam untuk sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan ini menjadi masalah. Sedangkan dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan untuk memelihara anak yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak berkembang Yayasan-yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumahsakit PKU Muhammadiyah, dan tersbesar adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya terbesar di Indonesia.
2. Realitas Sosial Agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan praktik Ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat. Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut Alquran dan al hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang mereka. Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang dilakukan tanpa dasar pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah . Namun, gerakan pemurniannya dalam arti pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru dilakukan pada tahun 1916.Dalam konteks sosio-agama ini, Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah yang terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul, Bid’ah, Khurafat).
3. Realitas sosio-Pendidikan di Indonesia
Ahmad dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan Barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler. Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad Dahlan mengkaji secara mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak dan Iptek.
B. Proses Berdirinya Muhammadiyah
Proses berdirinya Muhammadiyah bermula dari perbincangan Ahmad Dahlan dan Organisasi Budi Utomo. Budi Utomo merupakan Organisasi Modern saat itu yang digunakan Ahmad Dahlan sebagai pintu gerbang membuka jalan bagi berdirinya Muhammadiyah .
1. Pertemuan Ahmad dahlan dengan Budi Utomo
Pertemuan Ahmad Dahlan dengan Budi Utomo dimulai tahun 1909 melalui Djojosumarto (orang kepercayaan dr. Wahidin Sudirohusodo). Pertemuan tersebut menyebabkan dirinya tertarik dengan organisasi tersebut. Bahkan Ahmad Dahlan ditunjuk sebagai penasihat masalah-nmasalah Agama. Melalui posisi ini Ahmad dahlan memulai sasaran gandanya yaitu mempelajari ilmu keorganisasian dan mengaktualisasikan ajaran Islam. Sasaran utamanya adalah mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Metode pendekatan yang dilakukan Ahmad Dahlan yaitu pendekatan yang tidak formal dengan metode ilmiah (memadukan teks dengan konteks, ayat dengan realitas dan akliyah dengan nakliyah).
2. Pendirian Lembaga Pendidikan Madratsah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan Sekolah rakyat yang diberi nama Madratsah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Madrasah tersebut didirikan dengan biaya sendiri dan atas inisiatif sendiri. Lembaga pendidikan ini “mengawinkan” sistem pendidikan pesanten dengan sistem pendidikan Barat. Ahmad Dahlan mengadakan modernisasi dalam pendidikan Islam yaitu memakai sistem pondok yang hanya mengajarkan pelkajaran agama ditambah dengan ilmu-ilmu umum.
Ahmad Dahlan memiliki keyakinan bahwa untuk mencerahkan masyarakat indonesia, jalan yang ditempuh ialah mengambil pelajaran dan ilmu Barat. Awalnya Ahmad dahlan mendapatkan cercaan, cacian dan olokan dari masyarakat karena dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam dan masuk kristen. Kemudian lama kelamaan, masyarakat melihat sendiri hasilnya, murid-muridnya cerdas, kritis namun juga tekun beribadah. Akhirnya masyarakat sadar bahwa Ahmad Dahlan hanya meminjam jalan atau cara sistem belajar saja sedangkan kandungan dan ilmu yang diajarkan tetap Islami.
3. Proses Proklamasi Muhammadiyah
Berawal dari usulan seorang siswa terkait Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah kedepan. Siswa tersebut mengusulkan bahwa Madrasah tersebut kedepan hendaknya dikelola suatu organisasi agar terjaga eksistensinya. Gagasan cerdas siswanya membuat Ahmad Dahlan terharu.
Kemudian Ahmad Dahlan mengumpulkan orang-orang dekatnya untuk memikirkan berdirinya organisasi tersebut. Agenda pertemuan tersebut membahas nama perkumpulan, maksud dan tujuannya. Perkumpulan tersebut oleh Ahmad dahlan diberinama “Muhammadiyah”, yang diambil dari nama nabi Muhammad. Artinya organisasi Muhammadiyah ini adalah organisasi akhir zaman sebagaimana rasululllah Muhammad SAW adalah nabi akhir zaman.
Kemudian Ahmad Dahlan dan keenam anggota Budi Utomo yang juga sepakat mendirikan Muhammadiyah, mengajukan permohonan hoofdbestuur Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah kepada Pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 18 November 1912 permohonan tersebut dikabulkan dan bahkan mendapat dukungan kuat dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Adapun susunan kepengurusan Muhammadiyah pertamakali dibentuk, sebagaimana tercantum dalam surat izin pendiriannya:
Presiden/ Ketua : KH. Ahmad Dahlan
Sekretaris : H. Abdullah Siradj
Anggota : H Ahmad
: H Abdur Rahman
: H Muhammad
: RH Djaelani
: H Anies
: H Muhammad Fakih
Seteleh semua perlengkapan sudah siap, prosesi prokalmasi Muhammadiyah dilakukan pada bulan Desember 1912 di Gedung pertemuan Loodge Gebuw pukul 20.30 sampai 23.30 WIB.
BAB III
KIPRAH MUHAMMADIYAH DALAM TERWUJUDNYA
MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
A. Peran Politik Muhammadiyah pada Awal Kemerdekaan Indonesia
Sejarah telah membuktikan partisipasi dan keterlibatan Muhammadiyah dalam dinamika perkembangan Indonesia dalam tataran lokal maupun nasional. Setelah Maklumat Pemerintah No.X/1945 dikeluarkan, banyak bermunculan partai-partai politik baru termasuk Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Masyumi didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 dalam sebuah Konggres di gedung Madratsah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta. Hampir semua organisasi Islam baik lokal maupun nasional mendukung kehadiran Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia. Bahkan Muhammadiyah menjadi anggota Istimewa Masyumi . Disisi lain banyak juga tokoh Muhammadiyah yang duduk di BPUPKI seperti Abdul Kahar Muzakir dan Ki Bagus Hadikusumo.
Menurut Suwarno dalam tulisannya yang berjudul “Muhammadiyah sebagai Oposisi: Studi tentang Perubahan Perilaku Politik Muhammadiyah Periode 1995-1998” mencatat beberapa kiprah dan inisiatif Muhammadiyah dan Amien Rais.
Pertama, Muhammadiyah yang 33 tahun lebih tua usianya dari Republik ini tidak ada salahnya jika ikut urun rembug pada tahapan perjalanan bangsa yang krusial sepeti suksesi. Bahkan hal itu dirasakan sebagai kewajiban moral bagi Muhammadiyah.
Kedua, pada November 1994, Muhammadiyah menolak rencana Mendikbud Wardiman Djojonegoro yang akan memberlakukan lima hari sekolah. Muhammadiyah menyatakan bahwa rencana lima hari sekolah mengandung kerawanan agama, sosial politik, sehingga dapat mengganggu kelancaran pembangunan nasional.
Ketiga, memasuki awal tahun 1997, Muhammadiyah yang terwakili Amien Rais membongkar skandal proyek tambang emas di Busang, Kalimantan Timur dan PT Freeport di Papua. Amien Rais menilai bahwa pembagian keuntungan dari hasil eksplorasi tambang ini sama sekali tidak adil. Selain itu pertambangan juga merusakkan sistem ekologis, rusaknya jutaan hektar hutan tropis, dan semakin lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan si miskin karena trickel down effect sama sekali tidak terjadi.
Berbagai kritikan Amin Rais yang dinilai sangat keras, akhirnya menyebabkan pergesekan dan friksi dengan penguasa. Tindakan Amin Rais mendapat tanggapan serius dari Pemerintah.Amin Rais justru dituduh telah berbuat subversif dan sangat berbahaya. Padahal maksudnya jelas, ingin menyadarkan bangsa ini dari ketertindasan.
Pernyataan kritis Amin Rais maupun Muhammadiyah merupakan aktualisasi dari matan kepribadian Muhammadiyah, yang berbunyi “Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar yang ditujukan pada dua bidang yaitu perorangan dan masyarakat”.
1. Pemasukan Tujuh Kata Piagam Jakarta dalam Amandemen UUD 1945
Menjelang Sidang Tahunan MPR RI Agustus 2000, muncul perdebatan di parlemen mengenai pencantuman Piagam Jakarta ke dalam Pembukaan UUD 1945. sidang Tahunan MPR tersebut membicarkan amandemen UUD 1945 pasal 29 ayat 1 tentang penegakan Syariat Islam sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang disahkan oleh BPUPKI tanggal 22 Juni 1945. bunyi Piagam jakarta tersebut ialah: ...”Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya,”. Fraksi di MPR yang menyetujui waktu itu adalah PBB, PPP dan Organisasi Persatuan Islam. Sedangkan Fraksi lain menolak, bahkan NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam terbesar waktu itu juga menolak dimasukkannya tujuh kata dari Piagam Jakarta tersebut.
Argumen yang kemukakan adalah formalisasi agama harus didukung oleh budaya dan kesadaran beragama, bukan semata tertulis dalam konstitusi. Campur tangan negara dalam pelaksanaan syariat agama tertentu akan menimbulkan bahaya laten. Campurtangan seperti itu akan menimbulkan sejumlah distorsi atas pelaksdanaan agama itu sendiri dan politisasi agama untuk tujuan sesaat partai-partai yang sedang berkuasa. Apabila syariat Islam itu menjadi ketetapan dalam Konstitusi, maka akan ada tuntutan yang sama dari agama lain, sehingga akan menimbulkan gesekan antarumat beragama yang mengancam kesatuan nasional.
PP Muhammadiyah mengeluarkan Surat Edaran bernomor: 10/EDR/1.0/1/2002 yang berjudul : “Penjelasan Sikap Muhammadiyah tentang Penegakan Syariat Islam dan Perubahan Pasal 29 UUD 1945” .
Pendapat Syafi’i Ma’arif yang kemudian disepakati oleh organisasi Muhammadiyah tersebut diatas, sebenarnya bukanlah penolakan (menafikan) penegakan syariat Islam di Indonesia, tetapi lebih pada perelevansian dengan realitas dilapangan. Apabila berdasarkan realitas sejarah, pelaksanaan Syariat Islam itu belum mungkin diterapkan, maka tidak boleh dipaksakan karena bertentangan dengan sejarah. (Syarifah, 2004:101)
2. Penerimaan RUU Sisdiknas
Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) sebagai pengganti UU No.2 Tahun 1989 telah dibicarakan sejak era Yahya Muhaimin. Muhammadiyah bersama MUI dan PBNU yang mendukung RUU ini menyatakan bahwa keberadaan RUU Sisdiknas ini sudah sangat menghargai pluralisme dan menghargai Hak Asasi Manusia. Pasal 12 ayat 1 butir a yang berbunyi :”Setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subjek dalam proses pendidikan yang berhak; mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
Dalam rangka menindaklanjuti pemberlakuan UU Sisdiknas, Muhammadiyah melakukan kajian-kajian baik menyangkut peraturan maupun penerapannya. Berkaitan dengan pelaksanaan UU Sisdiknas, PP Muhammadiyah menyiapkan tim khusus untuk melakukan kajian-kajian mengenai peraturan pemerintah serta penerapannya di lapangan. Langkah ini dilakukan agar draft Peraturan Pemerintah tentang Sisdiknas dapat menciptakan sistem Pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa, pro-pluralisme serta tidak menimbulkan kontroversi didalam masyarakat.
3. Pemberantasan Korupsi
Salah satu pendorong munculnya reformasi 1998 adalah keinginan untuk memberantas korupsi. Akan tetapi, setelah reformasi berjalan delapan tahun praktek korupsi semakin merajalela. Otonomi daerah yang lahir sebagai koreksi pemerintahan sentralisasi justru ikut menyebarluaskan praktik haram tersebut kesemua lini pemerintahan.
Mengapa korupsi sulit diberantas hingga keakar-akarnya? Pertanyaan ini menjadi persoalan yang hangat dikalangan pejabat yang masih bisa dikatakan “bersih”. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertama, banyak pemimpin Indonesia yang mapan dengan kebiasaan korupsi. Kedua, kompetisi politik sangat lemah. Ketiga, sistem perwakilan proporsional dengan pembatasan yang berlaku bagoi partai politik peserta pemilu, membuat masing-masing politisi lebih bergantung pada pimpinan partai untuk kelangsungan hidup maupun keberhasilan politikinya ketimbang menyuarakan aspirasi rakyat pemilihnya. Umumnya orang menilai korupsi di lembaga pemerintahan disebabkan karena rendahnya gaji (upah), system rekruitmen, karier yang kolutif, lemahnya system pengawasan internal, dan sanksi yang tidak fungsional serta diperparah dengan system administrasi pemerintahan yang tidak transparan. Sementara system control eksternal (social control) seperti mekanisme pra-peradilan terbukti tidak bisa diharapkan banyak, dalam system peradilan yang korup .
Dalam kondisi seperti ini, Muhammadiyah – NU ikut serta menuntaskan permasalahan bangsa yang sedang mengalami multi krisis ini. Berkaitan dengan pemberantasan korupsi, Muhammadiyah-NU bekerjasama Kemitraan Bagi pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi”. Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi ini dideklarasikan pada hari Senin, 17 September 2003 di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Pada tanggal 15 Oktober 2003, Muhammadiyah dan NU menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman untuk berkoalisi membangun kerjasama pemantauan korupsi, mulai dari pemerintas pusat hingga daerah.
Muhammadiyah dan NU sepakat menggunakan jaringannya masing-masing di daerah-daerah untuk memperketat pengawasan korupsi. Salah satu fokus kerjasama tersebut adalah memantau daftar calon legislatif dalm Pemilu 2004. koalisi Muhammadiyah dan NU berhasil menyerahkan daftar nama calon legislatif yang berdasarkan penelitian khusus tersebut terbukti telah melakukan praktik korupsi di masa lalu. Daftar tersebut akan diberikan pada Wakil Presiden waktu itu Hamzah Haz, untuk ditindak lnajuti. NU dan Muhammadiyah juga menyerukan pada para Da’i, aktivis dan kiainya untuk mengkampanyekan anti-korupsi di daerah-daerah masing-masing.
4. Penolakan RUU KRR
Untuk mengatasi trauma masyarakat dan menjadikan bangsa Indonesia lebih damai di masa datang, DPR bersama Pemerintah melalui Panitia Khusus membuat Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). Tugas pokok dari Pansus KKR adalah mengungkap kebenaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia terutama berkaitan dengan pelanggaran HAM. Dalam rapat dengar pendapat umum pansus RUU KKR, kalangan perguruan tinggi kebanyakan menyetujui terbentuknya RUU KKR tersebut.
Tanggapan lain muncul dari 3 organisasi keagamaan yaitu Dewan Dakwah Indonesia (DDI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Sehari sebelum rapat dengan pendapat umum Rabu 3 Desember 2003, ketiga organisasi keagamaan tersebut menyatakan penolakan terhadap terbentuknya RUU KKR. Mereka menilai keberadaan UU KKR tidak bisa memberikan jaminan terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan RUU KKR tidak bisa direalisasikan sehingga khawatir justru menjadi sumber konflik baru yang malah menggangu stabilitas pilitik dan ekonomi. Pengungkapan kebenaran sejarah yang sering diwarnai kepentingan politik sangat rentan mendatangkan konflik yang lebih kompleks lagi.
B. Usaha-usaha Muhammadiyah dalam mewujudkan terciptanya Masyarakat Madani di Indonesia
1) Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni seta mempergiat penelitian menurut tuntunan Islam.
2) Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk membangun dan memelihara tempat ibadah dan waqaf.
3) Membina dan menggerakkan angkatan muda, sehingga menjadi muslim yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
4) Membimbing masyarakat kearah perbaikan kehidupan dan mengembangkan ekonomi sesuaai dengan ajaran Islam.
5) Memelihara, melestarikan, dan memberdayakan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat.
6) Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya.
7) Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-menolong dalam kebajikan an taqwa dalam bidang kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan keluarga sejahtera.
8) Memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa dan peran serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
C. Program-program Muhammadiyah yang mengarah pada Terciptanya Masyarakat Madani di Indonesia
1. Perkaderan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
a. Menyusun konsep perkaderan dan mengoperasionalisasikannya secara simultan (menyeluruh) dan terpadu dilingkungan pendidikan, keluarga maupun organisasi otonom Muhammadiyah.
b. Mempriorotaskan pengembangan study lanjut dalam mengembangkan kualitas sumberdaya kader Muhammadiyah yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dan terlembaga.
c. Menyelenggarakan Darul Arqom, Baitul Arqam, Up-Grading, Job-Training dan kegiatan-kegiatan perkaderan lainnya secara terpadu dan terarah.
d. Mengembangkan kerjasama penyelenggaraan pendidikan khusus seperti pendidikan non-formal untuk pengembangan SDM.
e. Mengembangkan pusat studi, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara sistematik.
2. Pendidikan
a) Menyiapkan pendidikan Muhammadiyah di seluruh jenjang dalam memasuki persaingan yang keras dan kualitatif pada era globalisasi yang dapat menjadi model keunggulan dimasa depan.
b) Memprioritaskan peningkatan kualitas Sekolah dasar sebagai basis bagi pengembangan kualitas Pendidikan Menengah dan Tinggi yang memberikan peluang bagi subjek didik untuk berkembang baik kepribadian maupun intelektualnya.
c) Meningkatkan kualitas kesejahteraan guru sebagai faktor pendukung bagi pengembangan kualitas pendidikan.
d) Peningkatan kualitas pendidikan pesantren dan madrasah yang dapat menjadi salah satu unggulan dari pendidikan Muhammadiyah di masa depan.
e) Mengembangkan jaringan dan kerjasama yang dapat memecahkan kesenjangan antara sekolah-sekolah yang maju dan tertinggal sehingga dapat menciptakan keungulan kualitas yang merata.
f) Memberikan bea siswa kepada siswa yang berprestasi, kurang mampu dan atau terkena musibah.
g) Mengembangkan perencanaan strategis di Lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah untuk meningkatkanh kualitas dan misi dengan mengarahkan peningkatan kompetensi lulusan dari segi mutu akademik, kepribadian dan keprofesionalitasan.
3. Pengembangan Sosial-Budaya dan Peradaban Islam
a) Mengembangkan apresiasi sosial-budaya atau kebudayaan dalam cakupan khusus seperti kesenian, kesusastraaan, dan pariwisata untuk memberikan nuansa kehalusan budi guna membentuk keluhuran jiwa kemanusiaan dalam bermasyarakat.
b) Memproduksi film, buku, dan seni pertunjukkan yang membawa pesan profetik (kerisalahan) dalam setting kebudayaan Islam di tengah kehidupan masyarakat modern yang penuh tantangan dan kekerasan.
c) Mengembangkan seni dan budaya islami yang dapat menghidupkan fitrah kemanusiaan yang indah, halus, dan utama, sehingga terbentuk peradaban manusia yang damai dan sejahtera.
4. Kesehatan dan Kulaitas Hidup
a) Meningkatkan mutu pelayanan medik dan lembaga pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin dan Balai Pengobatan di Lingkungan amal usaha Muhammadiyah dengan disertai pembinaan internal yang bersifat signifikan sehingga benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
b) Mengembangkan pendidikan tenaga kesehatan baik jumlah maupun mutu sesuai dengan kebutuhan dalam sistem perencanaan yang menyeluruh.
c) Mengembangkan Jaminan pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) dan pembinaan kesehatan umat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas.
d) Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan untuk kesehatan masyarakat seperti penanggulangan HIV/AIDS, bahaya rokok, pemberantasan kecanduan miras dan narkoba, peningkatan kesehatan ibu dan anak, peningkatan kualitas gizi masyarakat dan sebagainya.
5. Pengembangan Masyarakat
a) Meningkatkan usaha-usaha pengembangan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dhu’afa, mustadz’afin dan kelompok-kelompok sosial yang membutuhkan penyantunan dan advokasi baik diperkotaan maupun pedesaan dari berbagai segmen sosial seperti buruh, petani, nelayan, suku terasing, tramnsmigran, kaum Difabel, anak miskin dan yatim, kaum jompo, anak terlantar, dan kelompok sosial marginal lainnya.
b) Mengembangkan program-program unggulan Bina Masyarakat Sejahtera (Qoryah Thoyyibah), Balai Pendidikan Ketrampilan (BPK), Balai Ketrampilan Anak Asuh (BLKA), Bantuan penanganan bencana alam, penyantunan lansia, Rumah Bina Anak Jalanan, pondok rehabilitasi narkoba, dan program-program lainnya yang dapat dikembangkan didesa maupun diperkotaan.
c) Melaksanakan pelatihan motivator untuk pengembangan masyarakat dan pembinaan kesejahteraan sosial di berbagai tingkatan.
d) Selalu mengkampanyekan dan mengusahakan berbagai bentuk kegiatan yang mengarah pada terciptanya Masyarakat madani yang menjunjung tinggin nilai-nilai persamaan (equality), keterbukaan (fairness), partisipasi (partisipation), dan toleransi (tolerance).
6. Ekonomi dan Kewiraswastaan
a) Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman seperti mengenai etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, masalah monopoli-eligopoli-kartel, keuangan dan permodalan, teori ekonomi Islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dunia ekonomi
b) Pengembangan program pemberdayaan ekonomi rakyat meliputi pengembangan sumberdaya manusia dalam aspek ekonomi, penbentukan dan pengembangan lembaga keuangan masyarakat, pengembangan kewirausahaan dan usaha kecil, dan lain-lain.
c) Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan program-program ekonomi dan kewiraswastaan di masyarakat.
d) Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot proyek pengembangan ekonomi kecil dan menengah baik secara mandiri maupun kerjasama dengan lembaga luar.
7. Pelestarian Lingkungan Hidup
a) Memasyarakatkan gerakan hidup sehat dan sadar lingkungan sebagaimana pesan leluhur ajaran Islam bahwa kebersihan sebagian dari iman dan hendaknya memakmurkan bumi ini dengan tidak merusak kelestariannya.
b) Melaksanakan dan mengambil peran aktif dalam gerakan-gerakan dan pengembangan program/kegiatan pelestarian lingkungan hidup baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan pemerintah dan LSM yang bergerak dalam pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup.
c) Berperan aktif dalam mendukung dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup maupun dalam kukan rehabilitasi dan konservasi tarhadap lingkungan hidup yang telah mengalami kerusakan.
d) Mendorong dan ikut serta dalam mengawasi tindakan-tindakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang merusak dan mengancam kelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam di bumi Indonesia.
8. Pembinaan Supremasi Hukum dan Penegakan Hak Asasi Masnusia
a) Mendukung dan mengusahakan berbagai upaya untuk penegakan supremasi hukum dalam kehidupan masyarakat, berbagsa dan bernegara sebagai bagian penting dari perwujudan reformasi melalui berbagai program langsung maupun tidak langsung termasuk dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang berkenaan dengan pelanggaran HAM, kasus KKN, dan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya sehingga tercipta budaya hukum dalam kehidupan masyarakt, bangsa dan negara.
b) Mendirikan dan melakukan lembaga advokasi hukum terhadap kasus-kasus yang dialami masyarakat bawah dan memerlukan perlindungan hukum.
c) Memasyarakatkan budaya taat hukum, keluarga sadar hukum (kadarkum) melalui sosialisasi di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk tegaknya supremasi hukum dan budaya taat hukum.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang berumur lebih tua dari bangsa ini sangat wajar jika ikut berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan bangsa. Dalam arti memberikan kontribusi riil terhadap masa depan bangsa. Sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, muhammadiyah tidak bisa tinggal diam dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai konsekuensinya muhammadiyah dalam gerakannya harus senantiasa berdimensi dakwah baik dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial dan budaya. Melihat kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah carut marut dan jauh dari nuansa religius, muhammadiyah merasa bertanggung jawab untuk ikut menyelesaikan masalah sosial tersebut dan berupaya sebaik mungkin dalam mewujudkan terciptanya masyarakat utama yang cerdas, berpendidikan, berkualitas, mandiri tertib hukum, tolong menolong dan diridloi Allah SWT.
Dalam perjalannya Muhammadiyah telah memberikan banyak sumbangsihnya terhadap upaya terciptanya masyarakat madani di Indonesia. Tidak sedikit program dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah yang mengarah pada terciptanya civil society di Indonesia, baik itu di tingkatan nasional maupun lokal. Beberapa kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan nasional diantaranya, pertama, menjelang Sidang Tahunan MPR RI Agustus 2000, Muhammadiyah menolak dimasukkannya tujuh kata Piagam jakarta ke dalam Amandemen UUD 1945. muhammadiyah menyadari bahwa dengan dimasukkannya tujuh kata Piagam jakarta kedalam Amandemen UUD 1945 akan membangkitkan kembali prasangka-prasangka lama dari kalangan luar Islam mengenai “Negara Islam” di Indonesia. Prasangka seperti itu juga mengandung bahaya terhadap integrasi bagsa yang saat ini mengalami ancaman dari berbagai sudut.
Kedua, Muhammadiyah mempunyai peran dan kontribusi yang besar dalam penyusunan dan pengesahan RUU Sisdiknas. Sejak proses sosialisasi dan perumusan awal di Panitia Kerja Komisi VI DPR RI, PP Muhammadiyah bersama MUI dan ormas-ormas Islam lainnya berperan aktif sampai pengesahan di DPR RI menjadi UU Sisdiknas pada tanggal 10-11 Juni 2003 yang penuh dinamika dan kontroversial.
Ketiga, Muhammadiyah-NU bekerjasama dengan Kemitraan Bagi pembaharuan Tata Pemerintahan mendeklarasikan berdirinya “Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi”, pada hari Senin, 17 September 2003 di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang Jawa Timur. Salah satu point terpenting dalam deklarasi tersebut adalah bahwa Muhammadiyah dan NU akan berjuang dan berjihad dengan sungguh-sungguh untuk melawan praktik korupsi di segala bidang serta menginstruksikan kepada seluruh pengurus disemua tingkatan untuk terlibat secara aktif dalam mensosialisaikan gerakan tersebut.
Keempat, bersama NU dan DDI, Muhammadiyah menolak RUU KKR. Muhammadiyah menilai bahwa keberadaan RUU KKR yang diusulkan pemerintah kurang efektif untuk direalisasikan. Keberadaannya tidak akan bisa memberikan jaminan terwujudnya rekonsiliasi. Bahkan dikhawatirkan akan menjadi sumber konflik baru yang dapat menggangu stabilitas politik dan ekonomi.
Selain kebijakan yang mencakup sektor nasional diatas, kebijakan-kebijakan program kerja Muhammadiyah juga diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia, diantaranya program kerja dibidang pengkaderan dan Sumber Daya Manusia, Pendidikan, Kesehatan, pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat, Supremasi Hukum dan Bidang Lingkungan Hidup yang kesemuanya diarahkan pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
B. SARAN
Sebagaimana yang tercantum dalam Anggaran dasar Muhammadiyah Pasal 1 ayat 1 tentang: Nama dan Identitas, disebutkan bahwa :”Persyarikatan ini bernama Muhammadiyah dengan identitas sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al Qur’an dan As Sunah”. Oleh karena itu, sebagai ormas Islam yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, hendaknya Muhammadiyah:
1. Dalam bidang sosial-kemasyarakatan, Muhammadiyah diharapkan lebih intensif dalam melakukan usaha-usaha pengembangan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dhu’afa, mustadz’afin dan kelompok-kelompok sosial yang membutuhkan penyantunan dan advokasi baik diperkotaan maupun pedesaan dari berbagai segmen sosial seperti buruh, petani, nelayan, suku terasing, tramnsmigran, kaum Difabel, anak miskin dan yatim, kaum jompo, anak terlantar, dan kelompok sosial marginal lainnya.
2. Dalam bidang ekonomi Muhammadiyah mampu mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berorientasi kerakyatan dan keislaman seperti mengenai etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen, masalah monopoli-eligopoli-kartel, keuangan dan permodalan, teori ekonomi Islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan dunia ekonomi.
3. Muhammadiyah sebagai Ormas Islam yang menyumbangkan lembaga pendidikan terbesar di Idonesia diharapkan mampu meningkatan kualitas pendidikan baik formal (SD, SLTP, SLTA. PTM) maupun non-formal (pesantren dan madrasah) yang dapat menjadi salah satu unggulan dari pendidikan Muhammadiyah di masa depan. Selain itu Muhammadiyah yang –hampir selalu- dipercayai memegang tampuk kepemimpinan dalam departemen Pendidikan, agar mampu mengembangkan jaringan dan kerjasama yang dapat memecahkan kesenjangan antara sekolah-sekolah yang maju dan tertinggal sehingga dapat menciptakan keungulan kualitas yang merata menuju pencverahan umat dan mengarah pada terciptanya masyarakat madani di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mulkan, Abdul Munir. 2000. Menggugat Muhammadiyah. Yogyakarta: Fajar Putaka Baru.
___________________. 2003. Moral Politik Santri: Agama dan Pembelaan Kaum tertindas. Jakarta: Erlangga.
___________________. 2003. Nyufi Cara Baru Kiai Ahmad Dahlan dan Petani Modernis. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Fatoni, Farid. 1990. Kelahiran yang Dipersoalkan: Seperempat Abad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 1964-1989. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Nashir, Haedar. 2000. Dinamika Politik Muhammadiyah. Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Aly, Abdullah, Mulyadi, dkk. 2001. Muhammadiyah dan Kritik. Surakarta: UMS Press.
Rais, Muhammad Amien. 2004. Hubungan antara Politik dan Dakwah. Bandung: Mujahhid Press.
____________________. 2003. Siasat Gerakan Kota: Jalan Menuju Masyarakat Baru. Yogyakarta: Penerbit Sholahuddin.
Tamimy, M.Djindar. 1990. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah, “Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha”. Yogyakarta: Kerjasama Tiara Wacana dan UMM Press.
Hidayat, Syamsul, dkk. 1997. Studi Kemuhammadiyahan, Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi. Surakarta: LSI UMS.
Syarifah. 2004. Skripsi. Muhammadiyah dibawah Kepemimpinan Ahmad Syafi’i Maarif. Surakarta: Fakultas Sastra UNS.
Sumber lain
Berita Resmi Muhammadiyah No. 04/ 2003, PT Surya Utama Yogyakarta.
Majalah Tempo, 22 Februari 2004
Media Inovasi, Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, No. 1 Tahun VII/ 1996.
Suara Muhammadiyah, No. 15/ Th Ke-86/1-15 Agustus 2001.
Suara Muhammadiyah, No. 19/ Th Ke-88/ 1-15 Oktober 2003.
Suara Muhammadiyah, No. 20/ Th Ke-88/16-31 Oktober 2003.
Suara Muhammadiyah, No. 21/Th Ke-88/ 1-15 November 2003.
Suara Muhammadiyah, No. 06/Th Ke-89/ 16-30 Maret 2004
Suara Muhammadiyah, No. 07/Th Ke-89/ 1-15 April 2004.
Suara Muhammadiyah, No. 08/Th Ke-89/ 16-30 April 2004.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Insightful work Taufiq. Keep up the good work. However, you need to gain a far reaching examination of what Muhammadiyah has achieved on your case study areas. Similarly, you need to mention the works in which you cite in like Heffner 1998, Malik Fajar and any others in your Daftar Pustaka.
Tks mr Isa, iam really need study more to u
Posting Komentar