Rabu, 25 Februari 2009

MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang dibentuknya Mahkamah Konstitusi
Pada prinsipnya Pembentukan Mahkamah Konstitusi dilakukan karena bangsa kita melakukan perubahan mendasar terhadap UUD 1945. dalam rangka perubahan pertama sampai perubahan keempat UUD 1945, bangsa Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, yaitu antara lain prinsip pemisahan kekuasaan “Trias Politica” dari montesque dan “Checks and balances”, sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. Sebagai akibat perubahan tersebut maka perlu diadakan mekanoisme untuk memutus snegketa wewenang yang mungkin terjadi antar lembaga-lembaga negara yang kedudukanya satu sama lain sederajat, yang kewenangannya ditentukan dala UUD 1945.
Kemudian juga perlu dilembagakan adaya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrol proses dan produk keputuan-keputuan politik yang hanya mendasarklan diri pada prinsip “The Rule Of Majority”. Karena itu fungsi-fungsi Yuditial reveiew atas konstitusionalitas Undang-undang da proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap presiden dan/ wakil presiden dikaitkan dengan fungsi MK. Selain itu juga diperlukan adanya mekamisme untuk memutus berbagai sengketa yang tidak dapat diputus melalui proses peradilan biasa, sepeti sengketa hasil pemilu, dan tuntutan pembubaran suatu partai politik. Karena itu fungsi-fungsi penyelesaian sengketa diatas dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
UUD 1945 menentukan bahwa MK mempunyai 4 kewenangan konstitusional (Constiytutional entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (Constitutional Obligation). Keempat kewenangan itu adalah:
1. menguji Undang-undang terhadap UUD 1945
2. memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
3. memutuskan sengketa hasil pemilu,
4. memutus pembubaran partai politik.
Sedangkan kewajibannya adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/ wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupu tidak lagi memenuhipersyaratan sebagai Presiden dan/ wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945.



BAB II
PEMBAHASAN

Struktur Organisasi Mahkamah Konstitusi
Organisasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terdiri dari tiga komponaen, yaitu Para Hakim, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan. Organisasi pertama adalah Para Hakim Konstitusi yang terdiri atas 9 (sembilan) orang sarjana Hukum yang mempunyai kualifikasi negarawan yang menguiasai konstitusi ditambah dengan syarat-syarat kualitatif lainnya dengan masa pengabdian untuk lima tahun dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali hanya satu periode lima tahun berikutnya.
Dari kessembilan Hakim tersebut dipilih dari dan oleh mereka sendiri seorang ketua dan seorang wakil ketua, masing-masing untuk masa jabatan 3 tahun. Untuk menjamin independensi dan imparsialitas kinerjanya, kesembilan Hakim itu ditentukan oleh 3 lembaga yang berbeda, yaitu 3 orang dipilih oleh DPR, 3 orang dipilih oleh Mahkamah Agung, dan 3 orang lagi ditunjuk oleh Presiden. Setelah terpilih, kesembilan Hakim tersebut ditetapkan sebagai Hakim Konstitusi dengan Keputusan Presiden.
Organisasi kedua adalah Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi yang menurut ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 dipisahkan dari organisasi kepaniteraan. Dalam pasal 7 dinyatakan bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan. Sekretariat Jendral menjalankan tugas Teknis Administratif.
Ketiga adalah Organisasi Kepaniteraan, yang menjalankan tugas Teknis Administratif Justisial. Pembedaan dan npwmisaha ini tidak lain adalah untuk menjamin agar administrasi peradilan atau administrasi judisial dibawah kepaniteraan tidak bercampur-aduk dengan administrasi non justisial yang menjadi tanggung jawab Sekretariat Jendral. Kedudukannya sebagai Pejabat Eselon 1a, yang diangkat dengan keputusan Presiden. Aggaran untuk MK diambil tersendiri dari APBN.

Hubungan Kelembagaan MK dengan Organ Kenegaraan lain.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi dengan kedudukan Mahkamah Agung. Menurut ketentuan UUD 1945 pasca amandemen keempat yahun 2002, struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima wewenangdsari UUD 1945. kesembilan organ tersebut adalah DPR, DPD, MPR, BPK, Presiden, Wakil Presiden, MA, MK dan Komisi Yudisial. Selain itu ada juga beberapa lembaga atau instansi yang kewenangannya juga diatur dalam UUD 1945, yaitu TNI, POLRI, Pemda dan Partai Politik.
1. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung
Hubungan MA dengan MK terkait dengan materi perkara pengujian Undang-undang. Setiap perkara yang telah diregistrasi wajib diberitahukan kepada Mahkamah Agung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pertentangan antara pengujian Undang-undang yang dilakukan Mahkamah Agung dengan yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.
Mengenai sengketa antara kewenangan lembaga negara, untuk sementara Mahkamah Agung dikecualikan. Alasannya adalah karena pembentukan Undang-undang menganggap wa sebagai sesama lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman, tidak seharusnya Mahkamah Agung dijadikan pihak yang berperkara di Makkamah Konstitusi. Putusan Mk sama dengan MA bersifat final, jika MA berperkara khawatir nati tidak final lagi.

2. Hubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan DPR dapat dikaitkan dengan status DPR sebagai pembentuk Undang-undang, DPR sebagai salah atu lembaga pengisi jabatan Hakim Konstitusi, dan DPR sebagai lembaga negara yang berpotensi untuk berperkara. Disamping itu sengketa hasil pemilu juga berpengaruh pada DPR, dan yang terakhir pernyataan DPR bahwa Presiden atau Wakil Presiden tidak capable lagi atau melanggar hukum, harus diputus oleh Mahkamah Konstitusi.
DPR adalah organ pembentuk Undang-undang, karena itu dalam pengujiannya Mahkamah Konstitusi harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh keterangan, baik lisan maupun tulisan dari DPR.

3. Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Pemerintah (Presiden dan/ Wakil Presiden)
Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi, semua pengangkatan pejabat negara termasuk Hakim konstitusi dilakukan dengan Keputusan Presdien. Presiden diberi wewenang untuk mengisi 3 Hakim Konstitusi di MK. Disamping itu, segala ketentuan mengenai struktur organisasi dan tata kerja serta kepegawaian MK tetap harus tunduk dibawah kewenangan administrasi Presiden.
Presiden/ Pemerintah juga berperan sebagai Ko-Legislator. Yaitu setiap pembentukan Undang-undang harus mendapat perasetujuan presiden selain DPR. Dalam hal pembvubaran partai politik, yang bbertindak sebagai pemohon adalah pemerintah. Sedangkan dalam perkara perselisihan hasil pemilu, pemerintah tidak boleh terlibat sama sekali, karena Presiden, Gubernur, Bupati atau walikotaadalah pihak yang terlibat kepentingan.




BAB III
KESIMPULAN

Pemisahan dan pembedaan Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi
MA merupakan pengadilan keadilan (court of justice), sedangkan MK lebih berkenaan dengan lembaga pengadilan Hukum (court of law). Memang tidak dapat dibedakan seratus persen dan mutlak sebagai court of justice versus court of law. Formula yang kami harapkan adalah seluruh kegiatan judicial review diserahkan kepada MK, sehingga MA dapat berkonsentrasi menangani perkara-perkara umum yang dapat memberikan keadilan pada masyarakat. Akan tetapi ternyata UUD 1945 telah memberikan kewenangan kepada MA untuk menguji UU.
Dilain pihak, MK juga diberi tugas dan tanggung jawab untuk memutus dan membuktikan kesalahan Presiden. Dengan kata lain, MA tetap diberi kewenangan sebagai ”court of law” disamping fungsinya sebagai “court of justice”. Sedangkan MK tetap diberi kewenangan sebagai “court of justice” disamping fungsinya sebagai “court of law”. Kedua-duanya sama-sama merupakan pelaku kekuasaan kehakiman menurut ketentuan pasal 24 ayat (2) UUD 1945. tetapi yang jelas hakekatnya MA lebih merupakan “court of justice” daripada “court of law”. Sedangkan MK lebih merupakan “court of law” daripada “court of justice”.



Daftar Pustaka:
 Undang-undang Dasar Negera Indonesia Tahun 1945
 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Tidak ada komentar: