Rabu, 25 Februari 2009
Panduan Karier
Teknik Komunikasi Sebelum Interview
Kita semua pasti menginginkan pekerjaan baru, terutama yang dapat memberikan benefit-benefit tambahan. Tetapi mencari pekerjaan baru terkadang membutuhkan banyak persiapan dari si pencari kerja, pertama dimulai dari pengisian formulir aplikasi dan diakhiri dengan konfirmasi suatu pekerjaan. Tahapannya, akan selalu ada panggilan interview
Banyak orang berpikir bahwa mereka perlu memberikan kesan yang baik terhadap diri mereka sendiri hanya pada saat panggilan interview. Ini tidak selamanya benar. Anda dapat selangkah lebih baik dengan memberikan kesan positif terhadap diri Anda sebelum datang ke panggilan interview tersebut.
Bagaimana cara Anda untuk mendapatkan kesan seperti ini yang nantinya akan membuat calon Bos Anda lebih terasa nyaman sebelum interview dimulai ?
Sangatlah mudah. Pertahankan komunikasi yang lancar dengan perusahaan. Jangan pernah memutuskan tali komunikasi ini. Perusahaan akan selalu mengira bahwa Anda akan selalu datang untuk interview apabila mereka memanggil Anda. Pada akhirnya, bukankah ini merupakan alasan mengapa Anda mengirimkan aplikasi lamaran pada saat pertama kali bukan ? Mereka begitu percaya terhadap minat anda dan mereka berharap agar Anda datang untuk di interview. Jadi sangatlah alami apabila kita menanggapi kepercayaan perusahaan terhadap diri kita. Kita akan datang untuk panggilan interview pada hari dan tanggal yang sudah ditetapkan.
Tetapi ada saatnya kita tidak dapat hadir untuk panggilan interview. Dengan beragam alasan, apa yang seharusnya kita lakukan untuk mempertahankan komunikasi terhadap perusahaan? Dapat dengan cara menelpon mereka dan mengatakan bahwa Anda tidak dapat hadir. Mungkin akan ada waktu lain untuk kembali diinterview.
Ini adalah cara yang harus kita pertahankan dengan membina hubungan yang baik dan professional dengan orang-orang di sekitar kita. Kita buat mereka percaya kepada kita. Siapa tahu, dilain waktu, jika Anda masih berminat untuk posisi yang sama di suatu perusahaan, mereka tidak akan berpikir diri Anda tidak sopan, kurang dewasa atau kurang memiliki kemampuan berkomunikasi. Kadangkala, mereka mungkin akan membuka kesempatan interview kembali untuk Anda.
Hal inilah yang seharusnya Anda capai.
Strategi Memilih Perusahaan
Dalam Keadaan dimana Pencari kerja jauh lebih banyak dibanding perusahaan yang sedang mencari kerja, diperlukan strategi khusus supaya pencari kerja atau para professional yang sedang ingin pindah kerja lebih efisien dalam bersaing dengan pelamar - pelamar lain. Sebelum kita melamar pekerjaan, tentu saja yang paling utama adalah kita harus mengetahui situasi (diri, pesaing, faktor lingkungan) dalam menentukan strategi pemilihan perusahaan yang akan dilamar.
Biasanya pencari kerja cenderung mengikuti pasar yang sedang ramai. Pada saat industri Bank sedang naik daun, berbondong bondong orang melamar ke Bank, Industri Minyak menawarkan gaji yang tinggi semua berkonsentrasi ke sana.
Sun Tzu yang dikenal sebagai ahli strategi asal Tiongkok, menyatakan bahwa dalam menyusun strategi memilih medan pertempuran perlu diperhatikan tiga hal, Pertama, Bidang yang memiliki keunggulan yang menonjol. Kedua adalah bidang yagn diabaikan oleh musuh dan Ketiga adalah sifat sifat dari pertempuran. Musuh disini Bisa diartikan pesaing – pesaing kita dan medan pertempuran adalah perusahaan, tempat kerja kita, situasi, iklim dari perusahaan. Atau medan juga diartikan bidang kerja. Setelah mengetahui diri kita, pesaing dan faktor lingkungan lainnya, mulailah menetapkan sasaran dengan cara memilih perusahaan yang sesuai.
Anggap saja kita memiliki kelebihan kelebihan yang menonjol seperti indeks prestasi yang baik, IQ dan EQ yang tinggi, jurusan yang sesuai, pengalaman kerja dan asal perusahaan yang kredibel maka pencari kerja yang seperti ini akan mudah masuk ke perusahaan yang sedang naik daun. Sedangkan bagi yang tidak memiliki bidang kompetensi yang menonjol akan sia – sia melamar perusahaan yang berkategori "Bintang 5".
Jadi Yang paling Utama adalah "Pilih Perusahaan dan Bidang yang sesuai dengan kemampuan", Dimanapun kita bekerja, bekerjalah seoptimal mungkin, sehingga kita bisa menjadi bintang dan selalu dibutuhkan Perusahaan.
Pilihan Berkarier
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Berkarier termasuk proyek yang sangat penting dalam kehidupan pribadi kita.Karena itu, karier perlu dikelola dengan baik mulai dari perencanaannya sampai ke sistem kontrolnya. Banyak buku dan seminar mengajak kita untuk menjadi pengusaha dan tidak sedikit juga yang menganjurkan menjadi karyawan. Pilihan-pilihan yang kita ambil tentu saja tidak lepas dari minat dan bakat kita masing-masing.
Secara umum terdapat empat pilihan untuk berkarier yaitu menjadi entrepreanur, generalis, spesialis dan manajerial. Keempat pilihan ini tidak ada yang lebih penting atau kurang penting atau yang memperoleh pendapatan yang lebih besar satu sama lainnya. Sebagai contoh, seorang engineer yang sangat pandai dapat mempunyai pendapatan yang lebih besar dibanding dengan seorang manajer atau direktur. Artinya, seorang yang memilih jalur spesialis bisa saja mempunyai pendapatan lebih besar dibanding dengan seorang yang memilih jalur manajerial. Banyak dari kita berpendapat bahwa seorang manajer atau direktur akan memiliki pendapatan yang lebih besar tetapi kenyataannya juga tidak benar.
Ada juga yang berpendapat bahwa menjadi pengusaha atau entrepreanur akan lebih kaya dibanding karyawan. Hal ini juga tidak sepenuhnya benar, karena tidak sedikit karyawan yang mempunyai pendapatan yang sangat besar. Menjadi karyawan baik itu spesialis, generalis atau atau pun manajerial merupakan profesi yang patut disyukuri dan dibanggakan juga seperti halnya menjadi sastrawan, seniman, pengusaha, atau pun atlet. Dalam hal ini yang laing penting adalah kita menjadi yang terbaik di profesi kita masing-masing. Menjadi atlet yang selalu juara, seniman yang lukisan dihargai mahal, pengusaha yang terus memberikan profit untuk perusahaan atau pun profesi lainnya yang menjadikan kita terbaik atau langka merupakan visi dari proyek berkarier kita. Selamat mencoba!
Personal Branding
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Personal branding merupakan persepsi, pendapat atau kesan seseorang terhadap kita. Tantangan menjadi karyawan adalah bagaimana menciptakan persepsi yang sesuai dengan yang kita inginkan. Banyak hal yang kelihatannya sepele tetapi dapat mempengeraruhi personal brand seseorang. Sebagai contoh, seorang karyawan yang sering terlambat tiba di kantor, secara tidak langsung membuat citra terhadap diri sendiri sebagai tidak disiplin atau malas. Personal brand seperti ini akan mempersulit karyawan tersebut untuk meningkatkan kariernya di perusahaan. Hal-hal yang positif yang dilakukan karyawan yang sudah mempunyai personal brand yang negatif, bisa saja menjadi tidak terlihat. Begitu juga sebaliknya, kalau kita sudah dapat menciptakan personal brand yang baik dan positif, maka segala urusan akan menjadi lebih mudah.
Untuk memperoleh personal brand yang baik pertama-tama yang dibutuhkan adalah "produk" yang baik. Produk di sini dapat berupa keahlian, attitude, penampilan, cara bicara dan tentu saja yang tidak kalah penting adalah reputasi. Setelah itu, diperlukan cara mengkomunikasikan reputasi atau produk tersebut. Dalam hal komunikasi ini terdapat banyak caranya seperti misalnya menulis artikel, menjadi pembicara, mengajar, terlibat dalam organisasi profesi, memiliki online networking atau blog dan sebagainya. Tentu saja kegiatan kiat tersebut perlu dikaitkan dengan talenta dan kesukaan kita. Seseorang yang lebih senang menulis akan lebih memilih menulis artikel dan yang senang sebagai pembicara akan memilih menjadi pembicara.
Dalam persaingan seperti sekarang, personal brand perlu dimiliki sedini mungkin sehingga hal ini dapat mempermudah kita dalam mencari kerja dan mengembangkan karier kita. Personal brand merupakan asset pribadi yang sangat berharga. Selamat menciptakan
Keuntungan Melamar Kerja Via Internet
Banyak sekali keuntungan baik dari sisi pencari kerja maupun dari perusahaan untuk melamar atau mengiklankan lowongan di situ kerja. Berikut kelebihan - kelebihan untuk pencari kerja :
• Mengirim lamaran dengan mudah, cepat dan langsung diterima oleh perusahaan dalam ukuran detik
• Menerima pemberitahuan otomatis untuk lowongan – lowongan yang cocok dengan resumenya
• Situs kerja www.jobstreet.com menyediakan juga fasilitas melamar otomatis untuk anggota – anggotanya via SMS
• Efisiensi waktu dan Biaya
Untuk bisa mendaftar di situs kerja diperlukan alamat email, karena komunikasi yang biasa digunakan di dunia virtual adalah dengan alamat email. Pemberitahuan lowongan yang cocok dikomunikasikan via email, panggilan wawancara via email pun perlu mencantumkan alamat email. Email bisa dibuat di penyedia email gratis seperti yahoo.com, hotmail.com dan lainnya.
Migrasi Value
Apa mungkin value customer dimigrasi? Mungkin saja, minimal perusahaan dapat berusaha ke arah sana. Contoh yang paling mudah dilihat saat ini adalah bisnis kartu kredit. Persaingan di bidang kartu kredit ini sangat ketat. Sedangkan bank penerbit tidak akan mau terjebak dengan perang bunga rendah. Berbagai cara dilakukan untuk menarik konsumen, seperti iuran tahunan gratis, belanja lewat katalog, ruang tunggu khusus di bandara dan sekarang sedang hangat-hangatnya adalah penawaran diskon. Bank penerbit kartu kredit berlomba-lomba memberikan penawaran diskon untuk restoran, hotel, spa, produk elektronik, nonton film, tiket pesawat dan sebagainya. Tujuannya antara lain supaya pelanggan yang suka menonton film , misalnya, akan memperoleh keuntungan lebih atau bahkan merasa puas dan tidak merasa rugi membayar iuran tahunan atau bahkan terpaksa harus membuat kartu kredit baru yang menawarkan buy 1 get 1 karcis bioskop meskipun mereka sudah mempunyai kartu kredit dari bank yang berbeda.
Kartu kredit tidak lagi sekedar alat bayar dan sudah berubah value proposition-nya menjadi discount card yang memberi banyak kemudahan dengan memperoleh harga khusus. Perusahaan kartu kredit juga menawarkan produk-produk melalui katalog yang dikirim ke pelanggan dengan memberikan bunga nol persen untuk cicilan jangka waktu tertentu.
Masih banyak lagi contoh bagaimana perusahaan me-leverage bisnisnya ke area baru untuk memigrasi value ke pelanggan. Perusahaan melakukan strategi ini dengan tujuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggannya dan memperoleh pelanggan baru. Perusahaan yang belum kuat bisnis intinya akan kehilangan fokusnya bila menerapkan strategi ini. Restoran yang belum begitu banyak pelanggannya dan mencoba menambah produk dengan menjual tiket pesawat dan akhirnya tidak pergi kemana-mana sehingga akhirnya tutup.
Value migration dilakukan untuk menghindari perang harga. Industri telekomunikasi, khususnya mobile operator, mencoba memigrasi value customer-nya dengan menawarkan content yang mempunyai dampak sehingga menjadi killer aps. Sampai saat ini belum ada content atau aplikasi yang pas untuk itu. Teknologi 3 G tidak didukung dengan content dan aplikasi sehingga tidak mempunyai daya tarik yang tinggi untuk pelanggan. Perang harga masih sulit dihindari di industri ini. Hal ini memang tidak lepas dari komplementatornya. Bagaimana PC berkembang pesat karena didukung oleh industri software yang berjalan di PC, teknlogi 3 G pun sangat bergantung pada content dan apilkasi yang mendukung.
Value migration dapat dilakukan bila perusahaan sudah mempunyai basis customer kuat tetapi perkembangannya sudah lambat. Perusahaan yang sudah mencapai critical mass menggunakan value migration untuk menaikkan value ke pelanggannya. Perusahaan yang berada di siklus maturity dapat menerapkan strategi ini, tetapi perusahaan yang berada di siklus infancy tentu sulit menggunakan strategi ini karena positioning perusahaan atau produknya akan berubah.
Apakah Value migration dapat meningkatkan switching cost? Apakah switching cost begitu rendah dan pelanggan hanya pindah ke bank lain hanya karena penawaran diskon yang sifatnya sementara saja? Atau apakah value migration justru meningkatkan switching cost dan pelanggan tidak akan pindah ke pesaing? Terlepas dari banyaknya pertimbangan-pertimbangan yang harus dikaji, value migration merupakan tools yang ampuh kalau digunakan dengan tepat.
Track Record
by Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Pertanyaan yang selalu muncul dalam diskusi tentang karier adalah pertanyaan tentang apa hal yang paling penting dalam berkarier. Jawabannya sangat mudah dikatakan tetapi memerlukan proses yang panjang, yaitu track record yang baik. Track record yang baik diperlukan diberbagai aspek mulai dari proses berkarier, memenangkan proyek kecil dan besar maupun keperluan lain-lainnya. Untuk memenangkan tender proyek, misalnya, diperlukan track record yang baik dan sesuai dengan proyek yang akan dikerjakan. Begitu juga dengan keperluan melamar pekerjaan, promosi jabatan atau kenaikan pangkat, semuanya membutuhkan track record. Begitu juga dengan fresh graduate memerlukan track record untuk melamar pekerjaan.
Track record bagi fresh graduate sangat mudah dilihat dari misalnya, asal universitas, angka IPK, jurusan yang diambil, keaktifan berorganisasi, lamanya kuliah dan masih banyak lagi. Hal-hal di atas mudah ditulis dalam resume dan dapat langsung dievaluasi. Untuk dapat kulaih dan lulus dan perguruan tinggi papan atas, misalnya, memerlukan seleksi yang keta dan kerja keras. Begitu juga dengan track record bagi yang berpengalaman. Hal yang paling mudah dilihat adalah tempat mereka bekerja, posisi dan prestasi yang diperoleh. Untuk bekerja di perusahaan papan atas tentu saja melalui proses seleksi yang panjag dan ketat. Jadi kalau bekerja di perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik, tentu saja mempunyai kebanggan tersendiri dan mempunyai nilai jual yang tinggi juga.
Track record yang baik membutuhkan reputasi yang baik juga. Membangun reputasi tidak mudah karena membutuhkan konsistensi dan kerja keras. Tidak sedikit dari kita sudah mempunyai reputasi baik hilang sekejap karena satu kesalahan saja. Rupanya jalan instant, tidak membuat kita mempunyai track record, karena track record merupakan proses panjang dan berkesinambungan. Mulailah hal-hal kecil dan bermanfaat untuk membangun track record yang mempunyai reputasi tinggi. Selamat Tanun Baru 2008.
Mengerti Dulu Sebelum Dimengerti
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Hubungan interpersonal merupakan hal yang penting di dalam dunia kerja termasuk di dalamnya bagaimana berhubungan dengan atasan kita. Untuk dapat berhubungan dengan baik kita perlu mengetahui sifat-sifat atasan kita. Salah satu pengamatan mengatakan bahwa ada 2 pendekatan hubungan bawahan dan atasan. Pertama menyatakan bahwa pada prinsipnya bawahan cenderung ingin berprestasi sehingga atasan tinggal mencari tahu bagaimana memotivasi mereka, Sedangkan pendapat yang kedua menyatakan bahwa bawahan cenderung malas sehingga perlu selalu diawasi. Sifat dan gaya kepemimpinan dipengaruhi juga oleh hal tersebut. Berikut beberapa contoh sifat atasan-atasan sebagai bahan referensi.
1. Terima Bersih dan Cuci Tangan. Tipe atasan ini seperti ini maunya terima bersih saja. Segala urusan ditangani oleh anak buah. Enaknya punya boss seperti ini, kita dapat berkreasi dan berinovasi. Seringkali kita diberi empowerment yang besar. Tidak enaknya, kalau kerjaan atau proyek gagal, kesalahan akan ditimpakan ke kita sebagai bawahan.
2. Otoriter dan control oriented. Atasan seperti ini cenderung memaksakan kehendak dan sebagai bawahan sulit sekali berinovasi. Segalanya diatur dan pendapat atau idenya sulit disanggah. Boss seperti ini cenderung mempunyai kebiasaan untuk mengontrol terus. Bawahan yang patuh dan menurut yang cocok dengan atasan seperti ini.
3. Tidak tegas dan sulit mengambil keputusan. Atasan seperti ini banyak pertimbangan sehingga seringkali tidak dapat mengambil keputusan. Bawahan seringkali dibuat bingung dan menggantung.
4. Demokratis. Atasan seperti ini lebih mengutamakan kebersamaan. Mereka sering berbagi informasi dan keputusan diambil secara kolektif. Partisipasi team dengan atasan seperti ini sangat diharapkan.
5. Empowerment. Atasan seperti dapat memberikan kewenangan kepada bawahan dan ikut memikirkan bersama bawahannya. Mereka merasa bawahan dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik asalkan diberi kewenangan dengan dibuatkan sistem yang baik lebih terdahulu. Atasan seperti ini lain dengan tipe 1, karena mereka bertanggung jawab dan sangat menguasai bidangnya.
Tentu saja sebagai bawahan kita tidak dapat memilih tipe atasan dan yang perlu dilakukan oleh kita adalah bagaimana kita beradaptasi dengan atasan atau kalau tidak dapat beradaptasi pilihan adalah mencari atasan baru.
Bosan di Tempat Kerja
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Bosan merupakan hal yang kelihatannya sepele tetapi kalau dibiarkan dapat mempengaruhi kinerja dan tentu saja berakibat terhadap karier seseorang. Banyak cara mengatasi kebosanan diantaranya dikaitkan kepada target, tugas dan tanggungjawab. Yang pertama dapat dilakukan untuk mengatasi kebosanan adalah berupaya untuk tetap di tugas dan tanggungjawab yang sekarang tetapi mencari cara-cara baru untuk lebih sukses dan puas terhadap hasil kerja. Dalam hal ini dapat dievaluasi cara-cara kerja yang lama dan secara kreatif mengubah cara kerja yang baru dan menarik. Demikan juga dengan targetnya. Buat target pribadi yang lebih menantang. Cara ini tidak perlu melibatkan banyak pihak dan hasilnya bisa maksimal.
Cara kedua adalah dengan meminta tugas dan tanggungjawab yang baru sehingga dapat menghilangkan kebosanan yang ada. Tentu saja hal ini perlu dikomunikasikan ke atasan dan atasan akan melihat apakah kemampuan dan kompetensi yang Anda miliki sesuai dengan persyaratan tugas baru Anda. Dalam organisasi memang ada rotasi pekerjaan yang tujuannya antara lain untuk lebih memaksimalkan SDM yang ada.
Cara berikutnya memang melibatkan atasan yang lebih tinggi lagi, yaitu pindah departemen, divisi atau unit usaha. Karyawan yang berprestasi biasanya memungkinkan untuk melalukan hal ini. Bisa saja karyawan di unit telekomunikasi misalnya pindah ke unit usaha hotel. Tentu saja untuk pindah pekerjaan semacam ini, harus ada alasan-alasan kuat mengapa yang bersangkutan dapat pindah. Yang jelas, divisi atau unit lain tidak akan menerima karyawan pindahan kalau sebelumnya tidak menunjukkan prestasi baik.
Kalau ke tiga cara di atas sulit dilakukan, masih ada cara lain yaitu pindah ke perusahaan lain alias mengundurkan diri. Cara ini harus dipastikan terlebih dahulu apakah akan terulang kembali masalah bosan Anda. Untuk semua cara di atas, sebelum kita mengambil keputusan, harus diketahui terlebih dahulu alasan kebosanan kita. Buat daftar alasan dan tentukan prioritasnya. Selamat mencoba.
Masa Transisi
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Pada awal tahun seperti ini, banyak diantara kita mempunyai posisi baru baik di perusahaan lama maupun di perusahaan baru. Untuk itu diperlukan transisi yang mulus, karena masa transisi sangat penting untuk menentukan performa kita selanjutnya.
Tidak semua perusahaan menyiapkan proses transisi ini dengan baik dan mereka biasanya hanya menyiapkan aspek infrastruktur saja seperti misalnya meja, kursi, telpon, komputer, kart nama dan seterusnya. Tetapi perusahaan jarang yang menyiapkan aspek yang berkaitan dengan soft skills seperti misalnya, menjelaskan bagaimana kultur perusahaan, atasannya seperti apa, tim yang dikembangkan seperti apa atau bagaimana dengan bawahannya dan seterusnya. Untuk itu si pendatang baru perlu menyiapkan hal-hal tersebut sendiri.
Supaya sukses di masa transisi, kita perlu melakukan beberapa hal seperti mencuri start, membuat program 100 hari, mengkontrol apa yang kita katakan dan kita buat, dan juga mengenal lingkungan perusahaan atau bagian secara dini.
Mencuri start artinya sebelum kita bergabung ke perusahaan atau tim baru, kita perlu mencari tahu segala hal dan mebuat rencana-rennca dan strategi bagaimana kita dapat mengembangkan tim dan bisnis di perusahaan. Setelah itu perencanaan dibuat lebih rinci dalam bentuk program 100 hari kita. Dalam program ini, disertakan juga timeline. Cari program yang sensasional dan realistis.
Dalam bekerja, perhatikan cara-cara kita berkomunikasi dan berperilaku sehingga tidak menimbulkan kesan pertama yang buruk. Banyak diantara kita, mulai bekerja dengan datang terlambat. Tentu saja hal ini dapat membuat persepsi buruk.
Terakhir, cobalah mengenal atasan, bawahan dan anggota tim sedini mungkin. Pastikan Anda mengerti peraturan perusahaan pada hari pertama Anda bekerja.
Dengan langkah-langkah di atas, mudah-mudahan Anda akan sukses di tempat yang baru.
Anda Bintang atau Dipecat?
Franz Dirgantoro – Jobstreet.com
Persaingan bisnis yang semakin ketat mengharuskan perusahaan untuk terus meningkatkan keunggulan bersaingnya. Sumber daya manusia merupakan faktor penting untuk memenangi persaingan. Paradigma perusahaan tentang mudahnya mencari SDM dan membiarkan karyawan berprestasi pergi sudah harus ditinggalkan. Perusahaan berlomba mengelola karyawan terbaik dan memberikan program-program khusus untuk meningkatkan performa para bintang perusahaan.
Para profesional dan eksekutif bintang juga memilih-milih tempat mereka berkarier dan tidak mau masuk sembarang perusahaan. Nilai intangible dari perusahaan semakin penting untuk mereka ini. Perusahaan branded yang memiliki value positif merupakan pilihan utama mereka, tentu saja ditambah dengan kepuasan kerja, kesempatan berkembang, good leadership, kompensasi yang menarik dan balance life style.
Dengan manajemen bakat, karyawan bintang akan menikmati segala fasilitas sedangkan untuk karyawan yang susah berkembang dan tidak dapat dibina lagi akan dipaksa untuk keluar. Istilah RMS alias rajin malas sama, tidak akan ada lagi di perusahaan di era persaingan seperti ini. Seperti halnya pasar, karyawan disegmentasikan kepada beberapa kelompok. Kelompok pertama misalnya, merupakan kelompok yang mempunyai potensi sangat tinggi dan performa melebihi target. Kelompok 2 yang mempunyai potensi tinggi dan performa mencapai target dan kelompok lainnya sampai dengan kelompok yang tidak mencapai target dengan potensi yang biasa saja.
Penanganan kepada masing-masing kelompok akan berbeda yang tujuan supaya semua kelompok dapat menghasilkan performa yang optimal. Untuk kelompok bintang perusahaan misalnya, alokasi aktivitasnya lebih banyak kepada mentoring pada pengembangan karier dan untuk yang tidak mencapai target misalnya, fokus kegiatannya pada konseling terhadap performanya.
Hal ini semua dapat dijalankan bila perusahaan mempunyai manajemen performa yang jelas, mulai dari goal setting, Key performance index, performance review, role profiling, competency frame work dan management of poor performer. Last but not least, komitm
Internal Customer
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Keberhasilan seseorang di dunia kerja bergantung juga bagaimana seseorang menangani pelanggan internalnya. Sebagian dari kita bahkan tidak tahu siapa pelanggan internal kita. Pelanggan internal bisa perorangan atau pun bagian atau divisi. Seorang tenaga penjual, misalnya, selain mempunyai pelanggan internal, juga berhadapan dengan bagian invoicing, yaitu bagian yang mengeluarkan tagihan dan kuitansi atau pun berhubungan juga dengan bagian penagihan. Keberhasilan seorang tenaga penjual tidak lepas dari semua yang berkaitan dengan proses penjualan.
Proses yang dimiliki seorang tenaga penjual harus menjadi miliknya meskipun seringkali tidak memiliki kontrol akan hal tersebut. Bagaimana proses pengiriman dari gudang ke pelanggan, bagaimana proses pembayaran, bagaimana proses komplain pelanggan, bagaimana mutu produk dan jasa, merupakan hal-hal yang harus diketahui pasti sebagai seorang penjual. Tantangannya adalah bagaimana semua proses dapat berjalan baik tanpa mempunyai kewenangan atas sebagian atau semua bagian tersebut? Jawabannya sama yaitu bagaimana penjual dapat meyakinkan pelanggan eksternalnya yang notabene tidak mempunyai kontrol penuh.
Untuk dapat sukses tentu saja pengelolaan pelanggan internal sama pentingnya dengan pengelolaan pelanggan eksternal. Ide perlu dikemas sedemikian rupa sehingga rekan atau bagian lain dapat menerima ide kita. Keluhan rekan kerja atau bagian lain perlu ditanggapi sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku. Komunikasi perlu dibina supaya ada pengertian anta rekan atau divisi lain. Jasa yang diberikan ke antar rekan atau divisi lain diberikan dengan kualitas terbaik. Hubungan didasarkan pada prinsip menagn-menang. Masih banyak hal lain yang dapat kita kembangkan untuk melayani divisi lain atau rekan kerja kita. Jika pelayanan pelanggan internal kita dapat maksimal, niscaya karier kita akan terus mananjak dan kita akan memperoleh banyak sahabat.
Siapa Butuh Siapa
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Seberapa besar perusahaan membutuhkan kita? Pertanyaan sederhana ini besar maknanya. Bagaimana kita mengetahui jawabannya? Banyak cara untuk menjawab pertanyaan ini. Mulai dari yang sangat ilmiah sampai ke penilaian yang sangat sederhana. Perusahaan yang mempunyai sistem penilaian yang baik tentu saja setiap karyawannya akan mempunyai raport setiap semester seperti halnya dalam kuliah. Hal ini berkaitan dengan pencapaian. Berapa besar pencapaian target kita? Kalau kita mencapai di atas target yang ditetapkan, kita berada pada titik aman pertama.
Hal yang kedua adalah benchmark dengan rekan yang mempunyai jenis pekerjaan yang sama. Meskipun pencapaian target kita sudah 110% misalnya, bukan berarti kita aman. Bagaimana dengan rekan kerja lain? Kalau mereka dapat mencapai 150%, posisi kita belum sepenuhnya aman. Dengan kata lain, kalau kita berada pada posisi top, posisi kita di perusahaan akan aman, kecuali ada faktor ke 4.
Hal yang ketiga adalah kelangkaan. Semakin langka kompetensi yang kita miliki, semakin aman kita di perusahaan. Kelangkaan dapat juga dikaitkan dengan hukum permintaan dan penawaran. Seringkali hal ini berkaitan dengan trend. Sebagai contoh, di era 2000-an dimana dotcom sedang booming, tenaga IT menjadi semakin dibutuhkan karena kelangkaannya.
Faktor ke empat adalah kondisi perusahaan. Kalau kondisi perusahaan sedang turun, tentu saja semua prestasi tidak selalu dikaitkan dengan peningkatan pendapatan bahkan kalau perusahaan bangkrut misalnya, meskipun kita sudah berada dalam posisi top, kita akan dipecat juga. Bagaimana kalau terjadi hal seperti ini?
Mudah saja. Buat supaya kita menjadi klotter terakhir untuk dipecat atau kita memecat perusaahan alias pindah kerja sebelum kita dipecat.
Hemat Energi
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Situasi kerja seringkali diwarnai oleh saling menyalahkan antar departemen atau divisi. Bagian produksi menyalahkan bagian pemasaran atau sebaliknya bagian pembelian menyalahkan bagian keuangan dan seterusnya.
Ketidakpuasan tidak hanya terjadi terhadap antar departemen saja, tetapi seringkali terhadap atasan ataupun rekan sekerja. Bisa dibayangkan produktivitas karyawan seperti itu pastilah sangat rendah. Energinya habis dengasn hal – hal yang tidak membuahkan hasil yang diinginkan, belum lagi energinya digunakan untuk mencari teman yang mendukung isu atau masalah yang dilontarkan, bahkan juga untuk memprovokasi.
Bagaimana kalau kita menemukan masalah di kantor? Sebelum kita memikirkan dan mencoba menyelesaikan masalah itu, perlu ditanya kembali beberapa pertanyaan. Mol type="1">
• Apakah masalah itu merupakan masalah departemen saya?
• Apakah merupakan kewenangan saya?
• Apakah masalah ini mempengaruhi departemen saya?
• Apakah saya sanggup menyelesaikan masalah itu? Kalau masalahnya memang berada di lingkaran pengaruh kita, sebaiknya selesaikan jangan buang waktu, pikiran dan energi kita untuk memikirkan hal – hal yang tidak mungkin diselesaikan. Lebih baik berkonsentrasi untuk memikirkan yang memang menjadi masalah kita dan bila mungkin ada upaya untuk memperbesar kompetensi dan kewenangan sehingga kita dapat menyelesaikan masalah – masalah yang lebih penting, lebih besar dan lebih bermanfaat untuk orang banyak.
Negosiasi Gaji
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Setelah tahap interview akhir biasanya dilanjutkan dengan negosiasi gaji. Hal ini merupakan tantangan tersendiri dan termasuk hal yang sangat penting untuk karier kita. Biasanya perusahaan mempunyai standar gaji dalam bentuk range. Dalam negosiasi, yang perlu diperhatikan bahwa kita memperoleh range yang tertinggi dan mempunyai benefit lain seperti tunjangan kesehatan, bonus atau pun informasi mengenai peninjauan gaji berkala atau pun peninjauan setelah masa percobaan.
Sebelum wawancara disarankan untuk memperoleh informasi mengenai range gaji yang mungkin ditawarkan. Informasi gaji dapat dilakukan dengan mencari tahu pada kolega yang telah bekerja di perusahaan tersebut atau di perusahaan lain yang mempunyai industri dan skala perusahaan yang sama. Cara lain dengan mencari informasi di institusi yang skala berkala mengelurakan hasil survey mengenai gaji baik melalui internet, asosiasi profesi atau pun media lainnya. Setelah memperoleh informasi, tentu saja mudah bagi kita untuk menyebut range angka pada saat interview dan tentu saja dapat diutarakan bahwa angka itu masih negotiable. Hal ini jauh lebih baik, bila kita menyerahkan masalah ini kepada perusahaan, karena pada kenyataannya banyak dari pelamar tidak dapat menyebut angka gaji yang diharapkan.
Pada saat wawancara, tidak disarankan untuk langsung menolak penawaran yang jauh di bawah standar yang kita inginkan. Ucapkan terima kasih atas penawarannya dan tanyakan apakah ada benefit lain dapat diperoleh. Bila kita masih mau pertimbangkan, disarankan untuk meminta waktu untuk berpikir 1 atau 2 hari sebelum menolak. Tetapi kalau sudah jelas kita tolak, ucapkan terima kasih dan hindari untuk putus hubungan sama sekali.
Personal Brand
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Tulisan edisi lalu saya menulis tentang employer brand dan rasanya tidak fair kalau sekarang tidak dibahas masalah personal brand. Keduanya berkaitan dan saling menunjang. Yang satu melihat betapa pentingnya perusahaan membangun employer brand yang bertujuan untuk mempertahankan dan merekrut super talented employee dan tulisan sekarang melihat bagaimana kita sebagai individu perlu membangun brand untuk diri kita sendiri dan kita merupakan CEO dan brand manager untuk diri kita sendiri. Tujuannya supaya talen kita sebagai individu dikenal orang dan perusahaan untuk meningkatkan value kita dan organisasi.
Perusahaan sangat mengerti betapa pentingnya branding dan oleh karena itu mereka berani meng-investasikan untuk itu. Dalam globalisasi seperti sekarang ini, personal branding menjadi penting juga, mengingat persaingan datang dari negara lain seperti Malaysia, Singapura dan India. Kalau kita tidak mempunyai personal branding yang kuat, maka yang dapat terjadi adalah meskipun kemampuan kita sama atau lebih dibanding dengan "expatriate" tetapi gajinya mungkin saja lebih rendah. Sama halnya dengan produk, kita tidak membeli kopinya, melainkan membeli starbucks-nya atau tidak membeli sepatu olahraganya melainkan membeli Nike misalnya. Meskipun ada sepatu yang lebih baik dari Nike tetapi dijual dengan merek Franz, maka orang lebih memilih membeli Nike. Memang dalam keseharian, personal branding juga dikaitkan dengan community branding yang melekat dengan personal orang tersebut, seperti misalnya alumni universitas tertentu, asal negara atau asal perusahaan dapat mempersepsikan orang tersebut. Ada perusahaan konsultan besar yang terkenal, misalnya, di dalamnya mempunyai soft asset yang istimewa seperti karyawan yang cerdas, motivasi tinggi dan mempunyai talen sehingga keluaran dari perusahaan tersebut dapat dibayar mahal di perusahaan lain. Baik atau buruknya persepsi dapat diubah dan diciptakan pada saat kita mengelola brand kita sendiri. Dalam hal ini betapa pentingnya intangible asset yang namanya brand ini.
Belum lagi di era teknologi informasi seperti sekarang, personal branding dapat membantu banyak hal. Dalam hal e-mail misalnya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kita sering kali menerima email dan menghapusnya sebelum dibaca, karena kita menganggap email tersebut tidak penting. Begitu juga dengan sms. Kalau kita sudah memiliki personal branding yang kuat, bisa dipastikan bahwa email atau sms yang kita kirim tidak akan dihapus sebelum dibaca. Kalau dari keseharian, kita dapat menyebut dan mengenal orang-orang yang mempunyai personal brand yang kuat. Sebut saja Rhenald Khasali sebagai pakar di bidang manajemen atau Roy Suryo sebagai pakar telekomunikasi, misalnya. Nama mereka sudah dapat diasosiasikan dengan keahlian tertentu. Personal Branding seperti inilah yang kita perlu bangun untuk menjadikan kita lebih mempunyai value.
Brand seperti apa yang perlu dibangun? Jawabnya sederhana, yaitu brand yang terpercaya dan dibangun berdasarkan reputasi. Kalau kita seorang sales executive, tentu saja reputasi dilihat dari banyak aspek diantaranya adalah bagaimana kita mencapai target dan membina hubungan dengan pelanggan, misalnya. Seorang pemimpin dilihat dari bagaimana organisasi menjadi lebih berkembang dengan cara-cara yang benar, misalnya. Seperti sudah disebut sebelumnya, brand berkaitan dengan persepsi sehingga reputasi yang kita bangun seyogyanya selaras dengan persepsi yang akan kita bangun.
Tantangan kita sekarang adalah bagaimana kita memulai memasarkan brand kita? Banyak sekali cara tentang hal ini. Salah satunya sudah dibahas dalam edisi bulan lalu tentang online networking dan memang online networking merupakan tools yang efektif untuk membangn personal brand. Cara lainnya, misalnya, kalau kita senang menulis, coba kirimkan artikel ke media. Dalam hal ini tidak harus dimulai dengan media yang berskala nasional. Kita dapat memulai dengan media lokal atau komunitas kecil dulu. Kalau untuk mahasiswa, misalnya, dapat juga menulis di media kampus. Atau kalau kita senang sebagai public speaker, dapat dimulai dengan memberi seminar, mengajar, menjadi asisten atau lainnya. Tulisan, seminar, email yang kita kirim, dan lainnya diharapkan mencerminkan hal-hal yang berkaitan dengan brand kita. Cara-cara komunikasi yang disebutkan di atas tentu saja tidak memerlukan biaya besar tetapi dapat menciptakan word of mouth marketing, seperti halnya networking melalui teman, kolega, klien maupun customers. Yang tidak kalah pentingnya juga adalah aktif mengikuti organisasi profesi dan juga alumni.
Apapun profesi kita, personal brand perlu dibangun dan dikelola oleh diri kita sendiri. Kedudukan atau jabatan menjadi tidak signifikan lagi andai saja kita sudah mempunyai brand yang kuat karena hal itu akan mengikuti dengan sendirinya. Personal brand dapat menjadi intangible asset yang sangat bernilai seperti halnya cocacola, pepsi col, Mc Donald dan masih banyak lagi. Selamat dan sukese membangun brand.
Berani bilang "Tidak"
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Masuk ke dunia kerja susah-susah gampang. Pada saat kita sedang dikejar target tiba-tiba atasan mengajak makan siang bersama. Bagaimana sebaiknya kita menyikapinya?
Ada banyak teori mengenai bagaimana kita harus mengatur waktu, diantarnya dengan membagi permasalahan menjadi 4 kuadran. Kuadran pertama penting dan mendesak, kedua penting dan tidak mendesak, ketiga tidak penting dan mendesak dan terakhir tidak penting dan tidak mendesak. Kalau kita mengacu kepada 4 kuadaran di atas, hidup kita semakin ringan. Jadi kalau ada bos yang mengajak makan siang bersama ditengah-tengah deadline target, kita harus melihat dari 4 hal di atas sehingga kita dapat memutuskan secara obyektif.
Bagaimana menolak ajakan bos supaya tidak tersinggung? Komunikasi merupakan kuncinya. Cara kita mengutarakan dan gaya bahasa yang dipilih sangat berpengaruh terhadap penerimaan.
Banyak kejadian di dunia kerja dimana kita harus menentukan pilihan dan berkata tidak. Aspek budaya kadang membuat kita sulit berkata” tidak” karena kita sering ingin menyenangkan semua pihak. Tetapi akhirnya bisa mengecewakan semua pihak. Jadi beranilah berkata tidak.....
You are the Boss
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Pada saat mengadakan seminar baik di kampus maupun seminar umum, sebagian peserta berpandangan bahwa pengembangan karier merupakan tanggungjawab dari perusahaan. Peserta seringkali tidak bersedia membayar biaya pelatihan, membeli buku dan mengikuti kursus dengan biaya sendiri meskipun untuk kepentingan karier mereka dan lebih banyak mengharapkan diperoleh dari perusahaan. Pendapat seperti ini tidak sepenuhnya benar, karena karier seseorang merupakan tanggungjawab kita masing-masing. Kita merupakan Boss atau CEO untuk diri kita sendiri dan semua aspek wajib dikelola dengan baik seperti aspek keuangan, karier, aspek training, “memasarkan” diri kita sampai juga menciptakan brand terhadap diri kita sendiri.
Sama halnya dengan boss di perusahaan, kita sebagai boss untuk diri kita sendiri pertama-tama harus membuat kontrak kerja untuk karier kita. Unsur-unsur apa yang ada di dalam kontrak? Berikut tips untuk itu.
1. Buat pernyataan berupa janji dan tanggungjwab karier ada di diri kita sendiri. Contohnya: Saya mengerti dan menerima kenyataan bahwa saya bertanggungjawab penuh terhadap karier saya sendiri. Saya mengerti bahwa kesuksesan pribadi bergantung pada bagaimana saya melakukan terbaik dan ……..
2. Pada alinea 2, buat janji bahwa kita akan membuat rencana yang Specific, Terukur, ada waktunya, realistic dan achievable.
3. Dalam kontak dibuat janji juga bahwa kita akan membuat tugas dan tanggungjawab yang dapat dikaji ulang secara berkala.
4. Pernyataan komitmen yang lebih pasti.
Dengan membuat kontrak kerja ini, kita se4ringkali diingatkan kembali terhadap tanggungjwab kita. Mudah-mudahan dengan kontrak kerja ini, karier kita lebih dapat di-manage dengan baik.
Manage Your Boss
by Franz Dirgantoro – Country Manager Jobstreet.com
Hubungan dengan atasan tidak disangkal lagi mempengaruhi kinerja dan karier kita. Untuk membina hubungan dengan atasan pertama-tama yang kita perlu lakukan adalah mengerti kebiasaan dan peribadi atasan, tatau kalau mengambil istilah Steven Covey dikenal dengan First to Undertand than to be Understood. Bayangkan saja kalau ide dan proposal kita sering ditolak yang mungkin hanya disebabkan oleh karena kita tidak mengenal gaya, kebiasaan dan pribadi atasan kita.
Dalam tes kepribadian biasanya ada 4 jenis kelompok utama yang namanya tentu saja bergantung alat tes yang digunakan, dari yang paling sederhana sampai yang lengkap dan terpadu. Perusahaan banyak yang menggunakan DISC profiling atau yang sederhana seringkali juga menggunakan Color Code dari Hartman. Tentu saja untuk dapat berhubungan baik dengan atasan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengetahui pribadi kita terlebih dahulu. Kalau tidak ada kesempatan melakukan tes tentu saja kita dapat menganalisa kebiasaan-kebiasan keseharian kita dan atasan kita dengan melihat perilaku sehari-harinya.
Berikut ilustrasi cara mengenal atasan secara sederhana. Coba kita perhatikan kebiasaan atasan kita dengan cara misalnya melihat meja kerjanya. Apakah meja kerjanya rapi? Kalau ya, coba perhatikan lagi apakah yang bersangkutan sangat detail, analitis, prefeksionis, teliti dan senang dengan angka? Kalau jawabannya ya, maka segala bentuk usulan atau proposal harus dilengkapi dengan data, analisa dan rekomendasi yang jelas. Selain itu tipe bos seperti ini cenderung disiplin sehingga kalau ada janji dengan dia, Anda wajib datang tepat waktu dan sekali-kali datang terlambat karena dapat dipastikan bahwa bos Anda akan tidak senang dan segala proposal yang sudah dipersiapkan menjadi sia-sia. Jangan lupa bahwa bos seperti ini cenderung banyak pertimbangan dan mempunyai kesulitan dalam mengambil keputusan.
Ada tipe bos yang sangat ramah, komunikatif dan persuasif. Pembawaannya fun dan meja kerjanya tidak rapi alias berantakan. Seringkali impulif dan tidak disiplin tetapi karismatik. Dapat dibayangkan kalau saja bawahannya mempunyai tipe seperti diatas yang sangat detail dan tidak menyesuikan dengan tipe bos yang ramah seperti ini, maka proposal yang disiapkan secara detail, rapi dengan penuh angka dan analisa menjadi tidak efektif lagi. Karena bos seperti ini tidak terlalu suka angka-angka dan tidak detail. Bos seperti ini senang dengan laporan yang bersifat verbal dan disampaikan dengan cara tidak terlalu formal. Jangan lupa juga membuka percakapan yang bersifat pribadi karena tipe bos seperti ini seringkali sharing perasaan pribadinya. Mengadakan meeting saat lunch atau di cafe dapat membantu memperlancar diskusi dengan bos seperti ini. Kadang proposal Anda tidak perlu dibaca lagi dan langsung disetujui. Tentu saja hal ini yang kita harapkan kan?
Tipe bos ketiga adalah bos yang sangat dominan, tegas dan senang menunjukkan kekuasaannya. Bos seperti ini cenderung to the point dan tidak sabaran. Dalam mengajukan proposal tentu saja harus menyajikan data faktual dan juga keuntungannya. Rasanya percuma saja memuji bos seperti ini mengenai penampilannya karena bagi bos seperti ini kinerja pekerjaannya yang membuat bangga dirinya. Untuk menghadapi bos seperti ini sebaiknya tetap fokus pada tujuan dan tunjukkan hasil yang positif.
Ada tipe bos yang senang dengan kedamaiaan alias tidak suka akan konflik. Bos seperti ini pendengar yang baik, pembawaannya tenang, sangat teroganisir. Dalam menghadapi bos seperti ini perlu kesabaran dan seringkali mudah dipengaruhi oleh pihka lain sehingga keputusannya seringklai berubah.
Ilustrasi di atas merupakan sekedar gambaran untuk langkah awal membina hubungan kita dengan atasan kita meskipun dalam kenyataannya terjadi kombinasi dari beberapa tipe dasar tersebut atau adanya situasi yang tidak mempengaruhi hal di atas. Selain dari mengenal atasan di atas ada hal-hal yang secara umum disukai oleh atasan kita atau yang kita dapat hindari supaya hubungan tetap baik. Berikut beberapa tips umum yang dapat menjadi acuan dasar.
Informasikan tidak hanya masalah saja melainkan beri solusi atas masalah yang kita hadapi. Kalau kita amati, bawahan seringkali membawa permasalahna-permasalahan tanpa disertai solusi. Hal ini tentu saja dapat menyita waktu atasan yang tentu sdaja sudah mempunyai berbagai masalah sendiri. Dalam hal kita harus meminta pendapat atau solusi pastikan kita tahu persis apa yang menjadi masalah utama. Permasalahan terjadi karena ada gap antara target dan realisasi. Untuk itu kita perlu memastikan apakah solusinya minta tambah sdm, atau revisi waktu, atau peninjauan budget, atau hal lainnya.
Hindari untuk meminta solusi yang tidak pasti. Hindari untuk memberi kejutan tidak menyenangkan. Atasan paling tidak suka memnerima kejutan yang tidak menyenangkan apalagi kalau mendengan dari orang lain. Untuk menghindari masalah ini, kita harus bersikap terbuka dan tidak perlu ada yang ditutupi. Diskusikan resiko-resiko yang mungkin terjadi sebelum sesuatu dieksekusi sehingga dalam pelaksanaannya segala sesuatu sudah dapat diprediksi. Andaikan terjadi yang tidak menyenangkan, bicarakan langsung dengan atasan sebelum atasan mendengar dari pihak ketiga.
Beri informasi selengkap mungkin dan jangan berasumsi kalau bos kita tahu segalanya. Jadi kita perlu melakukan edukasi dan memberi informasi terkini tentang situasi, keadaan dan informasi lainnya kepada atasan kita.
Cari waktu yang tepat untuk memberi informasi. Seringkali kita bertemu dengan waktu yang tida pas, karena atasan sedang ada masalah, sedang sibuk atau sedang tergesa-gesa. Untuk memperoleh hasil yang optimal gunakan waktu yang pas untuk bertemu.
Ciptakan kepercayaan dengan tidak memberi janji yang tidak dapat diberikan. Pertimbangkan secara matang sebelum kita mempunyai komitmen terhadap target atau pun hasil kerja kita. Terlalu sering membuat janji berlebih dapat mengurangi kredibilitas.
PERAN MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN LINGKUNGAN
PERAN MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Oleh:
Dra. Masayu S.Hanim, M.Si*
Abstract
Social participation on environmental management was determined by social
relations system, government system, regulation system, and law enforcement
system. The synergy of that four systems would be construct the relation
system frame, between nature and human being. Actually, the frame
constructed by good governance, social participation for the law and law
enforcement bureaucracy. For all, The Government continues to consolidate
its co-operation with the private sector and foster the establishment of venture
capital funds for sustainable development.
1. Pendahuluan
TAP MPR no. IX tahun 2001 telah menggariskan perlunya DPR dan
Presiden untuk meninjau kembali semua undang-undang dan peraturan sektoral
tentang pengelolaan sumberdaya alam dan pembaruan agraria untuk kemudian
menggantikannya dengan peraturan baru yang lebih komprehensif dan ramah
lingkungan, sampai kini tampaknya masih mengalami kesulitan untuk membawa
kesuatu perubahan yang berarti.
Menyadari betapa kompleks dan rumitnya upaya pengelolaan serta
penegakan hukum lingkungan pada umumnya, dan khusus di wilayah DAS1
Terpadu, Citarum dan Kawasan Jabodetabekpunjur2 sudah banyak gagasan
ataupun advokasi yang dilontarkan. Misalnya dalam era reformasi sekarang ini
harus dimulai dari perbaikan sistem hukum. Perbaikan sistem hukum ini harus
disertai dengan political will untuk membangun sistem politik yang kondusif agar
berkembang sistem hukum yang adil dan merata dalam upaya penegakan
* Peniliti LIPI dan Dosen FISIP Universitas Budi Luhur. Alumnus S.2 Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia.
1 Singkatan dari Daerah Aliran Sungai
2 Singkatan dari Jakarta, Bogor,Depok, Tangerang Bekasi Puncak Cianjur.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 60
hukum. Karena penegakan hukum merupakan prasyarat utama untuk keluar dari
krisis multidimensional sekarang ini. Usul lain adalah reformasi birokrasi agar
implementasi regulasi dapat mudah dipahami oleh semua pihak untuk
menegakan hukum.
Ketika penelitian dalam kemasan Program Kompetitif diluncurkan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2003 yang lalu, turut
mengambil bagian dalam program ini, tim yang melakukan kajian dengan
pendekatan sosial kemasyarakatan di wilayah DAS Citarum, dan DAS Ciliwung
dan Cisadane yang populer dengan sebutan kawasan Jakarta, Bogor, Puncak
dan Cianjur (Jabopunjur), merupakan bagian dari penelitian terpadu dari
berbagai disiplin ilmu. Fokus dari penelitian ini adalah pada dimensi hukum dan
kebijakan, kelembagaan yang mengelola DAS, dan peran serta masyarakat.
Pertanyaan utama yang diajukan adalah mengapa DAS di Jawa Barat menjadi
dalam kondisi kritis, sehingga berakibat pada terjadinya bencana banjir dan
longsor, kekeringan dan pencemaran di kawasan DAS dari tahun ke tahun ?
2. Kondisi Kerusakan DAS Citarum & Kawasan Jabodetabekpunjur
Merupakan salah satu fakta yang menunjukkan terjadinya konflik dan
ketidakserasian atau penyimpangan pemanfaatan ruang, khususnya antara
pemanfaatan kawasan pemukiman, perkotaan,industri, pertanian dan kawasan
lindung. Bentuk-bentuk penyimpangan itu di antaranya pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai untuk pemukiman. Bantaran sungai juga berubah fungsi. Demikian
juga pemanfaatan ruang untuk pemukiman pada wilayah retensi air, seperti
rawa-rawa dan lahan basah.
Data lapangan menunjukkan, penggunaan lahan untuk permukiman di
Jabodetabek sejak tahun 1992 hingga 2001 naik rata-rata 10 persen/tahun.
Dalam kurun waktu yang sama, terjadi pula pengurangan luas kawasan lindung
rata-rata 16 persen/tahun. Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek berubah
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 61
sekitar 20 persen. Pemanfaatan lahan di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur
(Bopunjur), yang merupakan hulu (up-stream) kawasan Jabodetabek, telah
menyimpang 79,5 persen dari arahan yang ditetapkan dalam Keppres No
114/19993.
Hal ini disebabkan pertumbuhan kawasan pemukiman/perkotaan yang
cukup pesat dengan luas mencapai 35.000 hektare (ha) atau 29 persen dari total
luas kawasan Bopunjur, telah terjadi perubahan besar-besaran penggunaan
lahan, baik lahan terbuka, lahan pertanian dan sebagainya. Perubahan rata-rata
20 persen/tahun.
Selain itu, masih terdapat beberapa masalah yang terjadi di kawasan
Jabodetabekpunjur, yakni masalah urban sprawl . Hal itu sebagai akibat adanya
perkembangan pembangunan dalam skala besar di kawasan Jabodetabek,
terutama dalam kurun 10 tahun terakhir (1885-1999). Kota baru yang bertebaran
di Kota/Kabupaten Bogor, Tangerang, Jakarta, Depok, dan sebagainya, menjadi
salah satu biang keladi perubahan itu. Perkembangan pembangunan itu pun
diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk dari 16 juta jiwa (1990) menjadi 19
juta jiwa tahun 1996. Diperkirakan, tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 27,3
juta jiwa. Tingkat kepadatan penduduk tahun 1997 di Kabupaten Bogor tercatat
1.432 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk 4.344.800 jiwa dan luas 3.034,47 km2.
Penduduk Kota Bogor 655.300 jiwa dengan luas 112,74 km2 dan kepadatan
5.812 jiwa/km2. Sedangkan total Botabekjumlah penduduk mencapai 12.068.100
jiwa dengan luas 6.025,97 km2 dan kepadatan 2.003 jiwa/km2.
Perkembangan pembangunan di bagian hulu kawasan, telah
mempersempit vegetasi yang menutup permukaan tanah. Terjadinya
penyempitan sungai akibat sedimentasi dari partikel-partikel yang terbawa,
3 Penyimpangan itu diketahui berdasarkan informasi citra landsat tahun 2001, Ditjen
Penataan Ruang Departemen PU tahun 2002
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 62
berdampak pada peningkatan aliran air permukaan (run-off). Sedangkan
perubahan lahan alami ke lahan terbangun menimbulkan bahaya erosi dan
menurunkan infiltrasi air tanah. Yang lebih memprihatinkan lagi, hingga tahun
2002, situ-situ (kolam tangkapan air) mengalami penurunan yang cukup
signifikan mencapai 65,8 persen. Berdasarkan data kajian, di Jakarta terdapat 16
situ dengan luas semula 182,9 ha. Sekarang tidak jelas lagi keberadaannya. Di
Kabupaten Bogor, 94 situ dengan luas semula 502,1 ha. Terjadi penurunan luas
yang signifikan menjadi 47,9 ha. Kapasitas semula 5.905.750 m3 dan sekarang
menjadi 2.298.000 m3. Di Kota Bogor, terdapat enam situ yang semula luasnya
15,4 ha telah menyusut sekarang menjadi 12,5 ha. Kota Depok terdapat 22 situ
dengan luas semula 167,9 ha menyusut menjadi 151 ha. Kabupaten Tangerang,
37 situ dengan luas semula 1.063,1 ha sekarang luasnya setelah menyusut
686,7 ha. Di Kota Tangerang terdapat delapan situ, semula luasnya 195,8 ha
dan sekarang menjadi 136,4 ha. Di Kabupaten Bekasi dari 17 situ dengan luas
semula 110,1 ha, sekarang menjadi 10 ha 4.
Permasalahan lainnya adalah perkembangan infrastruktur yang tak
terkendali, khususnya pembangunan yang terjadi di lintas wilayah yang memiliki
keterkaitan dengan fungsi dan struktur alam. Selain itu, meningkatnya kebutuhan
perumahan dan fasilitas lainnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk,
peningkatan jumlah kendaraan yang semakin pesat, serta adanya fenomena
ketidakseimbangan antara pembangunan jalan dengan jumlah kepemilikan
kendaraan.
Masalah limbah juga harus mendapat perhatian, dengan meningkatnya
limbah industri dan rumah tangga di bagian hilir. Belum optimalnya sistem
pengelolaan sampah, terutama pada wilayah DAS. Sebagai contoh di Jakarta,
hanya 84,6 persen dari total volume produksi sampah per hari yang bisa dikelola.
Sedangkan di luar Jakarta, baru mampu mengelola 20 hingga 30 persen dari
total volume produksi sampah per harinya, sisanya dibuang.
4 Jabopunjur merupakan representasi (mewakili) lokasi penelitian 2003 – 2005
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 63
3. Penyebab Krisis DAS Citarum dan Kawasan Jabodetabekpunjur
Setelah dilakukan kajian melalui perspektif sosial yakni dalam hal
kebijakan dan kelembagaan serta penegakan hukum dibarengi dengan peranan
perilaku masyarakat, maka terungkap dimensi-dimensi penyebab utama
yang memicu langsung maupun tidak langsung kondisi kerusakan DAS
sekarang ini. Melihat kondisi saat ini, pertanyaan apakah kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang ada tidak cukup efektif mengatur dan
menangani wilayah DAS di Jawa Barat, Banten dan DKI ini? Atau, apakah
implementasi dari peraturan perundang-undangan tersebut yang tidak tepat?
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Tentunya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan
tersebut, selain melihat dari segi sumber daya manusia aparat
pelaksana dan masyarakat, juga penting untuk mengkaji regulasi, kebijakan dan
peraturan perundang-undangan kawasan DAS ini.
Penelitian 2003 - 2005 mencatat bahwa penyebab kesemuanya itu
adalah belum terjadi sinergi antara 4 (empat) sub sistem untuk menuju pada
sistem lingkungan kehidupan yang representatif yakni :
3.1. Sistem hubungan sosial masyarakat yang terpola dari interaksi sosial
yang terbentuk selama ini adalah sistem yang mengacu pada hilangnya
nilai-nilai yang baik seperti seharusnya patuh pada peraturan yang sudah
dibuat menjadi tidak patuh/ melanggar, pemegang kekuasaan seharusnya
mengayomi/melindungi masyarakat tetapi berkembang sifat egoistis dari
pemegang kekuasaan (ego-sektoral) yang lebih menonjol, sehingga
hilangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap penguasa/pembuat
kebijakan yang dianggap mementingkan tujuan penguasa dan pengusaha
saja, tanpa memikirkan kepentingan publik secara luas. Dengan perkataan
lain pola interaksi sosial menjadi tidak terarah kepada tujuan yang baik,
sebagian besar masyarakat menjadi anomie, bingung dan apatis.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 64
3.2.Sistem Pemerintahan: aparat pemerintah sebagian terlibat KKN (karena
keserakahan pihak yang berkuasa/atasan atau gaji tak memadai bagi pihak
bawahan yang harus melaksanakan tugas), dana operasional penegakan
hukum tidak ada/memadai dan sistem kebijakan yang sektoral tidak
terpaduserasi sehingga masing-masing instansi yang berkepentingan
membuat kebijakan, dan terjadi tunpang tindih/ disharmoni regulasi.
Lemahnya atau tidak ada koordinasi terpadu antar kelembagaan (arogansi
sektoral).
3.3.Sistem Perundang-undangan /Regulasi: Konflik kepentingan terlihat jelas
pada produk hukum lingkungan antara kepentingan birokrat dan konglomerat
(sektoral), dan kepentingan pelestarian lingkungan. Sehingga terjadi dissinkronisasi
dan dis-harmonisasi diantara regulasi lingkungan. Hal ini
mengakibatkan kerusakan lingkungan semakin parah. Karena banyaknya
jumlah regulasi5, menimbulkan kebingungan masyarakat, pada akhirnya
regulasi diabaikan dan mereka bertindak sendiri-sendiri (melanggar
peraturan baik ditingkat pejabat maupun masyarakat awam). Pada tingkat
implementasi terjadinya kesemrawutan, di satu sisi aparat dituntut untuk
melakukan penertiban dan merealisasikan penataan ruang, namun di sisi lain
mereka tidak mempunyai kekuatan hukum untuk melakukannya. Adanya
peraturan yang menggamangkan seperti ini membuat tindakan aparat lebih
banyak menunggu adanya laporan dari masyarakat, dimana sudah jelas ada
yang dirugikan, barulah proses penertiban lebih punya kekuatan hukum.
Peraturan yang dianggap tidak jelas tersebut adalah Keppres 114/1999 yang
selama ini menjadi acuan. Peraturan tersebut belum menjelaskan secara
rinci sampai sejauhmana batasan kewenangan yang dimiliki Pemerintah
Kabupaten serta lokasi mana saja yang boleh dan tidak boleh dibangun.
Semua ini belum punya kejelasan sehingga menimbulkan keraguan.
5 Di DAS Citarum ada 54 regulasi (Wangsaatmaja, 2006) dan Jabodetabekpunjur lebih kurang 36
regulasi)
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 65
3.4. Sistem Penegakan Hukum: Pembiasan regulasi oleh aparat
pemerintah (eksekutif dan legislatif), lemahnya pengetahuan aparat penegak
hukum (yudikatif) tentang hukum lingkungan serta mafia peradilan (suap
untuk bebas dari tuntutan hukum). Sistem sosialisasi regulasi tidak berjalan
sehingga masyarakat menjadi buta hukum, tidak tahu/sadar bahwa ada
peraturan yang mengatur, kadang mereka terjebak pada pelanggaran.
Hukum lingkungan mengajarkan semua itu sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan merupakan suatu sistem. Pendekatannya selalu sistemik, tidak
pernah lingkungan berbicara tidak sistemik. Jika tidak, hal itu akan
mendampak pada penemuan kesimpulan yang menyimpang/keliru. Pada
waktu kita berbicara hukum lingkungan, penegak hukumnya adalah aparatur
pemerintah. Dia adalah orang paling pertama dan utama dalam menegakan
hukum, oleh karena itu tanggung jawab ada padanya. Penegak hukum itu
tidak saja aparatur pemerintah yudikatif (hakim, polisi, pengacara, jaksa),
tetapi juga aparatur pemerintah legislatif dan eksekutif. Ia harus menegakkan
rencana tata ruang, menegakkan hukum yang membatasi kegiatan-kegiatan
lain dalam rangka pelestarian lingkungan. Tidak jarang terjadi misalnya
kalau ada seorang pejabat memberikan izin terhadap kawasan lindung, dan
ini ternyata salah, maka hal itu bukan kesalahan prosedur, dianggap hanya
kesalahan administratif saja. Sebetulnya sebagai aparatur salah, melanggar
peraturan perundang-undangan yang dia buat sendiri.
Semua unsur tersebut memegang peranan penting. Mereka saling
berinteraksi membentuk sebuah mekanisme yang dalam hal ini
menyebabkan terjadinya bias regulasi dalam sistem pembuatan kebijakan
publik6, sehingga menyebabkan kerusakan yang sedemikian parah. Oleh
6 Hanim, Masayu S. dkk, (2003) Sistem Jaringan Pembuatan Kebijakan Publik yang Berdampak
Pada Penyalah Gunaan Lahan di Kawasan Jabopunjur, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan, LIPI ,Jakarta,
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 66
karena itu, interaksi dan sinergi ke empat unsur tersebut menduduki peranan
utama. Namun keempat sistem tersebut tampaknya mempunyai masalah,
sehingga penegakan hukum khususnya hukum lingkungan, koordinasi
kelembagaan serta implementasi regulasi belum bisa terlaksana dengan
semestinya, dan kerusakan lingkungan terjadi selama ini.
4. Rekomendasi Langkah-Langkah Menuju Pelestarian DAS
Dalam konteks pendekatan antropo-ekosistemik bagi sub sistem
pengelolaan lingkungan, sebagai dasar dari empat sub sistem lainnya maka
diharapkan dapat membentuk suatu sistem kehidupan lingkungan yang
representatif yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan semua pihak,
yakni manusia dan alam. Lingkungan dianggap sangat mempunyai
kepentingan, dalam arti kata punya hak hidup dan hak untuk berkembang
disamping harus mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana kita sadari sistem perundangan sekarang ini sulit
berjalan/diimplementasikan sehingga penegakan hukumpun sulit dilakukan.
Hal ini karena sistem pembuatan produk hukum lingkungan berasal dari
birokrat, seperti yang dinyatakan oleh Ir.Sarwono Kusumaatmaja mantan
Menteri Lingkungan Hidup, bahwa hingga kini kebijakan publik masih
ditangan para birokrat, sedangkan rumusan para ahli, periset, dan ilmuwan
dibidang tersebut justru disingkirkan15. Oleh karena itu dalam menuju suatu
sistem hukum lingkungan yang representatif harus dimulai dengan
memperbaiki regulasi atau produk hukum lingkungan dengan paradigma
antropo-ekosistemik yang lebih mengutamakan harmonisasi hubungan
manusia dengan alam. Ada 5 (lima) isu mengenai perbaikan produk
hukum/ regulasi yaitu :
15 Media Indonesia, 17 Juni 2003
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 67
4.1. Proses Pembuatan Produk Hukum Lingkungan dan Tata Ruang
Proses pembuatan produk hukum lingkungan menjadi arahan awal dalam
munculnya produk hukum yang mengatur wilayah DAS. Hal penting yang harus
ada di sini adalah keterkaitan semua unsur yaitu para stakeholder dalam
melakukan urun rembug kebijakan publik yang mengatur wilayah DAS. Sesuai
mekanisme pendekatan sistem, semua unsur yang merupakan sub sistem harus
terlibat dari awal, sejak dari peraturan perundang-undangan dirancang dan
kemudian ditetapkan. Hal ini untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya
ketidaksesuaian antara kondisi lapangan dengan aturan di atas kertas.
Kondisi lingkungan juga harus dipertimbangkan, karena di sini ada hak
hidup dan berkembang bagi seluruh ekosistem.Untuk tahap awal dalam proses
pembuatan kebijakan harus diawali dengan pembentukan Tim Pengkajian16,
artinya tidak hanya pada sisi tata ruang semata, namun perlu keterlibatan unsur
ahli lainnya, seperti, ilmuan biologi, teknik lingkungan, pertambangan,
kehutanan, kebijakan publik, antropologi, sosiologi, dan ekonomi. Sementara dari
sisi aparatur pemerintahan, perlu diakomodasi kepentingan dari masing-masing
departemen, seperti, Perindustrian, Perdagangan, Pertahanan dan Keamanan,
Perhubungan, BPN, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kehutanan dan
Perkebunan, Penanaman Modal Asing dan Daerah.
Berdasarkan hasil kajian interdisipliner dan multidisipliner serta lintas
sektoral tersebut, selanjutnya disusun Rencana Tata Ruang (sebagai bagian dari
Hukum Lingkungan) yang berorientasi pada perlindungan lingkungan, baik
terhadap kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Seluruh pembicaraan
tersebut harus dikerangka dalam sebuah kacamata bersama yaitu Undang-
Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Turunannya akan
muncul lagi dalam bentuk yang lebih konkret yaitu, Peraturan Daerah (Perda)
masing-masing.
Secara kelembagaan seharusnya pihak-pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan produk hukum di wilayah DAS adalah :
16 Amirudin Dajaan Imami Kepala PS Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang, FH
Unpad. 2005
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 68
1. Aparat pemerintahan daerah (Prop.Banten Jawa Barat dan DKI
Jakarta, beserta tingkat II, Kabupaten/Kota dan III, Camat)
2. Aparat pemerintahan pusat yang berada dalam departemen masingmasing
:
a. Dep. Lingkungan Hidup
b. Dep. Pertanahan
c. Dep. Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral
d. Dep. Kehutanan
e. Dep. Perindustrian dan Perdagangan
f. Dep. Pertahanan dan Keamanan
g. Dep. Perhubungan
h. Dep. Pemukiman dan Prasarana Wilayah
i. Dep. Perkebunan dan Pertanian
j. Dep. Hukum dan HAM
3. Kalangan masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama)
4. LSM dan Presure Group.
5. Akademisi dan kalangan ahli (expert), misalnya : Perguruan Tinggi,
LIPI, BPPT, Ristek dst.
6. Kalangan pengusaha
7. dan lain-lain
Komponen yang dikemukakan di atas adalah sebuah sistem yang utuh
dan menyeluruh. Dalam prosesnya, harus ada sebuah mekanisme komunikasi
yang rapat dan intensif yang mengarah pada sebuah misi bersama, pengelolaan
lingkungan hidup dan tata ruang DAS yang ramah lingkungan. Model
komunikasinya berlangsung dalam sebuah mekanisme yang dialogis dan
partisipatif diantara pemangku kepentingan (stake-holder).
Keterlibatan kelembagaan serta kelompok-kelompok masyarakat
tersebut, selama ini sangat minim. Beberapa keterangan didapat bahwa,
walaupun mereka dilibatkan, namun terkadang hanya menjadi pelengkap dan
tidak diakomodasi secara baik. Model yang diterapkan selama ini, lebih banyak
dalam bentuk usulan-usulan dari masing-masing instansi secara tertulis, dan
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 69
kemudian dirumuskan dalam sebuah bentuk jadi. Pada akhirnya, ini berdampak
pada rendahnya partisipasi saat peraturan tersebut diimplementasikan.
Setidaknya, ini terlihat dari Keppres No. 114/1999, yang cenderung sulit
diterapkan di lapangan.
4.2. Pelaksanaan Produk Hukum, Terutama Punishment dan Reward.
Aspek utama dalam proses kebijakan publik adalah tahap pelaksanaan
17, yakni bahwa sebuah kebijakan yang paling bagus sekalipun, tidak akan ada
artinya sama sekali jika tidak bisa dilaksanakan. Tahap pelaksanaan adalah
bagian paling rumit dalam sebuah kebijakan, oleh karena itu memerlukan
perhatian khusus dan perbaikan terhadap berbagai kelemahan-kelemahan yang
ada.
Kebijakan publik, dalam bentuk hukum lingkungan dan tata ruang, telah
banyak mengatur wilayah DAS Citarum/Jabopunjur. Sejak dari tahun 1960
hingga sekarang, beragam peraturan telah dikeluarkan. Bisa dikatakan kebijakan
publik diwilayah DAS Citarum/Jabopunjur telah sangat lengkap, kendatipun dari
sisi materi masih menyisakan berbagai kelemahan dan kekurangan-kekurangan.
Akan tetapi, realitasnya, tata ruang DAS Citarum/Jabopunjur misalnya,
khususnya wilayah Puncak, tetap semrawut dan kerusakan-kerusakan
lingkungan terus terjadi.
Pelaksanaannya seringkali tidak secara konsisten dan mengacu penuh
pada peraturan. Hal ini terkait sekali dengan faktor manusia yang mau dan
mampu melaksanakannya. Dari sisi materi sudah cukup mengakomodasi,
namun ketika pelaksanaan tidak konsisten. Konsistensi ini terkait pula dengan
sinergi antara semua instansi dan departemen terkait, terutama aparat
pemerintahan daerah dan lembaga peradilan. Seringkali terjadi, persoalan tata
ruang dan lingkungan diajukan ke pengadilan, namun hanya mendapat sanksi
administrasi. Ini tidak menimbulkan efek jera dan dalam pelaksanaan hukum tata
ruang, diperlukan ketegasan hukum.
17 Solihin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan Publik, dari Formulasi ke Implementasi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2001.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 70
Secara sederhana, aspek pelaksanaan peraturan hukum, terkait
dengan ganjaran dan penghargaan bagi pelaksana di lapangan, bisa
digambarkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan aparatur dan masyarakat mengenai
hukum lingkungan dan tata ruang;
2. Memberikan kejelasan sanksi yang tegas dan imbalan yang jelas bagi
pelanggar peraturan;
3. Memastikan adanya koordinasi antar departemen dan instansi
(kelembagaan) secara mandiri dan komprehensif, dengan satu misi,
pelestarian lingkungan hidup di Wilayah DAS.
4. Meningkatkan penghasilan/gaji bagi aparatur penegakan hukum
secara adil dari tingkat atasan sampai pelaksana lapangan;
5. Membiasakan adanya kontrol dan keterbukaan public/partisipasi
masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengetahui secara langsung
kesalahan dan kekurangan dalam pelaksanaan peraturan;
6. Membuka wacana bagi pembentukan koordinasi terpadu (seperti
Badan Otorita), atau bentuk lainnya, dengan melibatkan unsur
perguruan tinggi dan lembaga ilmiah lainnya. Pada saatnya nanti
dibentuk badan khusus wilayah DAS, yang terintegrasi dari semua
kalangan yang berkaitan dengan tetap mengacu pada indikatorindikator
lingkungan hidup;
7. Memperhatikan dan memasukkan secara jelas dan tegas keterlibatan
unsur-unsur yang ada di wilayah Puncak, termasuk unsur
masyarakat, tokoh agama, pendidikan, dan juga pemerintah provinsi
dan pusat;
Pelaksanaan penegakan hukum di wilayah DAS harus merupakan sinergi
dari semua pihak. Oleh karena itu, sinergi yang ada mestinya diikat dengan
sebuah peraturan khusus tentang wilayah DAS, yang tidak bersifat sektoral,
namun integral dari bagian-bagian lain. Konsep satu sistem harus
dikembangkan, sehingga bisa mengakomodasi semua kepentingan dan
adanya partisipasi semua pihak.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 71
4.3. Siklus Perundangan/Regulasi
Sebagaimana diketahui, hukum lingkungan merupakan hukum
fungsional yang menempati beberapa bidang hukum klasik, seperti hukum
adminsitratif, hukum perdata, hukum pidana. hukum tatanegara, hukum
internasional (publik dan privat), hukum agraria termasuk hukum tataruang
dan bahkan hukum pajak. Hukum pajak atau fiskal pun mestinya diperhatikan
dalam penataan lingkungan. mestinya proyek yang kemungkinan memberi
dampak besar terhadap lingkungan dalam pencemaran (pollution), perusakan
(damage) dan pengurasan (exhaustion) dikenakan pajak lebih tinggi daripada
yang dampaknya kecil.
DI RRC pada setiap proyek penting yang diajukan, harus disimpan
uang jaminan yang besarnya seimbang dengan resiko pencemaran,
perusakan dan pengurasan yang mungkin timbal. Uang jaminan itulah yang
akan diambil untuk menanggulangi pencemaran, perusakan dan pengurasan
lingkungan yang kemudian terjadi.
Penegakan hukum di Indonesia pada umumnya menghadapi kendala
yang alamiah, yaitu luasnya wilayah. terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku
bangsa yang budaya, agama dan bahasa yang bcrbcda, hubungan sulit,
tenaga kepolisian kurang. Kesulitan penegakan hukum lehih dipersulit lagi,
dengan kurangnya kesadaran hukum masyarakat, kurang dipahaminya
hukum oleh penegaknya scndiri, ditambah dengan sarana dan prasaran yang
kurang memadai.
Ada perbedaan pendapat yang sangat tajam mengenai arti "bumi dan
air dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar nya untuk
kemakmuran rakyat" .Bung Hatta dan Emil Salim berpendapat, bahwa kata
"dikuasai oleh negara" artinya "diatur oleh negara". misalnya listrik boleh
saja diusahakan oleh swasta, tetapi harganya ditentukan oleh negara
(Pemerintah). Sedangkan Jimly Assiddigi (Ketua Mahkamah Konstitusi) dan
Harun Al Rasyid mengatakan. "dikuasai oleh negara" artinya "dimiliki oleh
negara". Jika sumber air dimiliki oleh negara, maka mestinya semua proyek
air minum kemasan yang menyedot air dari humi, diusahakan oleh BUMN.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 72
Konsep penegakan hukum lingkungan, perlu pula diperhatikan,
bahwa kata pebegakan hukum dalam bahasa Ingerís ada dua pengertian,
yaitu enforcement yang represif dan compliance yang mengajak orang untuk
menataati hukum. Istilah penegakan hukum (Indonesia) membawa pikiran
ke penegakan secara represif tidak mcliputi yang preventif, padahal usaha
preventif lebih baik daripada yang represif. Jerman misalnya menganut
tiga prinsip penanggulangan kemerosotan mutu lingkungan, yaitu
prevention principle (prinsip pencegahan), polluters pay principle
(pencemar membayar) dan cooperation principle. Ketiga prinsip ini diadopsi
oleh banyak negara di dunia. Usaha pencegahan sangat kurang
dilaksanakan di Indonesia. Misalnya, pedagang kaki lima termasuk
sepanjang jalur Bogor-Puncak -Cianjur dibiarkan berkembang biak tanpa
dicegah lebih awal. Sesudah meluas meliputi ribuan orang, barulah digusur
yang dengan sendirinya membawa dampak timbulnya kerusuhan. Mestinya,
baru satu dua orang sudah dibongkar. Ada pula petugas rendahan
pemerintah daerah yang memungut "pajak liar" dari pedagang kaki lima
sehingga sulit dicegah lebih awal.
Prinsip kerjasama pun sangat kurang. Harus ada kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah, antara Pemerintah Pusat dan Daerah. antara
Pemerintah Daerah satu sama lain antara Bupati dan Gubernur, antara
Menteri KLH dan Menteri yang lain, dst.. Jika mereka jalan sendiri-sendiri,
misalnya dalam pemberian izin penggunaan lahan ditentukan sekian meter
persegi wewenang Bupati/Walikota, sekian meter persegi wewenang
Gubernur, terjadi manipulasi, dimana bisa terjadi izin itu dipecah-pecah
sesuai dengan luasnya lahan yang dibolehkan diberi izin. Di sini ternyata juga
bahwa kerjasama antara penegak hukum juga sangat kurang, misalnya
antara penegak hukum administratif (pemerintah daerah/ Menteri KLH) dan
penegak hukum pidana (polisi dan jaksa).
Walaupun hukum lingkungan menempati titik silang berbagai bidang
hukum klasik, namun instrumen untuk menegakkannya hanya ada tiga yaitu
administratif, perdata dan pidana. Di dalam UULII 1997 dijelaskan bahwa
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 73
penegakan hukum pidana bersitat subsidiaritas, artinya hanya diterapkan jika
instrumen administratif dan kemudian perdata tidak efektif. Dikenal di dunia,
bahwa sanksi pidana akan diterapkan jika korban akibat pencemaran atau
perusakan lingkungan sangat besar, dan pelanggarnya adalah residivis.
Perlu pula menjadi perhatian bahwa Undang-udang Tata Ruang tidak
terlihat adanya sanksi pidana dan perdata. Sedangkan sanksi
adminsitratif hanya tersirat di dalam Pasal 26. Dalam Undang-udang
tentang sumber daya air, ada sanksi pidana yaitu yang tercantum di
dalam Pasal 94 dan 95, tetapi sanksi administratif tidak terlihat secara
tegas. Sanksi administratif itulah yang pertama harus dikenakan karena pihak
administrasi itulah yang mengeluarkan izin. Pengaturan sanksi perdata
termasuk gugatan masyarakat tercantum di dalam Pasal 88 , 90, 91 dan 92.
Sebagaimana diketahui di negara maju dikenal siklus perundangundangan
(regulatory chain) yang dimulai dengan penciptaan/pembentukan
undang-undang (Inggeris: lagislation, Belanda: wet en regel giving), penentuan
standar (Inggeris : Standard setting, Belanda : Norm zetting). pemberian izin
(Inggeris : Licensing, Belanda: vergunning verlening) Penerapan (Inggeris :
implementation, Belanda : uitvoering), penegakan hukum (Inggeris : Law
Inforcement) Kemudian disusun usul untuk perubahan perundang-undangan
(legislation) 18, bila perundang-undangan itu tidak menghasilkan ketentraman
dan kesejahteraan semua pihak.
3.5. Pengelolaan Wilayah DAS yang Berbasis Masyarakat.
Pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah itu secara konkret terwujud
dalam kegiatan yang meliputi pembuatan peraturan, pelaksanaan serta
pengawasannya, kegiatan langsung yang memfasilitasi pemanfaatan kawasan
hutan oleh masyarakat, dan pengadaan unit usaha pemanfaatan kawasan hutan
yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam pengelolaan yang demikian, partisipasi
masyarakat memang tetap diperlukan, namun tidak dalam bentuk keikut-sertaan
18 A. Hamzah, Prof. Dr. Pakar Hukum Lingkungan di Jakarta
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 74
merumuskan sistem pengelolaan, melainkan dalam batas melaksanakan apa
yang sudah diputuskan oleh pemerintah. Dengan demikian dalam pengelolaan
yang dilakukan oleh pemerintah, partisipasi itu lebih bersifat semu.
Oleh karena itu beberapa kunci keberhasilan dari ko-manajemen adalah:
(1) Adanya batas-batas wilayah yang jelas yang akan dikelola bersama,
sehingga diketahui oleh masyarakat. (2) Setiap orang yang memanfaatkan
sumberdaya di wilayah itu dan berpartisipasi dalam pengelolaan harus diketahui
dengan jelas. (3) Kelompok masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan
sebaiknya tinggal secara tetap di dekat wilayah pengelolaan. (4) Setiap orang
yang terlibat dalam pengelolaan harus mempunyai harapan bahwa manfaat yang
diperoleh dalam pengelolaan harus lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
(5) Penerapan pengelolaan harus sederhana dan terintegrasi. (6) Masyarakat
lokal yang terlibat dalam pengelolaan membutuhkan pengakuan legal dari
pemerintah Daerah, sehingga hak dan kewajibannya dapat terlindungi (7)
Adanya kelompok inti yang bersedia melakukan semaksimal mungkin untuk
terlaksananya pengelolaan (8) Perlu ada pendegelasian proses administrasi dan
tanggungjawab pengelolaan dari pemerintah kepada kelompok masyarakat yang
terlibat (9) Perlu ada sebuah lembaga koordinasi yang berada di luar kelompok
masyarakat yang terlibat dan beranggotakan wakil dari masyarakat lokal dan
semua stakeholder untuk memonitor penyusunan pengelolaan lokal dan
pemecahan konflik (10) Diperlukan upaya yang mampu memberikan
peningkatan ketrampilan dan kepedulian masyarakat untuk ikut aktif dalam
kegiatan pengelolaan.
Selain itu terdapat beberapa prinsip penting yang harus dilakukan dalam
ko-manajemen. Pertama adalah adanya desentralisasi atau pendelegasian
kekuasaan. Melalui prinsip yang demikian maka urusan mengenai pengaturan
pemanfaatan kawasan tidak lagi dilakukan oleh pemerintah Pusat, melainkan
perlu didelegasikan kepada pemerintah daerah untuk menanganinya, dengan
memberikan keleluasaan kepada masyarakat di sekitar hutan untuk
mengimplementasikannya. Kedua, dalam ko-manajemen peranan masyarakat
sekitar hutan lebih diutamakan. Itu berarti bahwa masyarakat sekitar hutan dan
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 75
pihak-pihak lain yang kehidupannya sangat tergantung pada hasil hutan memiliki
peranan utama dalam merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan hutan, mulai
dari perencanaan kebijakan, penyelenggaraan dan pengawasannya. Ketiga,
keterlibatan masyarakat merupakan hal yang penting dalam sistem komanajemen.
Ini disebabkan masyarakatlah yang akan menerima dampak
langsung dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Keempat, setiap unsur
yang terlibat dalam pengelolaan kawasan diaudit oleh masyarakat. Audit ini
penting dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan di antara berbagai pihak
yang terlibat dalam pengelolaan bersama. Kelima, setiap unsur dalam
pengelolaan bersama dapat digambarkan secara tepat pengaruhnya terhadap
kegiatan yang dilakukan. Keenam, setiap keputusan yang diambil dalam
pemanfaatan lingkungan didasarkan pada konsensus antara pihak-pihak yang
terlibat, melalui negosiasi dan kompromi. Apabila konsensus ternyata tidak dapat
dilakukan, maka dapat dilakukan dengan cara yang dianggap paling demokratis.
Ketujuh, setiap keputusan yang diambil memperhatikan dua unsur sekaligus,
yaitu di samping memperhatikan kesejahteraan masyarakat juga memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan. Adapun kedelapan, pemanfaatan kawasan hutan
dilakukan secara adil dan jujur antara berbagai pihak yang berkepentingan.
Untuk itu maka pemanfaatan sumberdaya hutan didasarkan pada pertimbangan
akses terhadap alokasi sumberdaya, perijinan, dan sebagainya.
Melalui sistem pengelolaan yang terpadu, maka beberapa keuntungan
akan dapat diperoleh sekaligus. Pertama, investasi yang berlebihan, baik dari
masyarakat maupun dari perusahaan pertambangan akan dapat dikurangi,
sehingga akan dapat terhindar dari over eksploitasi. Sebagai akibat dari yang
pertama ini adalah keuntungan kedua, yaitu dapat meningkatkan pelestarian
sumberdaya hutan dan meningkatkan jumlah sumberdaya yang ada. Ketiga,
untuk menjamin kesetaraan alokasi kesempatan untuk memanfaatkan
sumberdaya hutan. Sebagai akibatnya, maka keuntungan keempat adalah dapat
mengurangi konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
pemanfaatan kawasan hutan. Di samping itu, sebagai keuntungan kelima, juga
dapat mengurangi konflik yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 76
yang memanfaatkan sumberdaya hutan. Adapun keuntungan keenam adalah
dapat meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat dan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.
3.6. Sosialisasi Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Hukum
Aparat Pemerintah dan Masyarakat
McQuail (2000:503) merinci pelbagai definisi sosialisasi, antara lain
sebagai ‘pengajaran nilai-nilai dan norma-norma yang dibangun dengan cara
memberikan ganjaran dan imbalan simbolik untuk pelbagai jenis perilaku.
Sosialisasi dimaksudkan pula sebagai proses pembelajaran di mana kita semua
belajar bagaimana berperilaku dalam situasi-situasi tertentu dan mempelajari
harapan-harapan yang seiring dengan suatu peran atau status tertentu dalam
masyarakat. Jadi sesungguhnya, seperti diungkapkan Potter (2001:284),
sosialisasi adalah “... a life-long process ...” Proses yang berlangsung seumur
hidup
Sosialisasi dalam hal ini adalah pemberian/peningkatan pengetahuan
bagi aparat pemerintahan yang akan menjalankan aturan adalah hal yang
mutlak. Ketentuan ini merupakan satu kesatuan dengan materi aturan itu sendiri.
Keduanya adalah sebuah rangkaian yang tidak dipisahkan, karena pemahaman
yang jelas tentang aturan akan membawa pada pelaksanaan yang lebih efektif
dan efisien.
Mengenai pengetahuan aparat ini, sering menjadi masalah, karena
tingkat pengetahuan yang berbeda, serta materi aturan yang umumnya
memerlukan penafsiran lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2003 dan
2004, ditemukan kenyataan adanya kebingungan aparat Pemkab Cianjur
maupun Bogor dalam melaksanakan aturan perundang-undangan. Kebingungan
tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan petunjuk dalam Keppres No. 114/1999
dengan realitas di lapangan. Hal ini ditambah lagi oleh tidak adanya peraturan
turunan yang bersifat lebih teknis.
Kesulitan lain yang ditemukan oleh aparat adalah kemampuan mereka
dalam menegakkan peraturan ketika berhadapan dengan pihak-pihak pemilik
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 77
villa dan bangunan melanggar, dimana umumnya adalah orang-orang yang
memiliki “kekuatan” dan kemampuan lebih. Tidak jarang pemilik villa adalah para
penegak hukum yang berdomisili di Jakarta, sehingga pengetahuan mereka
tentang hukum tata ruang dan lingkungan lebih memadai.
Sementara dari sisi sosialiasi peraturan perundang-undangan, masih
terlihat minim, terutama sosialisasi ke masyarakat. Hal ini kerap terjadi terutama
yang berkaitan dengan kepemilikan tanah. Pemahaman masyarakat, jika tanah
sudah menjadi hak milik mereka, maka mereka bebas mau membangun apa
saja. Mereka bisa saja menjual kepada pihak lain dan menjadikannya usaha
tersendiri. Pemkab Bogor dan Cianjur seringkali kesulitan untuk menertibkan
bangunan yang berada di kawasan lindung, namun status tanahnya sudah
berupa sertifikat hak milik.
Pemahaman masyarakat terhadap status kepemilikan lahannya,
sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Kusnaka Adimiharja19 adalah karena
ketidakjelasan peralihan lahan dari pemerintahan penjajah Belanda kepada
pemerintahan Indonesia. Pada awalnya tanah tidak dimiliki oleh masyarakat,
namun dikuasai negara. Perkembangan selanjutnya yang membuat terjadi
tanah-tanah yang dihakmiliki. Hal ini dipersulit lagi oleh tidak jelasnya peraturan
yang mengatur hak milik tanah, yang membuat kepemilikan tanah bisa berbedabeda.
Dalam hal inilah perlu sebuah usaha sosialiasi ke masyarakat dan aparat
pemerintahan daerah, mengenai peraturan-peraturan yang berlaku tentang
pengelolaan tanah di wilayah Puncak. Sosialisasi ini dilakukan secara simultan
dan komprehensif, yang ditujukan pada keterlibatan aktif para stakeholder untuk
ikut mematuhi aturan tata ruang yang dibuat. Sosialiasi tidak hanya sekedar
memasang papan pengumuman, namun mengajak masyarakat dan komponen
lain untuk memahami esensi perundang-undangan. Metodenya harus dilakukan
secara dialogis dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan dorongan-dorongan
19 Pakar Antropologi dan Budaya Sunda di Bandung
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 78
yang memberikan keuntungan kepada masyarakat yang pro-lingkungan hidup,
sebagaimana bobot yang tercantum dalam materi perundang-undangan.
Sementara pengetahuan bagi aparat, dapat dilakukan melalui pelatihanpelatihan
dan training-training secara terus menerus. Aparat pemerintah adalah
pejabat struktural yang memang harus banyak mendapatkan pelatihan, bukan
pendidikan formal. Pelatihan perlu dilakukan, karena aparat pemerintahan akan
sering berpindah-pindah tugas dari satu instansi ke instansi lain. Mereka harus
terus dibekali dengan materi-materi teknis pada bidangnya masing-masing.
Terutama berkaitan dengan hukum lingkungan dan tata ruang. Perpindahan
pejabat dari satu dinas ke dinas lainnya, harus diimbangi dengan pemberian
pengetahuan yang tepat dan sesuai.
Secara ringkas, rekomendasi untuk sosialisasi dalam upaya
peningkatan pengetahuan dan kesadaran aparat dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Melakukan pelatihan-pelatihan teknis sesuai bidang tugas secara
komprehensif dan berkelanjutan. Pelatihan ini difokuskan pada
pemahaman terhadap materi-materi perundang-undangan dan
konsep sustainable development.
2. Melakukan sosialisasi berupa dialog dan pertemuan dengan warga
masyarakat dan para stakeholder secara rutin dan komprehensif.
Pendekatannya adalah dialogis untuk menumbuhkan partisipasi
semua kalangan. Harus ditekankan ketentuan-ketentuan pengaturan
diri sendiri yang menunjang kelestarian lingkungan.
3. Melakukan sosialiasi secara lintas departemen dan instansi, terutama
yang berkaitan dengan DAS. Pendekatannya tidak sektoral, sehingga
akan muncul rasa tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat.
4. Melibatkan para tokoh masyarakat serta pengusaha dalam sosialisasi
peraturan perundang-undangan. Keterlibatan mereka berada di posisi
kunci, sehingga muncul sikap tanggung jawab untuk melaksanakan
peraturan. Secara tegas diatur pula, jika mereka tidak terlibat akan
ada sanksi yang tegas dan jelas.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 79
5. Memasukkan klausul keharusan pemberian sosialisasi dan
peningkatan pengetahuan aparat ke dalam materi perundangundangan.
Aturan mengenai jangan hanya masuk dalam peraturan
teknis, namun ditegaskan dalam peraturan utama, untuk menjaga
terjadinya proses yang diharapkan.
Rekomendasi di atas harus dilakukan sejalan dengan perbaikan pada
materi perundang-undangan, dimana ketentuan-ketentuan tersebut dimasukkan
sebagai bagian dari revisi peraturan perundang-undangan. Wilayah DAS akan
dianggap sebagai fokus kajian dengan melibatkan semua stakeholder dan para
tokoh masyarakat. Ini menjadi penentu dalam keberhasilan program yang akan
dilakukan.
5. Penutup
Harapan bahwa masyarakat dapat berperan dalam pengendalian
lingkungan, karena masyarakat yang menjadi pelaku utama dalam
pengembangan dari pedesaan sampai dikota-kota. Permasalahannya, secara
formal pendidikan di pedesaan rata-rata rendah dan jauh dari akses informasi
dan komunikasi. Ketersediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi juga
terbatas. Secara substansial, masyarakat mempunyai segudang pengalaman
berdasarkan pada teknologi-teknologi dan kearifan tradisional mereka
(indigenous knowledge and technology), namun selama 1-3 dekade yang lalu,
kekayaan pengalaman masyarakat desa banyak ditinggalkan karena dianggap
tidak selaras dengan kemajuan teknologi dan wacana abad modern. Akibatnya,
tatanan tradisional masyarakat desa di Indonesia tidak mendapatkan sentuhan
pengembangan yang cocok 20. Banyak produk kebijakan baik di tingkat lokal
(daerah) maupun nasional yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat desa.
Pada masa Orde Baru, produk-produk kebijakan yang dihasilkan mengenai desa
sangat kental dengan muatan dan nuansa penyeragaman, sementara kondisi
20 Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, 2004.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 80
obyektif desa-desa sangat beragam. Semangat intervensi dari pusat sangat kuat
dirasakan dan sangat efektif, sehingga masyarakat desa kehilangan kemampuan
dan keberanian untuk menciptakan aturan kebijakannya sendiri yang lain dari
yang ditetapkan pemerintah pusat.
Sumberdaya manusia/masyarakat di desa maupun di kota tidak
berkembang, tetapi cenderung hancur. Pengalaman-pengalaman positif
masyarakat desa hilang dan dilupakan orang seperti gotong royong dan
seterusnya, daya kreativitas masyarakat menurun tajam seiring dengan motivasi
diri untuk berkembang, keyakinan-keyakinan diri serta kemampuan evaluasi diri
pun luntur bersamaan dengan hilangnya tingkat keswadayaan masyarakat.
Sumberdaya masyarakat sebagai sumberdaya lokal tidak lagi kondusif bagi
pembangunan desa atau wilayahnya. Ini lah sebuah tantangan. Disini
diharapkan peran pemerintah dengan aparaturnya sekarang ini akan sangat
menentukan untuk membangun seluruh lapisan masyarakat yang mengerti dan
paham akan pelestarian lingkungan. Masyarakat mempunyai fungsi ganda,
dapat sebagai subjek dimana dia menentukan, mengendalikan, melestarikan dan
seterusnya, dan dapat pula sebagai obyek ekploitasi, dengan dimanfaatkan oleh
pihak lain untuk suatu kepetingan, dia (masyarakat) hanya turut sebagai saksi
mata bagi pengrusakan lingkungan oleh orang-orang yang punya kekuasaan dan
uang, dengan dalih pembangunan.
Daftar Referensi
Abdul Wahab, Solihin, 2001, Analisis Kebijakan Publik, Rineka Cipta, Jakarta.
Ageung, Ivan Valentina, (2004) Kaji Ulang Peraturan Perundang-undangan:
Implementasi TAP MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agrarian
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, RACA Press.
Askin, Moh., Prof. Dr., SH., 2003, Penegakan Hukum Lingkungan dan
Pembicaraan Di DPR-RI, Yarsif Watampone, Jakarta
Alatas, S.H., (1980), The Sociologi of Corruption, Times International, Singapore.
__________, 1987, Korupsi , Sifat, Sebab, dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.
Amirin, Tatang. M (1992) Pokok Pokok Teori Sistem, Rajawali Press, Jakarta.
Arief Budiman, (1996), Teori Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
____________,Ufford,v Q, (1988), Krisis Tersembunyi Dalam
Pembangunan, Gramedia, Jakarta.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 81
Atmasasmita, Romli; “Wacana Pemberantasan Korupsi”, Kompas, Harian, 16
Januari 2002.
Banathy, Bela, (1996), A Taste of Systemics, ISSS Integrated Systemic Inquiry
Primer Project, Carmel, USA.
Baharuddin Lopa, (1997), Masalah Korupsi dan Pemecahannya, Kipas Putih
Aksara, Jakarta.
Bertalanffy, von Ludwig; (1968) General System Theory. George Braziller, New
York.
Black,James A & Champion,Dean J: (1992) Metode Dan Masalah Penelitian
Sosial, PT Eresco, Jakarta
Berger, Charles R & Chaffee, Steven H; Handbook Of Communication Science,
Sage Publication, London.
Cartwright, D, (Editor), (1959) Studies in Social Power, Ann Arbor : Institute for
Social Power.
Churchman. C. West (1968) The System Aproach , Dell Publishing, Inc New
York.
Cooper, Richard N, (1999), Kebijakan Lingkungan dan Sumber Daya bagi
Ekonomi Dunia, Remaja Rosdakarya, Bandung.
De Fleur, Melvin & Ball Rokeach, Sandra; (1982) Theories Of Mass
Communication, London, Longman.
Dirdjosisworo, Soedjono, (1991), Upaya Teknologi Dan Penegakan Hukum
Menghadapi Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Dunn, William, N. (2000); Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada
University Press.
Fisher, Aubrey.B; (1986), Communication Theories, New York, Random House,
Terjemahan, Remaja Rosda Karya, Bandung
French, JRP., Jr, (1956) A Formal Theory of Social Power, Psycholigical Reviem.
(Hal 63, 181, 194)
Fuller, Lon. L., “The Morality of Law” dalam Rahardjo, Satjipto, 1980, Hukum dan
Masyarakat, Angkasa, Bandung
Hamzah,A. (1997), Penegakan Hukum Lingkungan, CV. Saapta Artha Jaya,
Jakarta.
Hanim, Masayu S. (editor), Sistem Jaringan Pembuatan Kebijakan Publik yang
Berdampak Pada Penyalahgunaan Lahan di Kawasan Jakarta-Bogor-
Puncak-Cianjur, 2003, LIPI Proyek Pengembangan Riset Unggulan
Terpadu, Jakarta.
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2002-2004, 2004, CV Eka
Jaya, Jakarta
Hardjasoemantri, Koesnadi, Prof. Dr., SH., 2004, “Sinkronisasi Peraturan
Perundang-undangan Di Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup”, pada Dialog Nasional Bidang Hukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9
September 2004, BPHN.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 82
Harsono, Boedi, Prof, (2003), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah nasional
dalam Hubungannya dengan Tap MPR RI IX/MPR/2001, Jakarta,
Universitas Trisakti.
Hoogendijk, Willem, (1996), Revolusi Ekonomi, Yayasan Obor Baru, Jakarta.
Jurnal ISKI, Menuju Paradigma Penelitian Komunikasi, Vol. III/ April 1999,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Keraf, A. Sonny, (2002) Etika Lingkungan, Penerbit Kompas, Jakarta.
Koswara, E. (ed) dkk, (1998) Dinamika Informasi Dalam Era Global, Ikatan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia, 2004, Optimasi Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam
Pengelolaan Wilayah, Makalah yang disampaikan pada Lokakarya
Nasional “Pengelolaan Kawasan JABOPUNJUR Untuk Pemberdayaan
Sumber Daya Air”, IPSK LIPI, Jakarta, 30-31 Maret 2004.
Karen J. Warren, The Philosophical Foundation of a New Land Ethic, dari
http://www.macalester.edu/~warren < 7/24/2005; 1.31 pm>
Littlejohn, Stephen W; (1989) Theories Of Human Communication. Belmont,
California.
LP3ES (1985), Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta
Liliweri, Alo. (1991), Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Mc Quail, Denis;(1987) Mass Communication Theory : An Introduction. Beverly
Hills, CA. Sage.
Mulyana, Deddy; (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya; Remaja Rosdakarya, Bandung.
Otto Soemarwoto, (2004) Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Patton, Michael,Quinn; (1987) How To Use Qualitative Methods In Evaluation,
Sage Publication, London.
Pace, R. Wayne & Faules, Don F; (1993) Komunikasi Organisasi, Terjemahan
Deddy Mulyana, (1998), Remaja Rosdakarya, Bandung.
Potter,James W. (2001), Media Literacy, New York: Sage Publications
Purbacaraka, Purnadi, (1977), Penegakan Hukum dan Mensukseskan
Pembangunan, Bandung Alumni.
Purbacaraka, Purnadi, & Soekanto, Soerjono, (1979) Perihal Kaedah Hukum,
cet. ke 2, Bandung, Alumni.
Purbacaraka, Purnadi, & Soekanto, Soerjono, (1980) Aneka Cara Pembedaan
Hukum, Bandung, Alumni.
Rahardjo, Satjipto, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.
Robert Klitgard, (1998) Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Baru Indonesia,
Jakarta.
Roger, E.M & Kincid, D. Lawrence; (1981) Communication Networks Toward a
Paradigm for Research, The Free Press, New York.
Ringkasan Eksekutif Amdal Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura
Jakarta, 2001, BP Pantura.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 83
Sarwono, Sarlito Wirawan, (1992) Psikologi Lingkungan, Penerbit Grasindo,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono, (1983), Penegakan Hukum, Bina Cipta, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1975), Penegakan Hukum dalam Masa Transisi,
Semarang, BPHN- Fak. Hukum UNDIP
Soekanto, Soerjono, (1976), Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ke 4,
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1977), Pengantar Sosiologi Hukum, Cetakan Ke 2,
Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1978), Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ke 6, Yayasan
Penerbit Universitas Indonesia,, Jakarta.
Soemartono,R.M. Gatot P, (1991) Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta.
Suwardi, Harsono, (1993), Peranan Pers Dalam Politik di Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Soewartojo, Juniadi, (1998), Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakannya, Balai
Pustaka Jakarta.
Silalahi, M. Daud, Prof.Dr.,SH., 2003, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan
Lingkungan Hidup Di Indonesia, PT Alumni, Bandung.
______________ , (1996) Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan di Indonesia, edisi revisi, Penerbit Alumni, Bandung.
______________ , Perspektif Hukum Lingkungan Kasus Jabopunjur, makalah
dalam lokakarya nasional Pengelolaan Kawasan Jabopunjur untuk
Pemberdayaan Sumberdaya Air, LIPI, 30-31 Maret 2005.
Sumardjono, Maria S.W., 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan
Implementasi, Kompas, Jakarta.
Yin, Robert.K. (1997) Studi Kasus, PT. Raja Granfindo Persada, Jakarta.
Wertheim, W.F.,(1999), Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi Perubahan
Sosial; dari judul asli Indonesian Society in Transition. a Study of Social
Change; penrj. Misbah Zulfa E., peny. Agus Fahri H., Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya.
Policy Paper
Strategi Terintegrasi Penaatan & Penegakan Hukum Lingkungan, 2003,
Indonesian Center For Environmental Law (ICEL).
Agenda Permukiman Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara
Berkelanjutan, (2000) Proyek Agenda 21 Sektoral, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup & UNDP.
Hamzah Andi, Prof. Dr. November, 2005 (Tulisan Khusus)
Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, Bukit Tinggi 2004.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 84
Hasil Wawancara :
Otto Soemarwoto, Pakar Lingkungan Hidup, wawancara tanggal 27 Juli 2005
Prof. Kusnaka Adimihardja, Pakar Antropologi dan Budaya Sunda.
Wawancara tanggal 26 Juli 2005
Wangsaatmaja, DR. Ir. Setiawan, Dipl.SE, M.Eng, BPLHD Jawa Barat.
Wawancara tanggal 25 Juli 2005
Budi Radjab, Pemerhati Kebijakan Publik dan Tata Ruang Wawancara tanggal
27 Juli 2005
Amiruddin Dajaan Imami, Kepala PS Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang,
FH Unpad, wawancara tanggal 27 Juli 2005
Dodi Armando, Bapeda TK II Cianjur .Wawancara tanggal 27 Mei 2003
Undang-undang :
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Oleh:
Dra. Masayu S.Hanim, M.Si*
Abstract
Social participation on environmental management was determined by social
relations system, government system, regulation system, and law enforcement
system. The synergy of that four systems would be construct the relation
system frame, between nature and human being. Actually, the frame
constructed by good governance, social participation for the law and law
enforcement bureaucracy. For all, The Government continues to consolidate
its co-operation with the private sector and foster the establishment of venture
capital funds for sustainable development.
1. Pendahuluan
TAP MPR no. IX tahun 2001 telah menggariskan perlunya DPR dan
Presiden untuk meninjau kembali semua undang-undang dan peraturan sektoral
tentang pengelolaan sumberdaya alam dan pembaruan agraria untuk kemudian
menggantikannya dengan peraturan baru yang lebih komprehensif dan ramah
lingkungan, sampai kini tampaknya masih mengalami kesulitan untuk membawa
kesuatu perubahan yang berarti.
Menyadari betapa kompleks dan rumitnya upaya pengelolaan serta
penegakan hukum lingkungan pada umumnya, dan khusus di wilayah DAS1
Terpadu, Citarum dan Kawasan Jabodetabekpunjur2 sudah banyak gagasan
ataupun advokasi yang dilontarkan. Misalnya dalam era reformasi sekarang ini
harus dimulai dari perbaikan sistem hukum. Perbaikan sistem hukum ini harus
disertai dengan political will untuk membangun sistem politik yang kondusif agar
berkembang sistem hukum yang adil dan merata dalam upaya penegakan
* Peniliti LIPI dan Dosen FISIP Universitas Budi Luhur. Alumnus S.2 Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia.
1 Singkatan dari Daerah Aliran Sungai
2 Singkatan dari Jakarta, Bogor,Depok, Tangerang Bekasi Puncak Cianjur.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 60
hukum. Karena penegakan hukum merupakan prasyarat utama untuk keluar dari
krisis multidimensional sekarang ini. Usul lain adalah reformasi birokrasi agar
implementasi regulasi dapat mudah dipahami oleh semua pihak untuk
menegakan hukum.
Ketika penelitian dalam kemasan Program Kompetitif diluncurkan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2003 yang lalu, turut
mengambil bagian dalam program ini, tim yang melakukan kajian dengan
pendekatan sosial kemasyarakatan di wilayah DAS Citarum, dan DAS Ciliwung
dan Cisadane yang populer dengan sebutan kawasan Jakarta, Bogor, Puncak
dan Cianjur (Jabopunjur), merupakan bagian dari penelitian terpadu dari
berbagai disiplin ilmu. Fokus dari penelitian ini adalah pada dimensi hukum dan
kebijakan, kelembagaan yang mengelola DAS, dan peran serta masyarakat.
Pertanyaan utama yang diajukan adalah mengapa DAS di Jawa Barat menjadi
dalam kondisi kritis, sehingga berakibat pada terjadinya bencana banjir dan
longsor, kekeringan dan pencemaran di kawasan DAS dari tahun ke tahun ?
2. Kondisi Kerusakan DAS Citarum & Kawasan Jabodetabekpunjur
Merupakan salah satu fakta yang menunjukkan terjadinya konflik dan
ketidakserasian atau penyimpangan pemanfaatan ruang, khususnya antara
pemanfaatan kawasan pemukiman, perkotaan,industri, pertanian dan kawasan
lindung. Bentuk-bentuk penyimpangan itu di antaranya pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai untuk pemukiman. Bantaran sungai juga berubah fungsi. Demikian
juga pemanfaatan ruang untuk pemukiman pada wilayah retensi air, seperti
rawa-rawa dan lahan basah.
Data lapangan menunjukkan, penggunaan lahan untuk permukiman di
Jabodetabek sejak tahun 1992 hingga 2001 naik rata-rata 10 persen/tahun.
Dalam kurun waktu yang sama, terjadi pula pengurangan luas kawasan lindung
rata-rata 16 persen/tahun. Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek berubah
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 61
sekitar 20 persen. Pemanfaatan lahan di kawasan Bogor, Puncak, dan Cianjur
(Bopunjur), yang merupakan hulu (up-stream) kawasan Jabodetabek, telah
menyimpang 79,5 persen dari arahan yang ditetapkan dalam Keppres No
114/19993.
Hal ini disebabkan pertumbuhan kawasan pemukiman/perkotaan yang
cukup pesat dengan luas mencapai 35.000 hektare (ha) atau 29 persen dari total
luas kawasan Bopunjur, telah terjadi perubahan besar-besaran penggunaan
lahan, baik lahan terbuka, lahan pertanian dan sebagainya. Perubahan rata-rata
20 persen/tahun.
Selain itu, masih terdapat beberapa masalah yang terjadi di kawasan
Jabodetabekpunjur, yakni masalah urban sprawl . Hal itu sebagai akibat adanya
perkembangan pembangunan dalam skala besar di kawasan Jabodetabek,
terutama dalam kurun 10 tahun terakhir (1885-1999). Kota baru yang bertebaran
di Kota/Kabupaten Bogor, Tangerang, Jakarta, Depok, dan sebagainya, menjadi
salah satu biang keladi perubahan itu. Perkembangan pembangunan itu pun
diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk dari 16 juta jiwa (1990) menjadi 19
juta jiwa tahun 1996. Diperkirakan, tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 27,3
juta jiwa. Tingkat kepadatan penduduk tahun 1997 di Kabupaten Bogor tercatat
1.432 jiwa/km2 dengan jumlah penduduk 4.344.800 jiwa dan luas 3.034,47 km2.
Penduduk Kota Bogor 655.300 jiwa dengan luas 112,74 km2 dan kepadatan
5.812 jiwa/km2. Sedangkan total Botabekjumlah penduduk mencapai 12.068.100
jiwa dengan luas 6.025,97 km2 dan kepadatan 2.003 jiwa/km2.
Perkembangan pembangunan di bagian hulu kawasan, telah
mempersempit vegetasi yang menutup permukaan tanah. Terjadinya
penyempitan sungai akibat sedimentasi dari partikel-partikel yang terbawa,
3 Penyimpangan itu diketahui berdasarkan informasi citra landsat tahun 2001, Ditjen
Penataan Ruang Departemen PU tahun 2002
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 62
berdampak pada peningkatan aliran air permukaan (run-off). Sedangkan
perubahan lahan alami ke lahan terbangun menimbulkan bahaya erosi dan
menurunkan infiltrasi air tanah. Yang lebih memprihatinkan lagi, hingga tahun
2002, situ-situ (kolam tangkapan air) mengalami penurunan yang cukup
signifikan mencapai 65,8 persen. Berdasarkan data kajian, di Jakarta terdapat 16
situ dengan luas semula 182,9 ha. Sekarang tidak jelas lagi keberadaannya. Di
Kabupaten Bogor, 94 situ dengan luas semula 502,1 ha. Terjadi penurunan luas
yang signifikan menjadi 47,9 ha. Kapasitas semula 5.905.750 m3 dan sekarang
menjadi 2.298.000 m3. Di Kota Bogor, terdapat enam situ yang semula luasnya
15,4 ha telah menyusut sekarang menjadi 12,5 ha. Kota Depok terdapat 22 situ
dengan luas semula 167,9 ha menyusut menjadi 151 ha. Kabupaten Tangerang,
37 situ dengan luas semula 1.063,1 ha sekarang luasnya setelah menyusut
686,7 ha. Di Kota Tangerang terdapat delapan situ, semula luasnya 195,8 ha
dan sekarang menjadi 136,4 ha. Di Kabupaten Bekasi dari 17 situ dengan luas
semula 110,1 ha, sekarang menjadi 10 ha 4.
Permasalahan lainnya adalah perkembangan infrastruktur yang tak
terkendali, khususnya pembangunan yang terjadi di lintas wilayah yang memiliki
keterkaitan dengan fungsi dan struktur alam. Selain itu, meningkatnya kebutuhan
perumahan dan fasilitas lainnya untuk memenuhi kebutuhan penduduk,
peningkatan jumlah kendaraan yang semakin pesat, serta adanya fenomena
ketidakseimbangan antara pembangunan jalan dengan jumlah kepemilikan
kendaraan.
Masalah limbah juga harus mendapat perhatian, dengan meningkatnya
limbah industri dan rumah tangga di bagian hilir. Belum optimalnya sistem
pengelolaan sampah, terutama pada wilayah DAS. Sebagai contoh di Jakarta,
hanya 84,6 persen dari total volume produksi sampah per hari yang bisa dikelola.
Sedangkan di luar Jakarta, baru mampu mengelola 20 hingga 30 persen dari
total volume produksi sampah per harinya, sisanya dibuang.
4 Jabopunjur merupakan representasi (mewakili) lokasi penelitian 2003 – 2005
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 63
3. Penyebab Krisis DAS Citarum dan Kawasan Jabodetabekpunjur
Setelah dilakukan kajian melalui perspektif sosial yakni dalam hal
kebijakan dan kelembagaan serta penegakan hukum dibarengi dengan peranan
perilaku masyarakat, maka terungkap dimensi-dimensi penyebab utama
yang memicu langsung maupun tidak langsung kondisi kerusakan DAS
sekarang ini. Melihat kondisi saat ini, pertanyaan apakah kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang ada tidak cukup efektif mengatur dan
menangani wilayah DAS di Jawa Barat, Banten dan DKI ini? Atau, apakah
implementasi dari peraturan perundang-undangan tersebut yang tidak tepat?
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Tentunya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan
tersebut, selain melihat dari segi sumber daya manusia aparat
pelaksana dan masyarakat, juga penting untuk mengkaji regulasi, kebijakan dan
peraturan perundang-undangan kawasan DAS ini.
Penelitian 2003 - 2005 mencatat bahwa penyebab kesemuanya itu
adalah belum terjadi sinergi antara 4 (empat) sub sistem untuk menuju pada
sistem lingkungan kehidupan yang representatif yakni :
3.1. Sistem hubungan sosial masyarakat yang terpola dari interaksi sosial
yang terbentuk selama ini adalah sistem yang mengacu pada hilangnya
nilai-nilai yang baik seperti seharusnya patuh pada peraturan yang sudah
dibuat menjadi tidak patuh/ melanggar, pemegang kekuasaan seharusnya
mengayomi/melindungi masyarakat tetapi berkembang sifat egoistis dari
pemegang kekuasaan (ego-sektoral) yang lebih menonjol, sehingga
hilangnya kepercayaan dari masyarakat terhadap penguasa/pembuat
kebijakan yang dianggap mementingkan tujuan penguasa dan pengusaha
saja, tanpa memikirkan kepentingan publik secara luas. Dengan perkataan
lain pola interaksi sosial menjadi tidak terarah kepada tujuan yang baik,
sebagian besar masyarakat menjadi anomie, bingung dan apatis.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 64
3.2.Sistem Pemerintahan: aparat pemerintah sebagian terlibat KKN (karena
keserakahan pihak yang berkuasa/atasan atau gaji tak memadai bagi pihak
bawahan yang harus melaksanakan tugas), dana operasional penegakan
hukum tidak ada/memadai dan sistem kebijakan yang sektoral tidak
terpaduserasi sehingga masing-masing instansi yang berkepentingan
membuat kebijakan, dan terjadi tunpang tindih/ disharmoni regulasi.
Lemahnya atau tidak ada koordinasi terpadu antar kelembagaan (arogansi
sektoral).
3.3.Sistem Perundang-undangan /Regulasi: Konflik kepentingan terlihat jelas
pada produk hukum lingkungan antara kepentingan birokrat dan konglomerat
(sektoral), dan kepentingan pelestarian lingkungan. Sehingga terjadi dissinkronisasi
dan dis-harmonisasi diantara regulasi lingkungan. Hal ini
mengakibatkan kerusakan lingkungan semakin parah. Karena banyaknya
jumlah regulasi5, menimbulkan kebingungan masyarakat, pada akhirnya
regulasi diabaikan dan mereka bertindak sendiri-sendiri (melanggar
peraturan baik ditingkat pejabat maupun masyarakat awam). Pada tingkat
implementasi terjadinya kesemrawutan, di satu sisi aparat dituntut untuk
melakukan penertiban dan merealisasikan penataan ruang, namun di sisi lain
mereka tidak mempunyai kekuatan hukum untuk melakukannya. Adanya
peraturan yang menggamangkan seperti ini membuat tindakan aparat lebih
banyak menunggu adanya laporan dari masyarakat, dimana sudah jelas ada
yang dirugikan, barulah proses penertiban lebih punya kekuatan hukum.
Peraturan yang dianggap tidak jelas tersebut adalah Keppres 114/1999 yang
selama ini menjadi acuan. Peraturan tersebut belum menjelaskan secara
rinci sampai sejauhmana batasan kewenangan yang dimiliki Pemerintah
Kabupaten serta lokasi mana saja yang boleh dan tidak boleh dibangun.
Semua ini belum punya kejelasan sehingga menimbulkan keraguan.
5 Di DAS Citarum ada 54 regulasi (Wangsaatmaja, 2006) dan Jabodetabekpunjur lebih kurang 36
regulasi)
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 65
3.4. Sistem Penegakan Hukum: Pembiasan regulasi oleh aparat
pemerintah (eksekutif dan legislatif), lemahnya pengetahuan aparat penegak
hukum (yudikatif) tentang hukum lingkungan serta mafia peradilan (suap
untuk bebas dari tuntutan hukum). Sistem sosialisasi regulasi tidak berjalan
sehingga masyarakat menjadi buta hukum, tidak tahu/sadar bahwa ada
peraturan yang mengatur, kadang mereka terjebak pada pelanggaran.
Hukum lingkungan mengajarkan semua itu sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan merupakan suatu sistem. Pendekatannya selalu sistemik, tidak
pernah lingkungan berbicara tidak sistemik. Jika tidak, hal itu akan
mendampak pada penemuan kesimpulan yang menyimpang/keliru. Pada
waktu kita berbicara hukum lingkungan, penegak hukumnya adalah aparatur
pemerintah. Dia adalah orang paling pertama dan utama dalam menegakan
hukum, oleh karena itu tanggung jawab ada padanya. Penegak hukum itu
tidak saja aparatur pemerintah yudikatif (hakim, polisi, pengacara, jaksa),
tetapi juga aparatur pemerintah legislatif dan eksekutif. Ia harus menegakkan
rencana tata ruang, menegakkan hukum yang membatasi kegiatan-kegiatan
lain dalam rangka pelestarian lingkungan. Tidak jarang terjadi misalnya
kalau ada seorang pejabat memberikan izin terhadap kawasan lindung, dan
ini ternyata salah, maka hal itu bukan kesalahan prosedur, dianggap hanya
kesalahan administratif saja. Sebetulnya sebagai aparatur salah, melanggar
peraturan perundang-undangan yang dia buat sendiri.
Semua unsur tersebut memegang peranan penting. Mereka saling
berinteraksi membentuk sebuah mekanisme yang dalam hal ini
menyebabkan terjadinya bias regulasi dalam sistem pembuatan kebijakan
publik6, sehingga menyebabkan kerusakan yang sedemikian parah. Oleh
6 Hanim, Masayu S. dkk, (2003) Sistem Jaringan Pembuatan Kebijakan Publik yang Berdampak
Pada Penyalah Gunaan Lahan di Kawasan Jabopunjur, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan, LIPI ,Jakarta,
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 66
karena itu, interaksi dan sinergi ke empat unsur tersebut menduduki peranan
utama. Namun keempat sistem tersebut tampaknya mempunyai masalah,
sehingga penegakan hukum khususnya hukum lingkungan, koordinasi
kelembagaan serta implementasi regulasi belum bisa terlaksana dengan
semestinya, dan kerusakan lingkungan terjadi selama ini.
4. Rekomendasi Langkah-Langkah Menuju Pelestarian DAS
Dalam konteks pendekatan antropo-ekosistemik bagi sub sistem
pengelolaan lingkungan, sebagai dasar dari empat sub sistem lainnya maka
diharapkan dapat membentuk suatu sistem kehidupan lingkungan yang
representatif yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan semua pihak,
yakni manusia dan alam. Lingkungan dianggap sangat mempunyai
kepentingan, dalam arti kata punya hak hidup dan hak untuk berkembang
disamping harus mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana kita sadari sistem perundangan sekarang ini sulit
berjalan/diimplementasikan sehingga penegakan hukumpun sulit dilakukan.
Hal ini karena sistem pembuatan produk hukum lingkungan berasal dari
birokrat, seperti yang dinyatakan oleh Ir.Sarwono Kusumaatmaja mantan
Menteri Lingkungan Hidup, bahwa hingga kini kebijakan publik masih
ditangan para birokrat, sedangkan rumusan para ahli, periset, dan ilmuwan
dibidang tersebut justru disingkirkan15. Oleh karena itu dalam menuju suatu
sistem hukum lingkungan yang representatif harus dimulai dengan
memperbaiki regulasi atau produk hukum lingkungan dengan paradigma
antropo-ekosistemik yang lebih mengutamakan harmonisasi hubungan
manusia dengan alam. Ada 5 (lima) isu mengenai perbaikan produk
hukum/ regulasi yaitu :
15 Media Indonesia, 17 Juni 2003
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 67
4.1. Proses Pembuatan Produk Hukum Lingkungan dan Tata Ruang
Proses pembuatan produk hukum lingkungan menjadi arahan awal dalam
munculnya produk hukum yang mengatur wilayah DAS. Hal penting yang harus
ada di sini adalah keterkaitan semua unsur yaitu para stakeholder dalam
melakukan urun rembug kebijakan publik yang mengatur wilayah DAS. Sesuai
mekanisme pendekatan sistem, semua unsur yang merupakan sub sistem harus
terlibat dari awal, sejak dari peraturan perundang-undangan dirancang dan
kemudian ditetapkan. Hal ini untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya
ketidaksesuaian antara kondisi lapangan dengan aturan di atas kertas.
Kondisi lingkungan juga harus dipertimbangkan, karena di sini ada hak
hidup dan berkembang bagi seluruh ekosistem.Untuk tahap awal dalam proses
pembuatan kebijakan harus diawali dengan pembentukan Tim Pengkajian16,
artinya tidak hanya pada sisi tata ruang semata, namun perlu keterlibatan unsur
ahli lainnya, seperti, ilmuan biologi, teknik lingkungan, pertambangan,
kehutanan, kebijakan publik, antropologi, sosiologi, dan ekonomi. Sementara dari
sisi aparatur pemerintahan, perlu diakomodasi kepentingan dari masing-masing
departemen, seperti, Perindustrian, Perdagangan, Pertahanan dan Keamanan,
Perhubungan, BPN, Energi dan Sumber Daya Mineral, Kehutanan dan
Perkebunan, Penanaman Modal Asing dan Daerah.
Berdasarkan hasil kajian interdisipliner dan multidisipliner serta lintas
sektoral tersebut, selanjutnya disusun Rencana Tata Ruang (sebagai bagian dari
Hukum Lingkungan) yang berorientasi pada perlindungan lingkungan, baik
terhadap kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Seluruh pembicaraan
tersebut harus dikerangka dalam sebuah kacamata bersama yaitu Undang-
Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Turunannya akan
muncul lagi dalam bentuk yang lebih konkret yaitu, Peraturan Daerah (Perda)
masing-masing.
Secara kelembagaan seharusnya pihak-pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan produk hukum di wilayah DAS adalah :
16 Amirudin Dajaan Imami Kepala PS Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang, FH
Unpad. 2005
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 68
1. Aparat pemerintahan daerah (Prop.Banten Jawa Barat dan DKI
Jakarta, beserta tingkat II, Kabupaten/Kota dan III, Camat)
2. Aparat pemerintahan pusat yang berada dalam departemen masingmasing
:
a. Dep. Lingkungan Hidup
b. Dep. Pertanahan
c. Dep. Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral
d. Dep. Kehutanan
e. Dep. Perindustrian dan Perdagangan
f. Dep. Pertahanan dan Keamanan
g. Dep. Perhubungan
h. Dep. Pemukiman dan Prasarana Wilayah
i. Dep. Perkebunan dan Pertanian
j. Dep. Hukum dan HAM
3. Kalangan masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama)
4. LSM dan Presure Group.
5. Akademisi dan kalangan ahli (expert), misalnya : Perguruan Tinggi,
LIPI, BPPT, Ristek dst.
6. Kalangan pengusaha
7. dan lain-lain
Komponen yang dikemukakan di atas adalah sebuah sistem yang utuh
dan menyeluruh. Dalam prosesnya, harus ada sebuah mekanisme komunikasi
yang rapat dan intensif yang mengarah pada sebuah misi bersama, pengelolaan
lingkungan hidup dan tata ruang DAS yang ramah lingkungan. Model
komunikasinya berlangsung dalam sebuah mekanisme yang dialogis dan
partisipatif diantara pemangku kepentingan (stake-holder).
Keterlibatan kelembagaan serta kelompok-kelompok masyarakat
tersebut, selama ini sangat minim. Beberapa keterangan didapat bahwa,
walaupun mereka dilibatkan, namun terkadang hanya menjadi pelengkap dan
tidak diakomodasi secara baik. Model yang diterapkan selama ini, lebih banyak
dalam bentuk usulan-usulan dari masing-masing instansi secara tertulis, dan
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 69
kemudian dirumuskan dalam sebuah bentuk jadi. Pada akhirnya, ini berdampak
pada rendahnya partisipasi saat peraturan tersebut diimplementasikan.
Setidaknya, ini terlihat dari Keppres No. 114/1999, yang cenderung sulit
diterapkan di lapangan.
4.2. Pelaksanaan Produk Hukum, Terutama Punishment dan Reward.
Aspek utama dalam proses kebijakan publik adalah tahap pelaksanaan
17, yakni bahwa sebuah kebijakan yang paling bagus sekalipun, tidak akan ada
artinya sama sekali jika tidak bisa dilaksanakan. Tahap pelaksanaan adalah
bagian paling rumit dalam sebuah kebijakan, oleh karena itu memerlukan
perhatian khusus dan perbaikan terhadap berbagai kelemahan-kelemahan yang
ada.
Kebijakan publik, dalam bentuk hukum lingkungan dan tata ruang, telah
banyak mengatur wilayah DAS Citarum/Jabopunjur. Sejak dari tahun 1960
hingga sekarang, beragam peraturan telah dikeluarkan. Bisa dikatakan kebijakan
publik diwilayah DAS Citarum/Jabopunjur telah sangat lengkap, kendatipun dari
sisi materi masih menyisakan berbagai kelemahan dan kekurangan-kekurangan.
Akan tetapi, realitasnya, tata ruang DAS Citarum/Jabopunjur misalnya,
khususnya wilayah Puncak, tetap semrawut dan kerusakan-kerusakan
lingkungan terus terjadi.
Pelaksanaannya seringkali tidak secara konsisten dan mengacu penuh
pada peraturan. Hal ini terkait sekali dengan faktor manusia yang mau dan
mampu melaksanakannya. Dari sisi materi sudah cukup mengakomodasi,
namun ketika pelaksanaan tidak konsisten. Konsistensi ini terkait pula dengan
sinergi antara semua instansi dan departemen terkait, terutama aparat
pemerintahan daerah dan lembaga peradilan. Seringkali terjadi, persoalan tata
ruang dan lingkungan diajukan ke pengadilan, namun hanya mendapat sanksi
administrasi. Ini tidak menimbulkan efek jera dan dalam pelaksanaan hukum tata
ruang, diperlukan ketegasan hukum.
17 Solihin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan Publik, dari Formulasi ke Implementasi, Rineka
Cipta, Jakarta, 2001.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 70
Secara sederhana, aspek pelaksanaan peraturan hukum, terkait
dengan ganjaran dan penghargaan bagi pelaksana di lapangan, bisa
digambarkan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan aparatur dan masyarakat mengenai
hukum lingkungan dan tata ruang;
2. Memberikan kejelasan sanksi yang tegas dan imbalan yang jelas bagi
pelanggar peraturan;
3. Memastikan adanya koordinasi antar departemen dan instansi
(kelembagaan) secara mandiri dan komprehensif, dengan satu misi,
pelestarian lingkungan hidup di Wilayah DAS.
4. Meningkatkan penghasilan/gaji bagi aparatur penegakan hukum
secara adil dari tingkat atasan sampai pelaksana lapangan;
5. Membiasakan adanya kontrol dan keterbukaan public/partisipasi
masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengetahui secara langsung
kesalahan dan kekurangan dalam pelaksanaan peraturan;
6. Membuka wacana bagi pembentukan koordinasi terpadu (seperti
Badan Otorita), atau bentuk lainnya, dengan melibatkan unsur
perguruan tinggi dan lembaga ilmiah lainnya. Pada saatnya nanti
dibentuk badan khusus wilayah DAS, yang terintegrasi dari semua
kalangan yang berkaitan dengan tetap mengacu pada indikatorindikator
lingkungan hidup;
7. Memperhatikan dan memasukkan secara jelas dan tegas keterlibatan
unsur-unsur yang ada di wilayah Puncak, termasuk unsur
masyarakat, tokoh agama, pendidikan, dan juga pemerintah provinsi
dan pusat;
Pelaksanaan penegakan hukum di wilayah DAS harus merupakan sinergi
dari semua pihak. Oleh karena itu, sinergi yang ada mestinya diikat dengan
sebuah peraturan khusus tentang wilayah DAS, yang tidak bersifat sektoral,
namun integral dari bagian-bagian lain. Konsep satu sistem harus
dikembangkan, sehingga bisa mengakomodasi semua kepentingan dan
adanya partisipasi semua pihak.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 71
4.3. Siklus Perundangan/Regulasi
Sebagaimana diketahui, hukum lingkungan merupakan hukum
fungsional yang menempati beberapa bidang hukum klasik, seperti hukum
adminsitratif, hukum perdata, hukum pidana. hukum tatanegara, hukum
internasional (publik dan privat), hukum agraria termasuk hukum tataruang
dan bahkan hukum pajak. Hukum pajak atau fiskal pun mestinya diperhatikan
dalam penataan lingkungan. mestinya proyek yang kemungkinan memberi
dampak besar terhadap lingkungan dalam pencemaran (pollution), perusakan
(damage) dan pengurasan (exhaustion) dikenakan pajak lebih tinggi daripada
yang dampaknya kecil.
DI RRC pada setiap proyek penting yang diajukan, harus disimpan
uang jaminan yang besarnya seimbang dengan resiko pencemaran,
perusakan dan pengurasan yang mungkin timbal. Uang jaminan itulah yang
akan diambil untuk menanggulangi pencemaran, perusakan dan pengurasan
lingkungan yang kemudian terjadi.
Penegakan hukum di Indonesia pada umumnya menghadapi kendala
yang alamiah, yaitu luasnya wilayah. terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku
bangsa yang budaya, agama dan bahasa yang bcrbcda, hubungan sulit,
tenaga kepolisian kurang. Kesulitan penegakan hukum lehih dipersulit lagi,
dengan kurangnya kesadaran hukum masyarakat, kurang dipahaminya
hukum oleh penegaknya scndiri, ditambah dengan sarana dan prasaran yang
kurang memadai.
Ada perbedaan pendapat yang sangat tajam mengenai arti "bumi dan
air dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar nya untuk
kemakmuran rakyat" .Bung Hatta dan Emil Salim berpendapat, bahwa kata
"dikuasai oleh negara" artinya "diatur oleh negara". misalnya listrik boleh
saja diusahakan oleh swasta, tetapi harganya ditentukan oleh negara
(Pemerintah). Sedangkan Jimly Assiddigi (Ketua Mahkamah Konstitusi) dan
Harun Al Rasyid mengatakan. "dikuasai oleh negara" artinya "dimiliki oleh
negara". Jika sumber air dimiliki oleh negara, maka mestinya semua proyek
air minum kemasan yang menyedot air dari humi, diusahakan oleh BUMN.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 72
Konsep penegakan hukum lingkungan, perlu pula diperhatikan,
bahwa kata pebegakan hukum dalam bahasa Ingerís ada dua pengertian,
yaitu enforcement yang represif dan compliance yang mengajak orang untuk
menataati hukum. Istilah penegakan hukum (Indonesia) membawa pikiran
ke penegakan secara represif tidak mcliputi yang preventif, padahal usaha
preventif lebih baik daripada yang represif. Jerman misalnya menganut
tiga prinsip penanggulangan kemerosotan mutu lingkungan, yaitu
prevention principle (prinsip pencegahan), polluters pay principle
(pencemar membayar) dan cooperation principle. Ketiga prinsip ini diadopsi
oleh banyak negara di dunia. Usaha pencegahan sangat kurang
dilaksanakan di Indonesia. Misalnya, pedagang kaki lima termasuk
sepanjang jalur Bogor-Puncak -Cianjur dibiarkan berkembang biak tanpa
dicegah lebih awal. Sesudah meluas meliputi ribuan orang, barulah digusur
yang dengan sendirinya membawa dampak timbulnya kerusuhan. Mestinya,
baru satu dua orang sudah dibongkar. Ada pula petugas rendahan
pemerintah daerah yang memungut "pajak liar" dari pedagang kaki lima
sehingga sulit dicegah lebih awal.
Prinsip kerjasama pun sangat kurang. Harus ada kerjasama antara
masyarakat dan pemerintah, antara Pemerintah Pusat dan Daerah. antara
Pemerintah Daerah satu sama lain antara Bupati dan Gubernur, antara
Menteri KLH dan Menteri yang lain, dst.. Jika mereka jalan sendiri-sendiri,
misalnya dalam pemberian izin penggunaan lahan ditentukan sekian meter
persegi wewenang Bupati/Walikota, sekian meter persegi wewenang
Gubernur, terjadi manipulasi, dimana bisa terjadi izin itu dipecah-pecah
sesuai dengan luasnya lahan yang dibolehkan diberi izin. Di sini ternyata juga
bahwa kerjasama antara penegak hukum juga sangat kurang, misalnya
antara penegak hukum administratif (pemerintah daerah/ Menteri KLH) dan
penegak hukum pidana (polisi dan jaksa).
Walaupun hukum lingkungan menempati titik silang berbagai bidang
hukum klasik, namun instrumen untuk menegakkannya hanya ada tiga yaitu
administratif, perdata dan pidana. Di dalam UULII 1997 dijelaskan bahwa
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 73
penegakan hukum pidana bersitat subsidiaritas, artinya hanya diterapkan jika
instrumen administratif dan kemudian perdata tidak efektif. Dikenal di dunia,
bahwa sanksi pidana akan diterapkan jika korban akibat pencemaran atau
perusakan lingkungan sangat besar, dan pelanggarnya adalah residivis.
Perlu pula menjadi perhatian bahwa Undang-udang Tata Ruang tidak
terlihat adanya sanksi pidana dan perdata. Sedangkan sanksi
adminsitratif hanya tersirat di dalam Pasal 26. Dalam Undang-udang
tentang sumber daya air, ada sanksi pidana yaitu yang tercantum di
dalam Pasal 94 dan 95, tetapi sanksi administratif tidak terlihat secara
tegas. Sanksi administratif itulah yang pertama harus dikenakan karena pihak
administrasi itulah yang mengeluarkan izin. Pengaturan sanksi perdata
termasuk gugatan masyarakat tercantum di dalam Pasal 88 , 90, 91 dan 92.
Sebagaimana diketahui di negara maju dikenal siklus perundangundangan
(regulatory chain) yang dimulai dengan penciptaan/pembentukan
undang-undang (Inggeris: lagislation, Belanda: wet en regel giving), penentuan
standar (Inggeris : Standard setting, Belanda : Norm zetting). pemberian izin
(Inggeris : Licensing, Belanda: vergunning verlening) Penerapan (Inggeris :
implementation, Belanda : uitvoering), penegakan hukum (Inggeris : Law
Inforcement) Kemudian disusun usul untuk perubahan perundang-undangan
(legislation) 18, bila perundang-undangan itu tidak menghasilkan ketentraman
dan kesejahteraan semua pihak.
3.5. Pengelolaan Wilayah DAS yang Berbasis Masyarakat.
Pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah itu secara konkret terwujud
dalam kegiatan yang meliputi pembuatan peraturan, pelaksanaan serta
pengawasannya, kegiatan langsung yang memfasilitasi pemanfaatan kawasan
hutan oleh masyarakat, dan pengadaan unit usaha pemanfaatan kawasan hutan
yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam pengelolaan yang demikian, partisipasi
masyarakat memang tetap diperlukan, namun tidak dalam bentuk keikut-sertaan
18 A. Hamzah, Prof. Dr. Pakar Hukum Lingkungan di Jakarta
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 74
merumuskan sistem pengelolaan, melainkan dalam batas melaksanakan apa
yang sudah diputuskan oleh pemerintah. Dengan demikian dalam pengelolaan
yang dilakukan oleh pemerintah, partisipasi itu lebih bersifat semu.
Oleh karena itu beberapa kunci keberhasilan dari ko-manajemen adalah:
(1) Adanya batas-batas wilayah yang jelas yang akan dikelola bersama,
sehingga diketahui oleh masyarakat. (2) Setiap orang yang memanfaatkan
sumberdaya di wilayah itu dan berpartisipasi dalam pengelolaan harus diketahui
dengan jelas. (3) Kelompok masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan
sebaiknya tinggal secara tetap di dekat wilayah pengelolaan. (4) Setiap orang
yang terlibat dalam pengelolaan harus mempunyai harapan bahwa manfaat yang
diperoleh dalam pengelolaan harus lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
(5) Penerapan pengelolaan harus sederhana dan terintegrasi. (6) Masyarakat
lokal yang terlibat dalam pengelolaan membutuhkan pengakuan legal dari
pemerintah Daerah, sehingga hak dan kewajibannya dapat terlindungi (7)
Adanya kelompok inti yang bersedia melakukan semaksimal mungkin untuk
terlaksananya pengelolaan (8) Perlu ada pendegelasian proses administrasi dan
tanggungjawab pengelolaan dari pemerintah kepada kelompok masyarakat yang
terlibat (9) Perlu ada sebuah lembaga koordinasi yang berada di luar kelompok
masyarakat yang terlibat dan beranggotakan wakil dari masyarakat lokal dan
semua stakeholder untuk memonitor penyusunan pengelolaan lokal dan
pemecahan konflik (10) Diperlukan upaya yang mampu memberikan
peningkatan ketrampilan dan kepedulian masyarakat untuk ikut aktif dalam
kegiatan pengelolaan.
Selain itu terdapat beberapa prinsip penting yang harus dilakukan dalam
ko-manajemen. Pertama adalah adanya desentralisasi atau pendelegasian
kekuasaan. Melalui prinsip yang demikian maka urusan mengenai pengaturan
pemanfaatan kawasan tidak lagi dilakukan oleh pemerintah Pusat, melainkan
perlu didelegasikan kepada pemerintah daerah untuk menanganinya, dengan
memberikan keleluasaan kepada masyarakat di sekitar hutan untuk
mengimplementasikannya. Kedua, dalam ko-manajemen peranan masyarakat
sekitar hutan lebih diutamakan. Itu berarti bahwa masyarakat sekitar hutan dan
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 75
pihak-pihak lain yang kehidupannya sangat tergantung pada hasil hutan memiliki
peranan utama dalam merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan hutan, mulai
dari perencanaan kebijakan, penyelenggaraan dan pengawasannya. Ketiga,
keterlibatan masyarakat merupakan hal yang penting dalam sistem komanajemen.
Ini disebabkan masyarakatlah yang akan menerima dampak
langsung dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Keempat, setiap unsur
yang terlibat dalam pengelolaan kawasan diaudit oleh masyarakat. Audit ini
penting dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan di antara berbagai pihak
yang terlibat dalam pengelolaan bersama. Kelima, setiap unsur dalam
pengelolaan bersama dapat digambarkan secara tepat pengaruhnya terhadap
kegiatan yang dilakukan. Keenam, setiap keputusan yang diambil dalam
pemanfaatan lingkungan didasarkan pada konsensus antara pihak-pihak yang
terlibat, melalui negosiasi dan kompromi. Apabila konsensus ternyata tidak dapat
dilakukan, maka dapat dilakukan dengan cara yang dianggap paling demokratis.
Ketujuh, setiap keputusan yang diambil memperhatikan dua unsur sekaligus,
yaitu di samping memperhatikan kesejahteraan masyarakat juga memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan. Adapun kedelapan, pemanfaatan kawasan hutan
dilakukan secara adil dan jujur antara berbagai pihak yang berkepentingan.
Untuk itu maka pemanfaatan sumberdaya hutan didasarkan pada pertimbangan
akses terhadap alokasi sumberdaya, perijinan, dan sebagainya.
Melalui sistem pengelolaan yang terpadu, maka beberapa keuntungan
akan dapat diperoleh sekaligus. Pertama, investasi yang berlebihan, baik dari
masyarakat maupun dari perusahaan pertambangan akan dapat dikurangi,
sehingga akan dapat terhindar dari over eksploitasi. Sebagai akibat dari yang
pertama ini adalah keuntungan kedua, yaitu dapat meningkatkan pelestarian
sumberdaya hutan dan meningkatkan jumlah sumberdaya yang ada. Ketiga,
untuk menjamin kesetaraan alokasi kesempatan untuk memanfaatkan
sumberdaya hutan. Sebagai akibatnya, maka keuntungan keempat adalah dapat
mengurangi konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
pemanfaatan kawasan hutan. Di samping itu, sebagai keuntungan kelima, juga
dapat mengurangi konflik yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 76
yang memanfaatkan sumberdaya hutan. Adapun keuntungan keenam adalah
dapat meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat dan meningkatkan
pemberdayaan masyarakat.
3.6. Sosialisasi Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Hukum
Aparat Pemerintah dan Masyarakat
McQuail (2000:503) merinci pelbagai definisi sosialisasi, antara lain
sebagai ‘pengajaran nilai-nilai dan norma-norma yang dibangun dengan cara
memberikan ganjaran dan imbalan simbolik untuk pelbagai jenis perilaku.
Sosialisasi dimaksudkan pula sebagai proses pembelajaran di mana kita semua
belajar bagaimana berperilaku dalam situasi-situasi tertentu dan mempelajari
harapan-harapan yang seiring dengan suatu peran atau status tertentu dalam
masyarakat. Jadi sesungguhnya, seperti diungkapkan Potter (2001:284),
sosialisasi adalah “... a life-long process ...” Proses yang berlangsung seumur
hidup
Sosialisasi dalam hal ini adalah pemberian/peningkatan pengetahuan
bagi aparat pemerintahan yang akan menjalankan aturan adalah hal yang
mutlak. Ketentuan ini merupakan satu kesatuan dengan materi aturan itu sendiri.
Keduanya adalah sebuah rangkaian yang tidak dipisahkan, karena pemahaman
yang jelas tentang aturan akan membawa pada pelaksanaan yang lebih efektif
dan efisien.
Mengenai pengetahuan aparat ini, sering menjadi masalah, karena
tingkat pengetahuan yang berbeda, serta materi aturan yang umumnya
memerlukan penafsiran lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian tahun 2003 dan
2004, ditemukan kenyataan adanya kebingungan aparat Pemkab Cianjur
maupun Bogor dalam melaksanakan aturan perundang-undangan. Kebingungan
tersebut disebabkan oleh ketidakjelasan petunjuk dalam Keppres No. 114/1999
dengan realitas di lapangan. Hal ini ditambah lagi oleh tidak adanya peraturan
turunan yang bersifat lebih teknis.
Kesulitan lain yang ditemukan oleh aparat adalah kemampuan mereka
dalam menegakkan peraturan ketika berhadapan dengan pihak-pihak pemilik
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 77
villa dan bangunan melanggar, dimana umumnya adalah orang-orang yang
memiliki “kekuatan” dan kemampuan lebih. Tidak jarang pemilik villa adalah para
penegak hukum yang berdomisili di Jakarta, sehingga pengetahuan mereka
tentang hukum tata ruang dan lingkungan lebih memadai.
Sementara dari sisi sosialiasi peraturan perundang-undangan, masih
terlihat minim, terutama sosialisasi ke masyarakat. Hal ini kerap terjadi terutama
yang berkaitan dengan kepemilikan tanah. Pemahaman masyarakat, jika tanah
sudah menjadi hak milik mereka, maka mereka bebas mau membangun apa
saja. Mereka bisa saja menjual kepada pihak lain dan menjadikannya usaha
tersendiri. Pemkab Bogor dan Cianjur seringkali kesulitan untuk menertibkan
bangunan yang berada di kawasan lindung, namun status tanahnya sudah
berupa sertifikat hak milik.
Pemahaman masyarakat terhadap status kepemilikan lahannya,
sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Kusnaka Adimiharja19 adalah karena
ketidakjelasan peralihan lahan dari pemerintahan penjajah Belanda kepada
pemerintahan Indonesia. Pada awalnya tanah tidak dimiliki oleh masyarakat,
namun dikuasai negara. Perkembangan selanjutnya yang membuat terjadi
tanah-tanah yang dihakmiliki. Hal ini dipersulit lagi oleh tidak jelasnya peraturan
yang mengatur hak milik tanah, yang membuat kepemilikan tanah bisa berbedabeda.
Dalam hal inilah perlu sebuah usaha sosialiasi ke masyarakat dan aparat
pemerintahan daerah, mengenai peraturan-peraturan yang berlaku tentang
pengelolaan tanah di wilayah Puncak. Sosialisasi ini dilakukan secara simultan
dan komprehensif, yang ditujukan pada keterlibatan aktif para stakeholder untuk
ikut mematuhi aturan tata ruang yang dibuat. Sosialiasi tidak hanya sekedar
memasang papan pengumuman, namun mengajak masyarakat dan komponen
lain untuk memahami esensi perundang-undangan. Metodenya harus dilakukan
secara dialogis dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan dorongan-dorongan
19 Pakar Antropologi dan Budaya Sunda di Bandung
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 78
yang memberikan keuntungan kepada masyarakat yang pro-lingkungan hidup,
sebagaimana bobot yang tercantum dalam materi perundang-undangan.
Sementara pengetahuan bagi aparat, dapat dilakukan melalui pelatihanpelatihan
dan training-training secara terus menerus. Aparat pemerintah adalah
pejabat struktural yang memang harus banyak mendapatkan pelatihan, bukan
pendidikan formal. Pelatihan perlu dilakukan, karena aparat pemerintahan akan
sering berpindah-pindah tugas dari satu instansi ke instansi lain. Mereka harus
terus dibekali dengan materi-materi teknis pada bidangnya masing-masing.
Terutama berkaitan dengan hukum lingkungan dan tata ruang. Perpindahan
pejabat dari satu dinas ke dinas lainnya, harus diimbangi dengan pemberian
pengetahuan yang tepat dan sesuai.
Secara ringkas, rekomendasi untuk sosialisasi dalam upaya
peningkatan pengetahuan dan kesadaran aparat dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Melakukan pelatihan-pelatihan teknis sesuai bidang tugas secara
komprehensif dan berkelanjutan. Pelatihan ini difokuskan pada
pemahaman terhadap materi-materi perundang-undangan dan
konsep sustainable development.
2. Melakukan sosialisasi berupa dialog dan pertemuan dengan warga
masyarakat dan para stakeholder secara rutin dan komprehensif.
Pendekatannya adalah dialogis untuk menumbuhkan partisipasi
semua kalangan. Harus ditekankan ketentuan-ketentuan pengaturan
diri sendiri yang menunjang kelestarian lingkungan.
3. Melakukan sosialiasi secara lintas departemen dan instansi, terutama
yang berkaitan dengan DAS. Pendekatannya tidak sektoral, sehingga
akan muncul rasa tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat.
4. Melibatkan para tokoh masyarakat serta pengusaha dalam sosialisasi
peraturan perundang-undangan. Keterlibatan mereka berada di posisi
kunci, sehingga muncul sikap tanggung jawab untuk melaksanakan
peraturan. Secara tegas diatur pula, jika mereka tidak terlibat akan
ada sanksi yang tegas dan jelas.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 79
5. Memasukkan klausul keharusan pemberian sosialisasi dan
peningkatan pengetahuan aparat ke dalam materi perundangundangan.
Aturan mengenai jangan hanya masuk dalam peraturan
teknis, namun ditegaskan dalam peraturan utama, untuk menjaga
terjadinya proses yang diharapkan.
Rekomendasi di atas harus dilakukan sejalan dengan perbaikan pada
materi perundang-undangan, dimana ketentuan-ketentuan tersebut dimasukkan
sebagai bagian dari revisi peraturan perundang-undangan. Wilayah DAS akan
dianggap sebagai fokus kajian dengan melibatkan semua stakeholder dan para
tokoh masyarakat. Ini menjadi penentu dalam keberhasilan program yang akan
dilakukan.
5. Penutup
Harapan bahwa masyarakat dapat berperan dalam pengendalian
lingkungan, karena masyarakat yang menjadi pelaku utama dalam
pengembangan dari pedesaan sampai dikota-kota. Permasalahannya, secara
formal pendidikan di pedesaan rata-rata rendah dan jauh dari akses informasi
dan komunikasi. Ketersediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi juga
terbatas. Secara substansial, masyarakat mempunyai segudang pengalaman
berdasarkan pada teknologi-teknologi dan kearifan tradisional mereka
(indigenous knowledge and technology), namun selama 1-3 dekade yang lalu,
kekayaan pengalaman masyarakat desa banyak ditinggalkan karena dianggap
tidak selaras dengan kemajuan teknologi dan wacana abad modern. Akibatnya,
tatanan tradisional masyarakat desa di Indonesia tidak mendapatkan sentuhan
pengembangan yang cocok 20. Banyak produk kebijakan baik di tingkat lokal
(daerah) maupun nasional yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat desa.
Pada masa Orde Baru, produk-produk kebijakan yang dihasilkan mengenai desa
sangat kental dengan muatan dan nuansa penyeragaman, sementara kondisi
20 Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, 2004.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 80
obyektif desa-desa sangat beragam. Semangat intervensi dari pusat sangat kuat
dirasakan dan sangat efektif, sehingga masyarakat desa kehilangan kemampuan
dan keberanian untuk menciptakan aturan kebijakannya sendiri yang lain dari
yang ditetapkan pemerintah pusat.
Sumberdaya manusia/masyarakat di desa maupun di kota tidak
berkembang, tetapi cenderung hancur. Pengalaman-pengalaman positif
masyarakat desa hilang dan dilupakan orang seperti gotong royong dan
seterusnya, daya kreativitas masyarakat menurun tajam seiring dengan motivasi
diri untuk berkembang, keyakinan-keyakinan diri serta kemampuan evaluasi diri
pun luntur bersamaan dengan hilangnya tingkat keswadayaan masyarakat.
Sumberdaya masyarakat sebagai sumberdaya lokal tidak lagi kondusif bagi
pembangunan desa atau wilayahnya. Ini lah sebuah tantangan. Disini
diharapkan peran pemerintah dengan aparaturnya sekarang ini akan sangat
menentukan untuk membangun seluruh lapisan masyarakat yang mengerti dan
paham akan pelestarian lingkungan. Masyarakat mempunyai fungsi ganda,
dapat sebagai subjek dimana dia menentukan, mengendalikan, melestarikan dan
seterusnya, dan dapat pula sebagai obyek ekploitasi, dengan dimanfaatkan oleh
pihak lain untuk suatu kepetingan, dia (masyarakat) hanya turut sebagai saksi
mata bagi pengrusakan lingkungan oleh orang-orang yang punya kekuasaan dan
uang, dengan dalih pembangunan.
Daftar Referensi
Abdul Wahab, Solihin, 2001, Analisis Kebijakan Publik, Rineka Cipta, Jakarta.
Ageung, Ivan Valentina, (2004) Kaji Ulang Peraturan Perundang-undangan:
Implementasi TAP MPR No. IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agrarian
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, RACA Press.
Askin, Moh., Prof. Dr., SH., 2003, Penegakan Hukum Lingkungan dan
Pembicaraan Di DPR-RI, Yarsif Watampone, Jakarta
Alatas, S.H., (1980), The Sociologi of Corruption, Times International, Singapore.
__________, 1987, Korupsi , Sifat, Sebab, dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.
Amirin, Tatang. M (1992) Pokok Pokok Teori Sistem, Rajawali Press, Jakarta.
Arief Budiman, (1996), Teori Negara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
____________,Ufford,v Q, (1988), Krisis Tersembunyi Dalam
Pembangunan, Gramedia, Jakarta.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 81
Atmasasmita, Romli; “Wacana Pemberantasan Korupsi”, Kompas, Harian, 16
Januari 2002.
Banathy, Bela, (1996), A Taste of Systemics, ISSS Integrated Systemic Inquiry
Primer Project, Carmel, USA.
Baharuddin Lopa, (1997), Masalah Korupsi dan Pemecahannya, Kipas Putih
Aksara, Jakarta.
Bertalanffy, von Ludwig; (1968) General System Theory. George Braziller, New
York.
Black,James A & Champion,Dean J: (1992) Metode Dan Masalah Penelitian
Sosial, PT Eresco, Jakarta
Berger, Charles R & Chaffee, Steven H; Handbook Of Communication Science,
Sage Publication, London.
Cartwright, D, (Editor), (1959) Studies in Social Power, Ann Arbor : Institute for
Social Power.
Churchman. C. West (1968) The System Aproach , Dell Publishing, Inc New
York.
Cooper, Richard N, (1999), Kebijakan Lingkungan dan Sumber Daya bagi
Ekonomi Dunia, Remaja Rosdakarya, Bandung.
De Fleur, Melvin & Ball Rokeach, Sandra; (1982) Theories Of Mass
Communication, London, Longman.
Dirdjosisworo, Soedjono, (1991), Upaya Teknologi Dan Penegakan Hukum
Menghadapi Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Dunn, William, N. (2000); Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada
University Press.
Fisher, Aubrey.B; (1986), Communication Theories, New York, Random House,
Terjemahan, Remaja Rosda Karya, Bandung
French, JRP., Jr, (1956) A Formal Theory of Social Power, Psycholigical Reviem.
(Hal 63, 181, 194)
Fuller, Lon. L., “The Morality of Law” dalam Rahardjo, Satjipto, 1980, Hukum dan
Masyarakat, Angkasa, Bandung
Hamzah,A. (1997), Penegakan Hukum Lingkungan, CV. Saapta Artha Jaya,
Jakarta.
Hanim, Masayu S. (editor), Sistem Jaringan Pembuatan Kebijakan Publik yang
Berdampak Pada Penyalahgunaan Lahan di Kawasan Jakarta-Bogor-
Puncak-Cianjur, 2003, LIPI Proyek Pengembangan Riset Unggulan
Terpadu, Jakarta.
Himpunan Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2002-2004, 2004, CV Eka
Jaya, Jakarta
Hardjasoemantri, Koesnadi, Prof. Dr., SH., 2004, “Sinkronisasi Peraturan
Perundang-undangan Di Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup”, pada Dialog Nasional Bidang Hukum dan Non Hukum, Jakarta 7-9
September 2004, BPHN.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 82
Harsono, Boedi, Prof, (2003), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah nasional
dalam Hubungannya dengan Tap MPR RI IX/MPR/2001, Jakarta,
Universitas Trisakti.
Hoogendijk, Willem, (1996), Revolusi Ekonomi, Yayasan Obor Baru, Jakarta.
Jurnal ISKI, Menuju Paradigma Penelitian Komunikasi, Vol. III/ April 1999,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Keraf, A. Sonny, (2002) Etika Lingkungan, Penerbit Kompas, Jakarta.
Koswara, E. (ed) dkk, (1998) Dinamika Informasi Dalam Era Global, Ikatan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia, 2004, Optimasi Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam
Pengelolaan Wilayah, Makalah yang disampaikan pada Lokakarya
Nasional “Pengelolaan Kawasan JABOPUNJUR Untuk Pemberdayaan
Sumber Daya Air”, IPSK LIPI, Jakarta, 30-31 Maret 2004.
Karen J. Warren, The Philosophical Foundation of a New Land Ethic, dari
http://www.macalester.edu/~warren < 7/24/2005; 1.31 pm>
Littlejohn, Stephen W; (1989) Theories Of Human Communication. Belmont,
California.
LP3ES (1985), Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta
Liliweri, Alo. (1991), Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Mc Quail, Denis;(1987) Mass Communication Theory : An Introduction. Beverly
Hills, CA. Sage.
Mulyana, Deddy; (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya; Remaja Rosdakarya, Bandung.
Otto Soemarwoto, (2004) Atur Diri Sendiri, Paradigma Baru Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Patton, Michael,Quinn; (1987) How To Use Qualitative Methods In Evaluation,
Sage Publication, London.
Pace, R. Wayne & Faules, Don F; (1993) Komunikasi Organisasi, Terjemahan
Deddy Mulyana, (1998), Remaja Rosdakarya, Bandung.
Potter,James W. (2001), Media Literacy, New York: Sage Publications
Purbacaraka, Purnadi, (1977), Penegakan Hukum dan Mensukseskan
Pembangunan, Bandung Alumni.
Purbacaraka, Purnadi, & Soekanto, Soerjono, (1979) Perihal Kaedah Hukum,
cet. ke 2, Bandung, Alumni.
Purbacaraka, Purnadi, & Soekanto, Soerjono, (1980) Aneka Cara Pembedaan
Hukum, Bandung, Alumni.
Rahardjo, Satjipto, 1980, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.
Robert Klitgard, (1998) Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Baru Indonesia,
Jakarta.
Roger, E.M & Kincid, D. Lawrence; (1981) Communication Networks Toward a
Paradigm for Research, The Free Press, New York.
Ringkasan Eksekutif Amdal Regional Reklamasi dan Revitalisasi Pantura
Jakarta, 2001, BP Pantura.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 83
Sarwono, Sarlito Wirawan, (1992) Psikologi Lingkungan, Penerbit Grasindo,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono, (1983), Penegakan Hukum, Bina Cipta, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1975), Penegakan Hukum dalam Masa Transisi,
Semarang, BPHN- Fak. Hukum UNDIP
Soekanto, Soerjono, (1976), Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ke 4,
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1977), Pengantar Sosiologi Hukum, Cetakan Ke 2,
Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Soekanto, Soerjono, (1978), Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ke 6, Yayasan
Penerbit Universitas Indonesia,, Jakarta.
Soemartono,R.M. Gatot P, (1991) Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta.
Suwardi, Harsono, (1993), Peranan Pers Dalam Politik di Indonesia, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Soewartojo, Juniadi, (1998), Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakannya, Balai
Pustaka Jakarta.
Silalahi, M. Daud, Prof.Dr.,SH., 2003, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan
Lingkungan Hidup Di Indonesia, PT Alumni, Bandung.
______________ , (1996) Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan di Indonesia, edisi revisi, Penerbit Alumni, Bandung.
______________ , Perspektif Hukum Lingkungan Kasus Jabopunjur, makalah
dalam lokakarya nasional Pengelolaan Kawasan Jabopunjur untuk
Pemberdayaan Sumberdaya Air, LIPI, 30-31 Maret 2005.
Sumardjono, Maria S.W., 2001, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan
Implementasi, Kompas, Jakarta.
Yin, Robert.K. (1997) Studi Kasus, PT. Raja Granfindo Persada, Jakarta.
Wertheim, W.F.,(1999), Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi Perubahan
Sosial; dari judul asli Indonesian Society in Transition. a Study of Social
Change; penrj. Misbah Zulfa E., peny. Agus Fahri H., Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya.
Policy Paper
Strategi Terintegrasi Penaatan & Penegakan Hukum Lingkungan, 2003,
Indonesian Center For Environmental Law (ICEL).
Agenda Permukiman Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara
Berkelanjutan, (2000) Proyek Agenda 21 Sektoral, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup & UNDP.
Hamzah Andi, Prof. Dr. November, 2005 (Tulisan Khusus)
Haryo Habirono, Makalah Tinjauan Kritis Kebijakan Desa, Bukit Tinggi 2004.
Peran Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan 84
Hasil Wawancara :
Otto Soemarwoto, Pakar Lingkungan Hidup, wawancara tanggal 27 Juli 2005
Prof. Kusnaka Adimihardja, Pakar Antropologi dan Budaya Sunda.
Wawancara tanggal 26 Juli 2005
Wangsaatmaja, DR. Ir. Setiawan, Dipl.SE, M.Eng, BPLHD Jawa Barat.
Wawancara tanggal 25 Juli 2005
Budi Radjab, Pemerhati Kebijakan Publik dan Tata Ruang Wawancara tanggal
27 Juli 2005
Amiruddin Dajaan Imami, Kepala PS Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang,
FH Unpad, wawancara tanggal 27 Juli 2005
Dodi Armando, Bapeda TK II Cianjur .Wawancara tanggal 27 Mei 2003
Undang-undang :
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Langganan:
Postingan (Atom)