Rabu, 25 Februari 2009

Hukum dan Investasi


IKLIM BISNIS DAN INVESTASI
INDONESIA
PASCA PEMILU 2004

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsolidasi fiskal dan stabilitas ekonomi makro sampai saat ini dapat dijaga pada kondisi yang cukup baik, keseimbangan makro tersebut belum ditransaksikan pada keseimbangan di pasar tenaga kerja, dimana angka pengangguran terus meningkat, yang saat ini (30/4/2004) mencapai 10 juta orang. Selain itu, berbagai aktivitas pemerintahan, seperti masih maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), belum pulihnya sektor riil, serta buruknya kualitas pelayanan umum, merupakan hal yang belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah sekarang, sehingga berpotensi menjadi faktor penghambat proses pemulihan ekonomi.
Menjadi menarik tentunya ketika dikaitkan dengan platform partai politik peserta pemilu beberapa waktu lalu. Sebagai mana telah diulas di berbagai media masa, esensi platform yang ditawarkan parpol pada umumnya lebih menekankan pada aspek yang dianggap mampu menarik masa pemilih dengan nuansa populis. Berbagai kelemahan yang terjadi sepanjang pemerintahan saat ini menjadi topik pokok platform ekonomi parpol.
Ada enam topik yang paling banyak diekspos parpol didalam platform ekonomi mereka, yaitu meningkatkan anggaran pendidikan dan kesehatan (22 parpol), memberantas KKN dan reformasi aparatur negara (16 parpol), penciptaan lapangan kerja (15 parpol), mengoptimalkan penggunaan Sumber daya alam (13 parpol), melakukan kerjasama ekonomi luar negeri (11 parpol), dan pemberdayaan ekonomi daerah (10 parpol).
Berikut ini kami paparkan 15 topik platform partai politik dibidang ekonomi, dalam pemilu 2004.
15 TOPIK PLATFORM EKONOMI PARTAI POLITIK
No. Topik Jumlah Parpol
1. Mengurangi pengangguran
□ Penciptaan lapangan kerja 15
□ Memberdayakan TKI 3
□ Transmigrasi 3
2. Mengurangi kemiskinan
□ Distribusi pendapatan lebih adil 9
□ Jaminan sosial 7
□ Sistem pajak yang adil 4
3. Meningkatkan devisa
□ Meningkatkan ekspor 2
□ Meningkatkan daya saing 2
□ Kerjasama ekonomi luar negeri 11
4. Mengurangi utang luar negeri 5
5. Mengembangkan Industrialisasi
□ Meningkatkan produktivitas 5
□ Membangun industri hulu-hilir 4
□ Mengembangkan teknologi 5
□ Membuka akses informasi 3
□ Mengoptimalkan pemanfaatan SDA 13
□ Menghapus monopoli 7
□ Mengembangkan industri pariwisata 4
6. Memberantas KKN dan reformasi aparatur negara 16
7. Meningkatkan anggaran pendidikan dan kesehatan 22
8. Meningkatkan pelayanan umum 4
9. Pemberdayaan APBN dan perpajakan 5
10. Peningkatan investasi 4
11. Restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan 7
12. Pemberdayaan dan restrukturisasi BUMN 3
13. Menjaga stabilitas nilai tukar 4
14. Pemberdayaan otonomi daerah 10
15. Land form 4
Sumber: Aviliani, Bisnis Indonesia, 2 April 2004
Dari beberapa data diatas, ada stigma bahwa pemilu 2004 akan membawa angin segar bagi indonesia khususnya di bidang ekonomi. Tidak sedikit parpol yang membawa isu-isu ekonomi untuk menggait suara masyarakat. Tentunya inilah yang ditunggu-tunggu oleh para investor, yang ingin berinvestasi di Indonesia. Karena diharapkan pemerintahan yang baru terbentuk akan mampu memberikan kondisi yang aman yang membuat investor nyaman untuk melanggengkan bisnisnya. Sekarang ini banyak kalangan investor asing yang sudah mengincar Indonesia sebagai lahan investasi, namun mereka tidak ingin tragedi Mei 1998 terulang kembali-yang mengakibatkan para investor hengkang dari Indonesia-sehingga mereka harus menunggu membaiknya kondisi Hukum dan keamanan Indonesia. Dan pemilu adalah salah satu harapan untuk mewujudkannya.

B. Permasalahan
Perekonomian suatu negara tidak akan pernah lepas dari kondisi perpolitikan dan kebijakan yang dibuat penguasa. Artinya, maju dan tidaknya perekonomian suatu negara sangat bergantung pada kondisi politik dan kebijakan-kebijakan penguasa. Andai kata Bung Hatta tidak gigih memperjuangkan term ekonomi kerakyatan, barangkali dalam UUD 1945 tidak pernah ada ayat 33. Pemikiran “sosialisme” Bung Hatta yang pernah mewarnai sejarah perekonomian nasional akan diterima secara salah bila pemikiran tersebut dimasukkan kedalam kandang Marxisme. Sebab, tidak satu pun pemikiran Bung Hatta yang mengarah pada sosialisme Karl Marx hendak diimplementasikan di bumi berdemokrasi Pancasila ini. Bahkan kita tahu, ia adalah seorang Muslim yang saleh dan bertaqwa, negarawan yang bercakrawala kosmopolit, sekaligus seorang demokrat sejati.
Lantas kini apa yang dapat dirasakan atas historikal pemikiran “sosialisme” Bung Hatta? Tentunya banyak hal; salah satu diantaranya adalah masalah akumulasi aset nasional yang ada di tangan beberapa gelintir orang. Ini bermula dari proteksi yang ditenggak, yang justru memicu sindrom monopoli dan kolusi. Sementara itu, kaum marginal acap kali sekedar menjadi “penonton” pembangunan ekonomi. Itu pun masih dikatakan untung menjadi “penonton”,karena tidak lama lagi mereka akan menjadi korban penggusuran, sehingga tatap visinya menjadi hitam kelam. Pada sisi lain, derasnya tekanan akan pentingnya stabilitas nasional justru menimbulkan kendala dalam proses pembangunan budaya demokrasi. Salah satu kendala itu menyangkut ketakutan masyarakat - termasuk kalangan akademik – untuk berbeda pendapat. Logika batu lebih dominan ketimbang logika air.
Kondisi ekonomim politik semacam ini jelas tidak sepaham dengan demokrasi ekonomi yang telah di tiupkan Bung Hatta, sebab “nafas” demokrasi ekonomi itu sendiri menghendaki aset nasional berada di tangan rakyat. Persoalannya sekarang, kenapa Indonesia yang “katanya” negara demokrasi perekonomiannya justru monopoli dan kolusi? Bagaimana kebijakan pemerintah yang katanya anti kapitalisme, anti kolonialisme dan anti KKN? Ini adalah penyakit kronis negara Indonesia, yang telah menyerang selama bertahun-tahun. Mungkin pergantian pemimpin Pemilu bisa menjadi “obat” dan penawar terhadap penyakit itu.































BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsumen mulai Mengkhawatirkan Pemilu
Hasil survei Dana Reksa Research Institute bulan Februari yang disiarkan Kamis (25/3/2004) menunjukkkan, masyarakat mulai merasa khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi selama proses pemilu. Indeks kepercayaan konsumen (IKK) melemah tipis dari 97,7 menjadi 97,2 sebagai dampak dari kecemasan konsumen terhadap kemungkinan kegiatan kampanye tidak terkontrol. Indeks Ekspektasi (IE) turun 2,2 % menjadi 109,7 ditengah kekhawatiran bahwa pemilu akan menggangu proses pemulihan ekonomi.
Meskipun begitu, fundamental ekonomi di bulan Februari tidak memburuk, tercermin dari keyakinan masyarakat bahwa kondisi di bulan Februari membaik. Hal ini terbukti dari perbaikan Indeks Situasi Sekarang (ISS) yang naik dari 78,3 ke posisi tertinggi dalam sejarah survei di level 80,5. Perbaikan tersebut dilatarbelakangi semakin kuatnya kepercayaan konsumen terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Masyarakat yakin terjadi perbaikan ekonomi di tingkat lokal dan nasional yang berdampak positif pada penciptaan lapangan kerja baru selama Februari.
Akan tetapi masih terdapat keraguan akan berlanjutnya proses pemulihan ekonomi sebagai dampak dari ketidak pastian selama proses pemilu, termasuk masalah logistik pemilu yang belum terselesaikan. Masyarakat juga cemas akan adanya kekerasan selama proses kampanye baik legislative maupun presiden, yang pada gilirannya akan mengganggu proses pemulihan ekonomi. Periode pemilu yang berlangsung berbulan-bulan berpotensi mengganggu pemulihan perekonomian, sebab tak seorang pun tahu apa yang akan terjadi dalam enam bulan mendatang.
Puncak kekhawatiran masyarakat dan para investor, terjadi terutama pada saat-saat mendekati pemilihan umum presiden tanggal 5 Juli nanti. Salah satu imbas dari kekhawatiran tersebut berakibat pada penurunan nilai Rupiah. Dari hari kehari nilai jual Rupiah berangsur-angsur menurun, dan pada hari Sabtu 22 Mei 2004 tercatat Rupiah terhadap Dollar di hargai 9.070/ dollar. Berikut data terakhir yang kami himpun, pada hari Sabtu tanggal 22 Mei 2004;

KURS TRANSAKSI BANK INDONSIA
No. Mata Uang Beli (Rp) Jual (Rp)
1. US $ 8.980,00 9.070,00
2. Pound 15.960,15 16.124,65
3. Aust $ 6.255,47 6.332,70
4. Sin $ 5.227,01 5.282,47
5. MYR 2.362,85 2.387,16
6. HK $ 1.152,04 1.163,73
7. Yen 79,625 80,4435
8. Euro 10.748,16 10.860,42
Sumber : Stockwatch (Kompas /22/5/2004)

Dilatarbelakangi ketidakpastian itu, indeks kepercayaan konsumen terhadap pemerintah (IKKP) melemah 1,8 % menjadi 122,3 yang didorong oleh penurunan semua komponen pembentuk IKKP. Namun tidak berarti terjadi pemburukan kondisi ekonomi. (Kompas, 11/3/2004)

B. IHSG Jatuh 10 poin, Rupiah Melemah 40 poin
Harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terus tertekan menyusul aksi jual yang dilakukan investor menjelang kampanye hari pertama partai politik, Kamis 11 Maret 2004. Akibatnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh 10,751 poin atau turun 1,394%, ditutup pada level 760,327. Sementara nilai pasar rupiah di pasar spot antarbank Jakarta kembali melemah 40 poin, pada kurs Rp 8.585/Rp 8.590 per dollar AS.
Tekanan jual yang terjadi di bursa saham kemarin terlihat jelas dari banyaknya saham yang ditransaksikan mengalami penurunan harga. Sebanyak 133 jenis saham turun harganya, sedangkan yang meningkat harganya hanya 14 jenis saham. Jumlah saham yang tidak mengalami perubahan harga sebanyak 63 jenis saham.
Meskipun pasar tertekan aksi jual, perdagangan juga berlangsung semarak yang ditandai dengan 14.771 kali transaksi, menghasilkan volume saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 miliar dengan nilai transaksi Rp 813,3 Miliar. Bukan hanya karena faktor dalam negeri sehubungan dengan pelaksanaan pemilu 2004 , pasar saham maupun pasar valuta di Jakarta juga terkena imbas regional dan global yang di mulai dari Wall Street. Indeks –indeks saham di Amerika itu umumnya mengalami penurunan, yang diikuti Tokyo dan kawasan Asia.
Analisis pasar modal BNI Scurities, Norico Gaman, menilai, penurunan indeks ini tidak berlangsun lama. “Disamping itu memang ada dampak dari pimulainya pemilu, khususnya kampanye. Ini yang di antisipasi negatif oleh para investor dalam negeri. Mereka akan melihat pelaksanaan kampanye pada awal-awal ini, kalau aman dan lancar, maka indeks segera akan kembali bergairah” katanya. (Kompas, 26/3/2004)
Ada investor asing yang masih aktif melekukan transaksi di BEJ, dimana nilai transaksinya mencapai 40% dari total transaksi. “Karena investor asing melihat Outlook pemilu berjalan baik. Sekalipun hari ini net sell, tetapi akumulasi sejak Januari lalu ada kecenderungan net buy,”katanya. Selain ancaman keamanan tidak ada hal yang terlalu signifikan sehingga berpotensi mengguncang bursa. Selama kondisi keamanan dalam negeri terjaga, dan stabilitas politik terjaga pula, tidak akan ada masalah. Dua hal itu penting, karena menjadi perhatian utama para investor asing saat ini.

C. Saatnya untuk Berinvestasi.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Theo Toemion mengatakan, “Melihat stabilitas makro-ekonomi yang terjaga serta pelaksanaan pemilihan umum legislative yang berjalan aman dan damai, inilah momentum yang tepat bagi kalangan dunia usaha untuk menanamkan modalnya” (Kompas, 3/3/2004). Pandangan seperti itu tidaklah keliru. Melakukan sebuah investasi membutuhkan apa yang namanya momentum dan kesempatan. Indonesia sedang membutuhkan masuknya investasi untuk memperbaikn perekonomiannya. Negara yang mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan. Momentum untuk dilakukannya kegiatan itu sangat baik karena terbukti demokrasi yang dibangun di negeri ini dilakukan secara damai.
Hanya saja, pertanyaanya apakah cukup dengan itu investasi akan datang? Apakah dengan mengatakan sekarang ini saatnya untuk berinvestasi , pengusaha akan percaya dan segera melakukan itu? Ada sebuah pandangan menarik yang disampaikan Presiden Direktur PT Panasonoc Manufacturing Indonesia Horikawa Shuji. Bagi pengusaha berinvestasi itu ibarat air, ia pasti akan datang ke daerah yang lebih rendah. Pengusaha tidak terlalu memperdulikan keamanan, kondisi politik, ataupun urusan perburuhan. Sepanjang biaya yang harus di keluarkan lebih rendah, pasti mereka akan datang untuk menanamkan modalnya. Berdasarkan pengalaman pengusaha Jepang itu, Indonesia tidaklah menarik bagi masuknya investasi, dari pada negara-negara lain.
Sekarang ini semua negara sedang mempercantik diri untuk menarik para investor. Mereka mencoba menawarkan insentif yang lebih baik agar para pengusaha tertarik untuk masuk kenegaranya. Matshushita, pengusaha Jepang mempunyai pengalaman menarik ketika berniat memindahkan industri semi konduktor dari salah satu negara ASEAN ke Indonesia. Begitu mengetahui adanya relokasi, Mentri Perindustrian dari negara tersebut sengaja terbang ke Osaka untuk menemui pejabat tinggi Matshushita. Ia hanya menanyakan apa kekurangan pelayanan negaranya sehingga mereka harus pindah ke Indonesia. Seketika itu pula sang menteri memberi konsesi yang diminta pihak matshushita asal mereka tidak meninggalkan pabriknya.
Sengaja kami mangikat ilustrasi tersebut untuk menggambarkan betapa ketat persaingan kita dalam menarik para investor. Pemerintahan di semua negara berupaya melakukan yang terbaik agar banyak negara mau berbisnis di negaranya. Untuk apa? Pertama tentunya untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki. Kedua adalah untuk meningkatkan penerimaan negara. Ketiga dan yang paling penting adalah membuka lapangan kerja dan mendorong terjadinya pengalihan tehnologi. Untuk membuka lapangan kerja pemerintah bisa melakukannya dengan investasi sendiri. Tetapi ketika kemampuan keuangan negara sangat terbatas, mau tidak mau negara harus mengundang masuknya swasta, baik dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi.

D. Pemilu Diyakini tidak Membawa Perubahan
Kalangan pengamat ekonomi dan analisis asing berpendapat bahwa penyelenggaraan pemilu di Indonesia tidak akan banyak mengubah keadaan di dalam negeri, terutama terkait dengan perbaikan iklim investasi. Resiko politik terbesar yang dihadapi para investor di Indonesia bukan kemungkinan pemilu tahun ini akan mengguncang stabilitas nasional yang belum lama pulih, tetapi bahwa pemilu itu sendiri tidak akan mengubah apapun. Kecuali jika Indonesia mampu memilih pemerintahan yang mampu dan bersedia mengakhiri ketidakpastian hukum, korupsi dan berbagai kendala lain yang menjadi momok bagi investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Selama ini tidak terwujud, Indonesia dikhawatirkan masih akan terus terjebak dalam jalur pertumbuhan lambat, yang pada akhirnya akan menyuburkan perlawanan politik dan gejolak sosial. Pimpinan Lembaga Konsultan Castel Asia, James Castle yang juga mantan Ketua American Chambers Of Commerce (Amcham) berpendapat, tidak ada satu pun yang dikatakan oleh partai-partai besar yang membuat rakyat percaya bahwa mereka menganggap ketidakpastian regulasi sebagai masalah besar.
Konsensus yang berkembang dikalangan Bankir, ekonom, dan pengamat politik adalah perlu beberapa tahun lagi untuk bisa melihat perubahan dari nuansa politik uang (money politics) dan ambisi pribadi dalam agenda partai menjadi agenda good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dan akuntanbilitas. Perubahan tersebut perlu agar bisa menarik investasi baru dan memulihkan kembali pertumbuhan ekonomi 7% pertahun seperti terjadi dalam tiga decade sebelum krisis 1997.

E. Dunia Usaha Sambut Positif Jalannya Pemilu 2004
Kalangan dunia usaha menyambut gembira pelaksanaan pemilihan umum yang relatif tanpa gangguan. Lancarnya pemilu memberi sinyal positif bagi investor untuk melanjutkan usahanya di Indonesia. Namun masa depan perekonomian Indonesia sangat bergantung pada hasil pemilihan presiden dan wakilnya. Ketua Umum Perhimpinan Agen Tunggal Alat-alat Berat Indonesia (Paabi) HD Suwardi mengatakan, terlepas dari beberapa kekurangan, lancarnya pemilu menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia serius dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal ini akan membangkitkan kepercayaan para pelaku usaha, terutama investor asing, untuk menanam modal di Indonesia.
Sektor penguatan alat berat, seperti pertambangan, konstruksi dan kehutanan akan bergerak setelah pemerintahan baru terpilih. Suwandi memperkirakan pada tahun 2006 pertumbuhan kebutuhan alat berat akan meningkat 100% dibanding tahun 2003.
Setelah mengakhiri ketidakpastian, sejumlah masalah sudah menunggu untuk diselesaikan oleh pemerintahan mendatang. Tugas paling mendesak adalah penyelesaian masalah pengangguran, tenaga kerja, kemiskinan, dan memberdayakan usaha kecil dan menengah. Untuk menggerakkan sektor riil pemerintah juga perlu mempertimbangkan harmonisasi tarif bea masuk dan sistem perpajakan. Selain itu menyelesaikan masalah petani dengan memberi nilai tambah pada produk hasil pertanian.

F. Selama Kampanye Pemilu 2004, Omzet Iklan Naik 15 Persen
Kampanye 2004 mendatangkan rizki bagi perusahaan periklanan. Banyak partai politik dan Calon Anggota legislative yang memasang iklan di media cetak. Hal ini menyumbang kenaikan omzet, bukan hanya bagi media cetak melainkan bagi perusahaan periklanan. “Kami memprediksikan omzet periklanan Indonesia meningkat 15%. Data omzet periklanan Indonesia pada tahun 2004 yang dihimpun dari para anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), senilai Rp 16 triliun. Dengan prediksi pertumbuhan periklanan sebesar 20% pertahun. Maka dengan penambahan omzet pada masa pemilu 2004, ada kenaikan sebesar 15%. Total omzet periklanan tahun ini diperkirakan mencapai Rp22-23 Triliun,” kata Ketua Umum PPPI RTS Masil (Kompas,5/4/2004)
Pemilu 2004 ini lebih aman daripada tahun1999, sehingga tidak ada penurunan yang signifikan pada omzet periklanan. Parpol maupun caleg masa kini menyadari pentingnya pencitraan diri di media, sehingga mereka tidak ragu untuk mengiklankan diri.

G. Kunjungan Wisman Naik Selama Masa Kampanye
Kampanye dan penyelenggaraan Pemilu 2004 tidak mempengaruhi minat wisatawan mancanegara melakukan kunjungan wisata ke Indonesia. Bahkan, menurut Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardhika, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali cenderung meningkat dibanding dengan bulan sebelum kampanye pemilu 2004, bulan Februari lalu.
Kunjungan wisatawan ke Bali bulan Februari rata-rata 2.900 orang perhari. Sementara itu pada bulan Maret, sebelum hari Nyepi , rata-rata 3.100 orang wisman perhari tiba di Bali. Kalau dilihat bulan Maret meningkat 9% dari bulan sebelumnya. Ardhika mengaku baru memonitor data kunjungan ke Bali, belum keseluruhan Indonesia. Tetapi itu sudah menjawab pertanyaan kita bahwa kampanye dan pelaksanaan pemilihan umum 2004 tidak mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Indonesia. Pelaksanaan kampanye dan pemilu yang relatif aman dan menitik beratkan pada pendidikan politik, akan menghilangkan keraguan wisman untuk berkunjung ke Indonesia.

H. Investasi Diperkirakan Naik Pasca Pemilu
Lima hari pertama pelaksanaan kampanye partai politik menjelang pemilihan umum yang berlangsung tenang dan tertib memberikan efek yang positif pada dunia usaha. Jika kondisi ini berlangsung hingga pemilu berakhir, angka penanamam modal pasca pamilu diperkirakan akan kembali ke kondisi sebelum krisis, yaitu sekitar 30% dari produk domestik bruto.
Deputi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKBM) Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Yus’an mengatakan, awal proses pemilu berjalan dengan tenang dibandingkan sebelumnya. Jadi meskipun prosesnya belangsung hingga Oktober tidak akan mengganggu iklim Investasi Indonesia. Sesuai paket kebijakan ekonomi di bidang peningkatan peningkatan investasi, pemerintah masih harus menyelesaikan dua rancangan keputusan presiden (kepres) mengenai daftar negatif investasi satu atap, serta RUU Penanaman Modal . Pemerintah baru menyelesaikan satu kepres tentang pembentukan tim peningkatan ekspor dan investasi ( Kompas, 16/3/2004)
Investasi saat ini diperkirakan akan mengarah pada sektor industri elektronik serta komponennya dan industri makanan serta minuman. Investasi sektor elektronika akan dikembangkan di Batam dengan memanfaatkan fasilitas yang ada disana. Sektor ini diharapkan bisa berkompetisi di pasaran ASEAN. Untuk mengundang investor asing, BKPM sedang mengusulkan penyederhanaan daftar negatif investasi. Sektor yang diharapkan keluar dari daftar negatif ini, antara lain pembangunan Rumah Sakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan sektor angkutan umum.

I. Investor sangat Selektif
Pengamat ekonomi M Chatib Basri berpendapat, keberhasilan pemilu berpengaruh positif pada peningkatan investasi dan meningkatnya kepercayaan investor pada kestabilan politik Indonesia. Namun pemerintah tidak serta merta mengharapkan investasi meningkat segera setelah pemilu. Investor akan tetap bersikap rasional, menunggu pemerintah yang pasti. Hal itu pun masih harus diikuti pembenahan berbagai masalah yang memberatkan dunia usaha, seperti pungutan liar, kebijakan tenaga kerja, serta kepastian hukum. Baru setelah itu investor akan masuk ke Indonesia.
Investasi pasca-krisis pun diperkirakan bergeser dari sektor ekspor-impor yang bisa diperdagangkan (tradable) kesektor distribusi atau pembangunan property. Pergeseran dari sektor tradable terjadi karena penguatan nilai tukar rupiah, sehingga usaha ekspor-impor merugi. Investor akan memilih masuk ke sektor nontradable, seperti investasi di sektor hipermarket, pembangunan real estat, dan sektor distribusi.

J. Tantangan Kebijakan Ekonomi Pemerintahan Baru
Rakyat sudah melaksanakan tugasnya dngan memberikan suara tanggal 5 April kemarin. Sekarang giliran para politisi untuk segera menepati janji-ianjinya. Apa pun komposisi suara dalam pemilihan umum legislatif baru-baru ini, dan siapa pun yang menjadi presiden mendatang, tantangan ekonomim sudah cukup jelas. Dan, kerangka umum kebijakan ekonomi diperkirakan tidak akan mengalami perubahan besar. Kebijakan ekonomi sebagai out put suatu proses negoisasi ekonomi dan politik, dapat dibingkai dalam kerangka analisis “permintaan” dan “Penawaran”. Dan karena faktor penentu “permintaan’ dan “penawaran” tidak akan banyak mengalami perubahan, maka otomatis hasil “perpotongan” keduanya juga tidak akan jauh berbeda dari apa yang kita saksikan sekarang.
Kata kunci disini adalah dapat dilaksanakan (feasible), karena sebagian besar kritik dan solusi yang dipreskripsikan sangat sedikit yang dapat dilaksanakan. Disamping itu berbagai persoalan yang dikemukakan adalah pengetahuan umum dan membutuhkan kerja keras dan waktu yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Daftar masalah yang menjadi perhatian masyarakat sudah cukup jelas. Diantaranya kesempatan kerja, kemiskinan, ketimpangan pendapatan. Pada dasarnya berbagai persoalan ini bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan kualitas yang baik. Kualitas disini maksudnya adalah pemerataan kesempatan kerja dan berusaha, terjaganya lingkungan hidup dan lain-lain. Dalam jangka panjang inilah yang menjadi tujuan perekonomian Indonesia.
Dalam jangka waktu yang lebih pendek, pilihan kebijakan mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentunya dibatasi oleh kebijakan-kebijakan yang telah diambil pada masa lalu. Misannya, meningkatkan belanja pemerintah tidak dengan mudah ditempuh melalui kebijakan defisit anggaran. Hal ini karena defisit anggaran serta plafon utang pemerintah itu sendiri telah dibatasi oleh Undang-Undang (UU) Keuangan Negara.
Jadi jelas, upaya-upaya mengatasi persoalan-persoalan ekonomi serta fleksibilitas dalam menyikapi perkembangan ekonomi global adalah dua faktor utama yang akan menentukan pola kebijakan ekonomi pemerintahan mendatang. Bukanya siapa yang menang pemilu. Tantangan kebijakan ekonomi sudah cukup jelas, dan upaya penanganannya harus segera dimulai. Karena itu, sudah saatnya para politisi segera melaksanakan tugasnya dan berhenti berpolemik. Sebab, makin panjang polemik, makin tertunda pula upaya mengatasi berbagai persoalan tersebut.





















BAB III
PENUTUP

Hasil pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat jelas. Partai Golkar mengungguli PDIP, diikuti tiga partai besar lainnya, PKB, PPP dan “pemain baru” Partai Demokrat. Para pelaku pasar senang karena pemilu berlangsung aman dan berharap pemilu presiden nanti juga akan berlangsung dengan baik. Mereka juga lega karena sekitar 60 persen dari hasil suara pemilu DPR dimenangkan oleh partai-partai sekuler nasional, seperti Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat, yang dianggap “berteman” dengan investor.
Akan tetapi walaupun proses pemilu berjalan baik, investor tetap mempertimbangkan siapa yang akan menjadi presiden nanti dan seberapa besar dukungan DPR kepadanya. Keadaan ini logis karena walaupun presiden terpilih disukai investor, kalau pemerintahaannya tidak didukung oleh DPR maka program ekonominya akan terhambat. Keadaan ini dapat menghapus momentum positif pasar serta membatasi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Siapapun presidennyaia akan menghadapi permasalahan pelik. Masalah utama adalah pengangguran. Dari sekitar 103 juta tenaga kerja, hampir 41 juta menganggur dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Jumlah pengangguran bertambah karena rendahnya investasi di sektor riil (pembangunan pabrik dan sarana umum) dan banyaknya investor yang menutup usahanya karena kalah bersaing dengan investor dari China, India, dan Vietnam, sehingga mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Untuk meningkatkan investasi pemerintah diharapkan memiliki strategi jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka panjang, pemerintah diharapkan bisa memperbaiki prasarana umum, dan perangkat hukum. Dalam jangka pendek, pemerintah diharapkan dapat memperbaiki fungsi perbankan sebagai pendukung investasi dan merevisi peraturan perburuhan. Banyak pengusaha mengharapkan peraturan perburuhan yang lebih mendukung pengusaha dalam merasionalisasikan usahanya sewaktu iklim bisnis sedang suram, dengan cara mengurangi upah pegawai (selama diatas Upah Umum Regional) atau melakukan PHK. Walaupun ini dianggap tidak “manusiawi”, fleksibilitas perusahaan diperlukan untuk menghindari kebangkrutan yang justru mengakibatkan PHK masal. Karena fleksibilitas sektor korporasinya, Ekonomi AS misalnya, dapat pulih dari resesi ekonomi dunia lebih cepat dibanding ekonomi zona eropa, yang memiliki peraturan perburuhan yang ketat dan serikat buruh yang kuat.
Di Indonesia, pemerintah yang bersedia membuat peraturan perburuhan yang mendukung pengusaha akan menghadapi tantantangan besar, terutama dari sekitar 11.000 organisasi buruh, termasuk ancaman unjuk rasa. Dalam hal ini pemerintah akan memerlukan dukungan DPR untuk memuluskan penerapan peraturan tenaga kerja yang baru. Bila pemerintah tidak didukung, terutama oleh partai besar yang memiliki ikatan politis dengan buruh, permasalahan perburuhan tidak akan selesai, investasi di sektor riil tetap rendah, dan pengangguran tetap akan meningkat.

A. Harapan dan Tantangan Pemerintahan Baru
Pada dasarnya, investor menginginkan stabilitas dan prediktibilitas. Stabilitas tercapai dengan membaiknya keadaan politik. Stabilitas ditambah kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang baik akan memperbaiki pasar finansial. Pemerintah Mega Wati Soekarno Putri telah menciptakan stabilitas. Karena itu, sejak akhir tahun 2001, nilai rupiah menguat dari 11.400 ke 8.600 per dollar AS, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, (SBI) turun dari 17,6 persen ke 7,3 persen . Indeks Bursa Efek Jakarta (BEJ) naik dari 392 ke 810, dan peringkat resiko indonesia terus membaik. Walaupun perbaikan tersebut disambut baik oleh investor finansial, keadaan ini belum cukup bagi para pengusaha disektor riil yang juga mementingkan prediktibilitas, yang belum tercipta karena masih banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan diatas. Dan untuk jangka panjang investor sektor riil lebih penting dari investor finansial karena kegiatan investasi mereka menyerap tenaga kerja yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Namun, sebagai syarat untuk memperbaiki iklim investasi disektor riil dan menciptakan prediktibilitas, perbaikan di pasar finansial harus dipertahankan. Pengusaha disektor riil tidak akan berinvestasi kalau kurs rupiah terpuruk, suku bunga melejit, indeks BEJ merosot tajam, dan peringkat resiko Indonesia memburuk lagi. Karena itu, pemerintah baru harus mempertahankan prestasi pemerintah Mega Wati Soekarno Putri di pasar finansial, melalui pembentukan tim ekonomi yang kredibel, dan meneruskan kebijakan fiskal dan moneter yang konservatif. Hanya dengan mempertahankan perbaikan di pasar finansial, pemerintah baru dapat membenahi permasalahan sektor riil.

B. Tantangan Presiden Baru
Beberapa survei menunjukkan bahwa SBY, Amien Rais, dan Wiranto menempati tempat tertinggi sebagai calon presiden RI. Walaupuin tingkat popularitas mereka berbeda dan berubah terus mengikuti persepsi masyarakat, mereka memiliki paket kebijakan ekonomi yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan paket ini, hubungan dengan para donor internasional (Bank Dunia, IMF, dan lain lain) tetap dijaga, privatisasi jalan terus, penerimaan pajak negara “digenjot”, defisit APBN ditekan, peraturan mengenai otonomi daerah dan perburuhan direvisi, dan secara umum korupsi diberantas, walaupun sejak zaman Soeharto diawal tahun 1970an, niat pemerintah untuk memberantas korupsi sudah ada. (Kompas, 16/4/2004)
Dimata Investor, yang membedakan para capres adalah kemempuan mereka dalam membentuk pemerintah koalisi yang kuat sehingga paket kebijakan dapat diterapkan tanpa rintangan politis yang besar. Sebelum pemilu, banyak investor mengharap koalisi antara PDIP dengan Golkar, karena kedua partai ini diperkirakan akan mampu manguasai DPR. Setelah pemilu, dengan tidak adanya partai yang memenagkan lebih dari 25 persen dari hasil pemilu, keadaanya lebih cair. Yang pasti, siapapun presidenya, ia harus mendapat dukungan dari partai-partai besar untuk menciptakan pemerintah yang mampu melakukan perubahan yang berarti bagi Indonesia.

Daftar Pustaka


Dr. Mangkoesoebroto, Guritno. 1994. Kebijakan Ekonomi Publik Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soetrisno, Loekman. 1997. Demokrasi Ekonomi dan Pertumbuhan Politik. Jogjakarta: Kanisius.

Surat Kabar :
Kompas, 03/ 03/ 2004.
Kompas, 11/ 03/ 2004.
Kompas, 16/ 03/ 2004.
Kompas, 25/ 03/ 2004.
Kompas, 26/ 03/ 2004.
Kompas, 05/ 04/ 2004.
Kompas, 16/ 04/ 2004.
Kompas, 30/ 04/ 2004.
Kompas, 22/ 05/ 2004.

Tidak ada komentar: