Sabtu, 12 April 2008

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PERDAGANGAN

ASPEK HUKUM PERJANJIAN PERDAGANGAN
DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK
( ELECTRONIC COMMERCE ) 1

Mukti Fajar ND., SH.,M.Hum 2
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT
Efficiency and effectively is the main fundamental used by those global
trade, so man’s effort as businessperson is to predominate the limit of space
and time, which followed by the growth of technology. Communication
technology and infrastructure is selected, because of its function and capability
to appreciate with a cyber space, which used by economic global person to
make their dreams come true.
Internet is a spaceway in cyberspace, which space, time, and speed
become an ultimate factor for trade efficiency and effectiveness, both “business
to business (B-B)” or ‘business to consumer (B-C)” trade.
Those trade activities emerges some legal problems. Indonesian positive
legal, both textual and constitutional, not respond those problems yet,
especially some forms and models of trade in global economic age.
Form of this research is normative research that study any forms of
legal textbook that is jurisprudence, regulation, research, article, mailing list,
and form of contract of trade through electronic commerce but there is no
positive legal, regulation, or ratification has ordered
In observ ed trade as a deal among parties based by agreement that listed
at KUH Perdata may positivism paradigm changed to analogy and
interpretation paradigm as analysis instrument towards principles, norms,
rules, and legal constitutions. The next step is to drafted the concept textually,
and finally realized in national act which applicable to all of e-commerce
activities. Finally, electronic commerce has become preference for actual trade
model; it is not just a dream or fiction. It is reality.
1

Makalah disampaikan dalam diskusi dosen FH UMY. 2 Dosen tetap Fakultas Hukum UMY.ഊ2
I. Pendahuluan
Semakin konvergennya (keterpaduan) perkembangan Teknologi
Informasi dan Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin
beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada,
serta semakin canggihnya produk-produk teknologi informasi yang mampu
mengintegrasikan semua media informasi. Di tengah globalisasi komunikasi
yang semakin terpadu (global communication network) dengan semakin
populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut (shrinking
the world) dan semakin memudarkan batas-batas negara berikut kedaulatan dan
tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat Indonesia yang
masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan
masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi
perkembangan teknologi tersebut. (Group Riset UI, 1999: 1).
Komputer sebagai alat bantu manusia dengan didukung perkembangan
teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik
(public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan
kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi
perdagangan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan
publik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan
adanya efisiensi biaya dan waktu. Hal ini membuat perdagangan dengan
transaksi elektronik (Electronic Commerce) menjadi pilihan bagi para pelaku
bisnis untuk melancarkan transaksi perdagangannya karena sifat jaringan
publik yang mudah untuk diakses oleh setiap orang ataupun perusahaan.
Sebagai ilustrasi dari pengguna jasa transaksi electronik dapat dilihat
dari tabel berikut :ഊ3
Profil Pengguna Jasa Internet Indonesia
Sumber : Yankee Grup
Tabel : 1
Sementara itu pola dinamika masyarakat Indonesia khususnya
pemerintah sebagai lembaga yang mempunyai otoritas membuat regulasi
seakan masih bergerak tak beraturan ditengah keinginan untuk mereformasi
semua bidang kehidupannya ketimbang suatu pemikiran yang handal untuk
merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang tepat untuk itu.
Meskipun masyarakat telah banyak menggunakan produk-produk teknologi
informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya khususnya dalam
perdagangan, tetapi bangsa Indonesia secara garis besar masih meraba-raba
dalam mencari suatu kebijakan publik atau regulasi dalam membangun suatu
infrastruktur yang handal (National Information Infrastructure) dalam
menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information Infrastructure)
Nusantara 21, 1999: 61).
Beberapa pembahasan tentang telematika dan cyberlaw telah banyak
dibahas, namun demikian RUU tentang Informasi elektronik dan transaksi
0
0.5
1
1.5
2
1996 1997 1998 1999 2000 2001
subsciber
user
jutaഊ4
elektronik belum disahkan sebagai hukum positif bagi aspek hukum transaksi
elektronik dalam hukum perdagangan di Indonesia .
Dari uraian di atas memunculkan permasalahan hukum dalam
perdagangan yaitu :
“ Bagaimanakah aspek hukum perjanjian transaksi electronik (Electronic
Commerce) dalam hukum perdagangan di Indonesia ? ”
II. Pembahasan
Dikarenakan belum adanya aturan perundangan (hukum positif) yang
mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi elektronik (electronic
commerce) tersebut maka dalam pembahasan tersebut penulis membatasi pada
beberapa aspek hukum dalam perdagangan di Indonesia yaitu dengan
menggunakan perspektif hukum perjanjian yang berlaku termasuk juga dari
KUHPerdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya
kesepakatan melakukan transaksi perdagangan yang selama ini telah digunakan
sebagai dasar dari transaksi perdagangan konvensional . Sementara untuk
acuan yuridis dari transaksi elektronik maka penulis mengacu pada UNCITRAL
Model Law on Electronic Commerce 1996 .
Aspek hukum Perjanjian tersebut adalah :
1. Perjanjian dalam perdagangan
2. Legalitas Perjanjian perdagangan
A. Perjanjian dalam perdagangan
Pada dasarnya prinsip-prinsip atau kaidah yang fundamental dalam
perdagangan internasional mengacu pada 2 prinsip kebebasan walaupun tidak
semua ahli hukum internasional sepakat tentang hal ini namun kedua prinsip
kebebasan ini merupakan hasil perkembangan yang telah berlangsung berabad
abad. Karena itu pula prinsip kebebasan yang telah berkembang lama ini disebut
juga sebagai prinsip klasik hukum ekonomi internasional.ഊ5
pertama : prinsip Freedom of Commerce atau prinsip kebebasan berniaga. Niaga
ini diartikan luas dari sekedar kebebasan berdagang (Freedom of
Trade). Niaga disini mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan
perekonomian dan perdagangan. Jadi setiap negara memiliki
kebebasan untuk berdagang dengan pihak atau negara manapun di
dunia .
kedua : prinsip Freedom of Communication ( kebebasan berkomunikasi, yaitu
bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah
negara lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan transaksi-transaksi
perdagangan internasional ( Huala Adolf, 1997: 26).
Masalah mengenai kaidah-kaidah fundamental sebagian besarnya
didasarkan pada perjanjian-perjanjian dan juga sebagian lain pada hukum
kebiasaan internasional. Karena itu pula sepanjang perjanjian-perjanjian tersebut
sifanya tidak begitu universal, sangatlah sedikit norma-norma khusus hukum
perdagangan internasional yang dianggap sebagai "fundamental".
Kesulitan dalam menetapkan atau menyatakan kateristik kaidah-kaidah
hukum ekonomi internasional ini sebagai "fundamental" juga berasal dari
karakteristik disiplin hukum ekonomi internasional itu. Yakni begitu luasnya
perbadaan-perbadaan sistem ekonomi nasional.
Sistem hukum Indonesia tentang perjanjian diatur dalam pasal-pasal
buku III BW tentang perikatan yang secara mendasar dibedakan menurut sifat
perjanjiannya yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian Konsensuil adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat
antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Perjanjian Riil adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang
menjadi pokok perjanjian telah diserahkan
3. Perjanjian Formilഊ6
Adakalanya perjanjian yang konsensuil, adapula yang disaratkan oleh
Undang Undang, di samping sepakat juga penuangan dalam suatu
bentuk atau disertai formalitas tertentu ( J Satrio, 1995: 45).
Namun demikian adapula kaidah atau prinsip hukum yang seringkali
dimasukan dalam berbagai perjanjian Internasional berkaitan dengan masalah-masalah
ekonomi dan perdagangan yang acap kali juga dianggap sebagai
"fundamental" atau "sentral" dalam pembahasan pembahasan diantara subyek-subyek
hukum Internasional. Beberapa kaidah ini sifatnya bisa lebih
fundamental dari pada kaidah-kaidah lainnya. Namun demikian ada gambaran
sedikit dari kaidah-kaidah yang dapat membantu dalam memahami beberapa
kecenderungan umum dalam hukum ekonomi internasional yaitu kesepakatan
antara para pihak (Contract) yang tertuang dalam berbagai bentuk perjanjian-perjanjian
dan konvensi-konvensi internasional.
Kegiatan perdagangan adalah masuk dalam aspek hukum perdata dan
sumbernya diatur dalam buku III KUH Perdata yaitu tentang perikatan yang
secara umum dapat dijelaskan bahwa perdagangan terjadi karena adanya suatu
kesepakatan antara para pihak dan kesepakatan tersebut diwujudkan dalam
suatu perjanjian dan menjadi dasar perikatan bagi para pihak, walaupun
perikatan seperti yang tercantum dalam pasal 1233 KUHPerdata disebutkan
bahwa perikatan lahir dari perjanjian atau dari undang undang. Namun menurut
Pitlo kata undang undang membuat maknanya lebih sempit bagi sebuah sumber
perikatan, atas dasar itu diusulkan agar kata “undang undang” diganti dengan
kata “hukum” dengan kata lain bahwa sumber perikatan adalah “hukum” para
pihak ( J Satrio, 1995: 4).
Transaksi perdagangan elektronik (Electronic Commerce), sebagai
bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan
electronic transmission, oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan
definisinya dari terminologi E-Commerce. Secara umum e-commerce dapatഊ7
didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang
atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik.
( Sutedjo SB, 1999: 4).
Media elektronik di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan
dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet
yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain merupakan
hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Begitu pula
perlu digarisbawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa
mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain
selain internet dalam e-commerce.
Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena
kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet:
1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread
network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu
murah, cepat dan kemudahan akses.
2. Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian pesan/data
sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara
mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun
digital.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam
transaksi elektronik (electronic commerce), para pihak yang melakukan
kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan
publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan
media internet. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang
dilakukan dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk transaksi
beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman.Kelemahan yang
dimiliki oleh internet sebagai jaringan publik yang tidak aman tersebut telah
dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian informasiഊ8
(Crypthography). Electronic data transmission dalam transaksi elektronik (e-commerce)
disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus
algoritma) sehingga menjadi cipher/locked data yang hanya bisa dibaca/dibuka
dengan melakukan proses reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya telah
banyak diterapkan dengan adanya sistem sekuriti seperti SSL, Firewall. Perlu
diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah
dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan
adanya sistem pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi
terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital
Signature ( Arianto Mukti Wibowo, 1998).
Digital Signature selain sebagai sistem tekhnologi pengamanan
berfungsi pula sabagai suatu prosedure tekhnis untuk melakukan kesepakatan
dalam transaksi elektronik atau standart prosedure suatu perjanjian dalam
transaksi elektronik , dari proses penawaran hingga kesepakatan kesepakatan
yang di buat para pihak ( Group Riset FIKom.UI, 1999: 3),
B.Legalitas Perjanjian Perdagangan
Dalam perspektif hukum, suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara subyek hukum antara dua pihak, berdasarkan mana satu pihak
berkewajiban atas suatu prestasi sedangkan pihak yang lain berhak atas prestasi
tersebut.
Karena perjanjian sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian
menjadi sangat penting bagi para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan.
Menurut pasal 1320 KUHPerdata sahnya suatu perjanjian meliputi syarat
subyektif dan syarat obyektif, ( Subekti, 1996: 1).
syarat subyektif adalah :
(1) Kesepakatan, danഊ9
(2) Kecakapan (bersikap tindak dalam hukum) untuk membuat suatu
perikatan.
Syarat obyektif, adalah :
(3) suatu hal yang tertentu (obyeknya harus jelas), dan
(4) merupakan suatu kausa yang halal (tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum).
Syarat sahnya perjanjian kesepakatan antara para pihak untuk
mengikatkan diri dalam suatu perjanjian atau perikatan. Kesepakatan inilah
yang menjadikan perbuatan tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak
tanpa adanya paksaan dan kewajiban yang mutlak setelah perjanjian ini
disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah konsekuensi hukum bagi
keduanya untuk mentaati dan melaksanakannya dengan sukarela.
Berkaitan dengan perikatan yang lahir berdasarkan perjanjian, J.Satrio
mengatakan bahwa perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan
yang mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan.
Sehingga apabila salah satu pihak dengan sengaja atau terbukti sengaja
melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain, dapat diupayakan hukum untuk
meminta pihak yang bersangkutan ( J Satrio, 1995: 6).
Perjanjian Dalam transaksi elektronik (electronic commerce)
sebenarnya tidak berbeda hanya saja perjanjian tersebut dilakukan melalui
media elektronik, syarat sahnya perjanjian pun dilakukan dengan proses
penawaran hingga terjadi kesepakatan. Hanya tanda tangan “ tinta basah” yang
selama ini digunakan dalam menandai telah adanya kesepakatan para pihak
dalam perdagangan konvensional diganti dengan tanda tangan digital atau
digital signature, yaitu suatu prosedur tekhnis untuk menjamin bahwa para
pihak tidak bisa “mengingkari keberadaanya” sebagai subyek hukum dalam
perjanjiaan transaksi elektronik. artinya fungsi digital signature tersebut dapat
menjadi dasar sahnya suatu perjanjian yang merupakan sumber perikatan bagiഊ10
para pihak, walaupun secara fisik para pihak tidak bertemu muka 9 mukti Fajar
ND, 2001: 66).
Electronic commerce seperti yang dikutip dari pesan presiden William.
J.Clinton dalam pidato pengantar tentang A Framework for Global Electronic
Commerce bagi para pengguna Internet tertanggal 1 Juli 1997, sebagian
berbunyi :
….One of the most significant uses of the internet is in the world of
commerce .Already it is possible to buy books and clothing, to obtain
business advice ,,to purchase everything from gardening tools to high-tech
telecommunication equipment over the internet…”.
”Goverments can have a profound effect on the growthof electronic
commerce . By their actions, they can facilitate electronic trade or
inhibit it. Goverment officials should respect the unique nature of the
medium and recognize that widespread commposition and increased
consumer choice should be the defining features of the new digital
marketplace. They should adopt a market approach to electronic
commerce that fasilitates the emergence of a global, transparent, and
predictable , legal envirounment to support business and commerce.”
(William J Clinton)
Pesan Presiden Clinton di atas sedikit banyak menekankan pada suatu
bentuk baru perdagangan global yang menggunakan tekhnologi tinggi , dimana
hal ini perlu didukung oleh pemerintah dengan mengajak bersama para
pengguna electronic commerce membuat suatu kesepakatan tentang sebuah
tatanan kerjasama yang baru dalam electronic commerce ( A
Framework for Global Electronic Commerce ).
Karena kegiatan Electronic Commerce yang diatur dalam UNCITRAL
Model Law on Electronic Commerce 1996 (adalah salah satu produk dari
UNCITRAL) maka, sekiranya tersebut, UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce 1996 dapat digunakan sebagai "pegangan" atau kepastian dalam
transaksi perdagangan internasional di Electronic Commerce.
Beberapa hal yang perlu digarisbawahi tentang UNCITRAL Model
Law on Electronic Commerce 1996 seperti yang dikutip dari US Frameworkഊ11
for Global Electronic Commerce 1997 adalah
“ Internationlly, the United Nations Commision on International
Trade Law ( UNCITRAL ) , has completed work on a model law
that supports the commercial used of internatonal contracts in
electronic commerce . This model law establishes rules and norms
that validate and recognize contract fromed through electronic
means , sets default rules for contract formation and governance of
electronic contract performance, defines the characteristicof a valid
electronic writing and an original document ,provides far the
acceptability of electronic signatures for legal and commercial
purposes and support the admission of computer evidence in court
and arbitration proceedings “ ( UNCITRAL Model Law EC, 1996
: 3).
Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada validity and
recoqnition of electronic contract performance ( keabsahan serta pengakuan
terhadap bentuk kontrak elektronis ) dimana dapat diambil beberapa issues
(Richard Hill and Ian Walden, 1996: 1), yaitu :
a. , “Writing required” ( tulisan yang dikehendaki atau dibutuhkan)
b . “Signature required” ( tanda tangan yang dikehendaki )
(1) Bentuk tulisan
Bentuk tulisan menurut pasal 5 dalam model hukum, secara
eksplisit memberikan nilai legal yang sama kepada transmisi elektronik
seperti halnya bentuk tertulis:( Richard Hill and Ian Walden, 1996: 6).
"(1) Where a rule of law requires information to be in writing
or to be presented in writing, or provides for certain
consequences if it is not, a data message satisfies that rule if
the information contained therein is accessible so as to be
usable for subsequent reference."
Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk
tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah posisi transmisi ini sehinggaഊ12
dapat digunakan sebagai evidence nyata dalam pembuktian dan sebagai salah
satu pendekatan yang relatif paling mudah sebagai solusi yang ditawarkan.
(2) Tanda tangan
Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberikan
solusi teknis yang pas dan sama nilai legalnya dengan tandatangan
tradisional, yang dalam maksud-maksud tertentu para pihak bisa
menyetujuinya jika mereka mau. Teknologi tandatangan elektronik masa
depan ini dapat diperkenalkan sebagai teknologi yang cocok, tanpa harus
mengubah undang-undang. Ketentuan-ketentuan pasal 7 dalam model
hukum berhubungan erat dengan praktik yang sedang berlangsung (
Richard Hill and Ian Walden, 1996:7).
Article 7. Signature
(1) Where the law requires a signature of a person, that requirement is
met in relation to a data message if:
(a) a method is used to identify that person and to indicate that
person's approval of the information contained in the data
message; and
(b) that method is as reliable as was appropriate for the purpose for
which the data message was generated or communicated, in the
light of all the circumstances, including any relevant agreement.
Selain itu tekhnologi digital signature tersebut mampu menjamin
keutuhan isi data (dokument) perjanjian transaksi perdagangan, sehingga
masing-masing pihak tidak bisa mengingkari isi perjanjian yang telah
disepakati, karena teknologi tersebut mempunyai beberapa sifat : (Arianto
Mukti Wibowo, et. All., :1)
1. Authenticity (Ensured) : menunjukan asal muasalnya data
2. Integrity : menjamin keutuhan data yang dikirimഊ13
3. Non-Repudiation : tidak dapat disangkal siapa pengirim data
tersebut
4. Confidentiality : menjamin kerahasiaan data dari pihak lain
Sehubungan dengan tekhnologi digital signature yang mempunyai sifat
tersebut di atas maka secara hukum dapat dianalogikan bahwa perjanjian yang
dibuat melalui media elektronik adalah sah adanya sebasumber perikatan
sebagaimana perjanjian yang dibuat secara konvensional
III . Kesimpulan
A. Bahwa aspek hukum perjanjian perdagangan dalam transaksi elektronik
( Electronic Commerce) dapat diterap atau diadopsi dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku (hukum positip) dengan mengacu
pada kaidah kaidah hukum perdagangan yaitu dengan menggunakan
asas konsensualitas dimana kesepakatan sebagai suatu hal yang
menjadi dasar adanya perikatan dalam perjanjian perdagangan artinya
apa yang telah disepakati oleh para pihak dalam perdagangan dengan
model transaksi elektronik ( electronik commerce ) menjadi hukum dan
mengikat bagi para pihak walaupun belum secara konkrit diatur oleh
undang undang .
B. Bahwa kepastian atas subjek dan objek perdagangan menjadi hal
yang diharapkan terkait dengan segala aspek hukumnya, khususnyanya
mengenai legalitas dari suatu perjanjian perdangangan menjadi
prosedure resmi adanya formalitas kesepakatan suatu perikatan. Karena
transaksi elektronik (electronic commerce) secara tekhnis berbeda
karena kemajuan tekhnologi informatika sehingga perlu diatur
mengenai standarisasi tekhnis yang secara hukum mempunyai kekuatan
legalitas yang sama dengan model perjanjian konvensional , baik dalamഊ14
bentuk tulisan maupun tanda tangan .Untuk sementara adanya
tekhnologi tanda digital ( digital signature ) yang merupakan prosedure
standart teknis dapat menjamin legalitas perjanjian perdagangan dalam
transaksi elektyronik (electronic commerce )
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Haula, Hukum Ekonomi Internasional ; suatu pengantar, PT
RajaGrafindo Persada Jakarta 1997
Arrianto Mukti, Edwon Makarim, Leny Helena dkk, Kerangka Hukum Tanda
Tangan Digital Dalam Electronic Commerce Untuk Indonesia tahun
2000
Arrianto Mukti Wibowo, Tanda tangan digital & sertifikat digital: Apa itu?
1998 Artikel ini muncul pada Infokomputer edisi Internet Juni 1998
Atif Latifulhayat, Cyber law dan urgensinya bagi Indonesia, disadur dari
virtual light william Gibson 1993, dipresentasikan Seminar Sehari
Cyber Law 2000
Budi Sutedjo S., Internet lahirkan cara dagang secara electronik, buletin
jendela informatika, vol 1, no. 2, edisi desember 1999
Caldwell, Bruce, Beyond Positivism, G. Allen & Unwin, London, 1982
Clive M. Schmitthoff, Export Trade: The Law and Practice of International
Trade, London: Stevens and Sons, 1990
Erman Radjagukguk, Hukum Kontrak Internasional dan Perdagangan Bebas,
Jurnal Hukum bisnis, vol 2, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis,
1997
Extract from US Framework for Global Electronic Commerce 1997,
UNTRICAL Model Law On Electronic Commerce 1996
http://www.jus.uio.no/lm/un.electronic.commerce.model.law.1996/
Fajar,ND, Mukti. Electronic Commerce dalam persfektif hukum Indonesia,
Thesis 2001ഊ15
Hasil penelitian oleh group riset Digital dan security dan electronic yang
pernah dipresentasikan di hadapan Masyarakat Telekomunikasi
Indonesia pada bulan juni 1999 di Pusat Ilmu Komputer Universitas
Indonesia, Depok Jawa barat, kerangaka hukum digital signature
dalam Electrionic commerce, 1999
lihat>http://www.geocities.com/amwibowo/resource/.htm
J. Clinton William,and Vice president Albert Gore, Jr Washinton, D.C. A
Framework For Global Electronic Commerce, lihat
> http // : iitf.doc.gov/eleccomm/glo_comm.htm
Jackson, John H., The World Trading System: Law and Policy of International
Economic Relations, the MIT Press, 1989
Mochtar Riady, Peranan Hukum Dalam Era Ekonomi Global, Jurnal hukum
Bisnis, yayasan pengembangan hukum bisnis 1998
Onno W. Purbo, artikel, 10 pertanyaan tentang E-com. lihat http://
www.mastel.or.id/indonesia/artikel10.htm
-----------,E-com di Indonesia awal tahun 2000, MikroData media pengemar
komputer Volume 3 seri 15
Richard hill and Ian Walden The Draft UNCTRAL Model Law for Electronic
Commerce ; isues and solutions, terjem. Oleh M. fajar
dipublikasikan maret 1996, hal 1 lihat >http// : www.
Banet.com/_ricard hill
Rosenoer, Jonathan,. Cyber Law The law of the Internet, springer, verlag,
New York, May 1996
Rudhi Prasetra, Analisa Ekonomi terhadap Hukum Kontrak Dalam
menyongsong Era Globalisasi, Makalah dalam jurnal Hukum Bisnis,
Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis tahun 1997
Satrio, J, Hukum Perikatan, perikatan yang lahir dari perjanjian, buku 1 PT
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
------------ Hukum Perikatan ; perikatan pada umumnya, cet 3 PT Alumni
Bandung 1999ഊ16
Sekretariat Menristek, Perspektif Perkembangan Jangka Panjang Riset dan
Teknologi Nasional, Jakarta, 1982
Subekti, Hukum Perjanjian, cet XVI, PT Intermasa Bandung tahun 1996
ABSTRACT
Efficiency and effectively is the main fundamental used by those global
trade, so man’s effort as businessperson is to predominate the limit of space and
time, which followed by the growth of technology. Communication technology
and infrastructure is selected, because of its function and capability to
appreciate with a cyber space, which used by economic global person to make
their dreams come true.
Internet is a spaceway in cyberspace, which space, time, and speed
become an ultimate factor for trade efficiency and effectiveness, both “business
to business (B-B)” or ‘business to consumer (B-C)” trade.
Those trade activities emerges some legal problems. Indonesian positive
legal, both textual and constitutional, not respond those problems yet, especially
some forms and models of trade in global economic age.
Form of this research is normative research that study any forms of legal
textbook that is jurisprudence, regulation, research, article, mailing list, and
form of contract of trade through electronic commerce but there is no positive
legal, regulation, or ratification has ordered
In observed trade as a deal among parties based by agreement that listed at
KUH Perdata may positivism paradigm changed to analogy and interpretation
paradigm as analysis instrument towards principles, norms, rules, and legalഊ17
constitutions. The next step is to drafted the concept textually, and finally
realized in national act which applicable to all of e-commerce activities.
Finally, electronic commerce has become preference for actual trade model; it
is not just a dream or fiction. It is reality.
.ഊ18

Tidak ada komentar: